Presiden kedua RI, Soeharto
Nasional

Airlangga Kenang Orba, Bagaimana Soeharto Genjot Ekonomi 8 Persen?

  • Pertumbuhan tertinggi tercatat pada tahun 1968 dengan angka 10,9%, didorong oleh sektor pertambangan yang tumbuh pesat sebesar 36,5%.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) 2024. Airlangga kemudian bernostalgia kala pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah mencapai 8,2% pada 1995 dan rata-rata 7,3% selama 1986–1997 di era Presiden Soeharto.

Menurut Airlangga, kondisi ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat untuk mendukung target tersebut. Di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2% pada 2024–2025, Indonesia mampu mempertahankan rata-rata pertumbuhan 5%. Inflasi nasional tetap rendah di angka 1,7%, sementara rasio utang dijaga di bawah 40%, jauh lebih baik dibandingkan banyak negara emerging markets lainnya.

Airlangga juga menyoroti keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi pasca-pandemi COVID-19. Pemerintah telah berhasil menekan angka kemiskinan, meningkatkan lapangan kerja, dan menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Untuk mempercepat pertumbuhan, pemerintah memprioritaskan transformasi ekonomi melalui dua strategi utama. Pertama, hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di sektor manufaktur. Strategi ini diharapkan memperkuat daya saing dan mendorong pertumbuhan lebih cepat. Kedua, pengembangan ekonomi digital yang saat ini bernilai US$90 miliar. Pemerintah menargetkan ekonomi digital tumbuh menjadi US$120 miliar pada 2025 dan mencapai US$400 miliar pada 2030.

"Ekonomi digital adalah salah satu cara kita meloncat karena kita dengan negara lain adalah level playing field. Kalau dengan ekonomi yang berbasis konvensional kita harus bersaing dari titik nol yang sama. Tetapi ekonomi digital kita bisa meloncat," ujar Airlangga, dikutip Senin, 2 Desember 2024.

Cara Soeharto Genjot Ekonomi

Indonesia pernah mencatat  pertumbuhan di atas 8% di era Soeharto. Pertumbuhan tertinggi tercatat pada tahun 1968 dengan angka 10,9%, didorong oleh sektor pertambangan yang tumbuh pesat sebesar 36,5%. 

Kebijakan penanaman modal asing, termasuk masuknya Freeport, berperan besar di mana sektor pertambangan berkontribusi 24,2% terhadap produk domestik bruto (PDB), dan sektor pertanian 37%.

Pada tahun 1973, di penghujung Repelita I (1969–1974), Indonesia kembali mencatat pertumbuhan 8,1%. Fokus pada pengembangan sektor pertanian dan industri pertanian menjadi modal kuat pembangunan ekonomi. Pada periode ini pula soeharto membawa sektor pertambangan tumbuh 22%, menjadikannya penyumbang terbesar terhadap ekonomi dengan kontribusi 37,3%, melampaui sektor pertanian.

Tahun 1977 Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 8,8%, saat industrialisasi mulai berkembang di masa Repelita II (1974–1979). Sektor manufaktur tumbuh signifikan sebesar 13,7%, sementara pendapatan minyak digunakan untuk membangun industri strategis dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Puncak lainnya terjadi pada 1980 dengan pertumbuhan 9,9% di masa Repelita III (1979–1984). Fokus pemerintah saat itu adalah industrialisasi dan swasembada pangan. Sektor industri pengolahan tumbuh 22,17%, jumlah presentase sebesar itu merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah dan berkontribusi sebesar 12,5% terhadap PDB, meski sektor pertambangan (28,1%) dan pertanian (23,6%) tetap mendominasi.

Terakhir, pada tahun1995, Indonesia mencapai pertumbuhan 8,2% di masa Repelita VI (1994–1999). Pertumbuhan ini didorong oleh sektor industri pengolahan yang tumbuh 10,9% dan menjadi pendorong utama pertumbuhan dengan kontribusi 21,9% terhadap PDB.