<p>Emiten makanan ringan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) atau TPS Food saat menggelar RUPS di Bursa Efek Indonesia (BEI) / Dok. Perseroan</p>
Korporasi

Ahli Hukum Bisnis: Perkara TPS Food (AISA) Murni Kejahatan Perorangan

  • Perkara dugaan pemalsuan laporan keuangan dengan terdakwa mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Joko Mogoginta, dan Budhi Istanto jadi anomali di tengah ketatnya regulasi soal pasar modal.

Korporasi

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Perkara dugaan pemalsuan laporan keuangan dengan terdakwa mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Joko Mogoginta, dan Budhi Istanto jadi anomali di tengah ketatnya regulasi soal pasar modal.

Ahli hukum bisnis Abdul Harris Muhammad Rum menilai, tindakan dua terdakwa tersebut merupakan tindak kecurangan pribadi alias human fraud.

Ia menilai, saat ini regulasi dan pengawasan serta penegakan hukum pasar modal sudah cukup ketat. Ditambah ada sejumlah profesi penunjang seperti auditor independen, hingga konsultan hukum pasar modal.

“Dalam Undang-Undang pasar modal sudah ditentukan tindakan-tindakan kecurangan termasuk sanksi pidananya, pejabat emiten harusnya tak ada yang berani melakukan kecurangan. Ditambah sejumlah profesi penunjang pasar modal yang bertugas berdasarkan etika profesi,” ujarnya saat dihubungi, Kamis 18 Februari 2021.

Pria yang menjabat Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini menilai perkara yang dilakukan terdakwa Joko dan Budhi merupakan human fraud.

Alasannya, kedua terdakwa memberikan informasi yang tidak benar, bahkan sampai melakukan rekayasa laporan keuangan.

Ia menambahkan, inti dari pasar modal adalah keterbukaan, oleh sebab itu ada kewajiban disclosure dari emiten. Audit yang baik pun hanya bisa dilakukan dengan informasi yang benar sehingga hasil audit merefleksikan hal yang benar.

“Namun yang namanya orang curang, tetap ada peluang, entah laporan dicurangi, dibohongi, ditambah atau dikurangi yang melakukan pemeriksaan pasti akan mengetahui,” tambahnya.

Dalam proses persidangan diketahui, Joko dan Budhi melakukan rekayasa laporan keuangan dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor guna mengesankan peningkatan penjualan AISA. Sehingga, secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik.

Selain merekayasa piutang tersebut, dari hasil persidangan diketahui bahwa enam perusahaan tersebut merupakan milik Joko pribadi. Namun dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam laporan keuangan pada periode 2016 dan 2017.

Kepincut Saham AISA
Logo PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. / Tpsfood.id

Rekayasa fundamental perusahaan yang dilakukan Joko dan Budhi turut melambungkan harga saham perseroan yang mulai merangkak pada pertengahan 2016, dan memuncak pada pertengahan 2017 dengan harga Rp2.360 per lembar.

Melonjaknya harga saham ini pula yang turut mendorong makin banyaknya investor ritel membeli saham AISA, termasuk Deny Alfianto.

Ia mengaku tertarik membeli saham AISA setelah mempelajari fundamental perusahaan melalui keterbukaan informasi. Ketertarikannya pada saham ini menguat setelah diketahui bahwa harga saham AISA sangat murah dari harga wajarnya.

“Saya beli saham Tiga Pilar bertahap mulai pada 2018. Saya masuk karena melihat PBV (price to book value) dari laporan keuangan 2017 senilai Rp1.300-Rp1.400 per saham. Sementara di pasar harganya sekitar Rp300 per saham, artinya ada diskon,” ungkapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 17 Februari 2021

Melihat peluang tersebut, Deny pun menanamkan duit dari usaha peternakan ayam untuk membeli 14.000 lot saham atau sekitar 1,4 juta lembar saham AISA secara bertahap. Total dana yang ia investasikan sekitar Rp335 juta.

“Sebelum investasi, saya baca laporan keuangan AISA dua tahun terakhir karena saya termasuk investor jangka panjang, bukan trader, dan saya yakin dengan bisnis AISA pada waktu itu,” ucapnya.

Tak lama berselang, saham TPS Food dibekukan bursa pada Juli 2018 berkat rentetan masalah yang dihadapinya. Mulai dari gagal bayar bunga obligasi dan suku ijarah, perkara kepailitan sampai terungkapnya perkara rekayasa laporan keuangan yang dilakukan para mantan bosnya itu.

Adapun suspensi baru dibuka oleh bursa dua tahun setelahnya, tepatnya September 2020 lalu setelah adanya pergantian kepengurusan perseroan.

Sepanjang dua tahun disuspensi, uang dari hasil bisnis ayam Deny ‘nyangkut’ di saham AISA. Begitu pun dengan sekitar 1.100 anggota Forum Investor AISA (Forsa) lainnya yang kurang lebih memiliki 9%, dananya terendap di saham AISA.

Deny yang juga merupakan Ketua Forum Investor AISA (Forsa) menyatakan, banyak investor ritel yang mengalami kerugian akibat rentetan masalah yang merundung perseroan.

Saat suspensi dibuka, ia memilih melego seluruh kepemilikan saham di AISA, meskipun ada pula investor ritel lain yang masih bertahan mengempit saham AISA.

“Saya memang sudah cut loss, namun ada banyak yang masih bertahan karena merasa optimistis dengan manajemen baru. Karena sebenarnya masalah ini memang human fraud dan bisnis mereka sebenarnya bagus,” tutup Deny. (SKO)