Ilustrasi Uang Rupiah
Makroekonomi

Airlangga Klaim Rupiah Masih Perkasa Meski Dihajar Dolar

  • Diketahui nilai mata uang rupiah kembali turun per hari ini, Selasa, 23 April 2024, menjadi Rp16.240 per dolar, setelah kemarin, Senin, 22 April 2024, menguat beberapa poin di angka Rp16.210.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA -  Nilai tukar Rupiah Indonesia mengalami depresiasi sebesar 5,16% sepanjang tahun 2024 hingga mencapai level Rp16.235. 

Diketahui nilai mata uang rupiah kembali turun per hari ini, Selasa, 23 April 2024, menjadi Rp16.240 per dolar, setelah kemarin, Senin, 22 April 2024, menguat beberapa poin di angka Rp16.210.

"Jadi Indonesia relatif fundamental cukup bagus,"  terang Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Meskipun mengalami depresiasi, rupiah masih mempertahankan posisinya lebih baik daripada mata uang negara-negara lain di kawasan ini, seperti Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan Jepang.

Diketahui Tingkat depresiasi dolar Taiwan sebesar 5,95 persen, won Korea Selatan sebesar 6,62 persen, baht Thailand sebesar 7,78 persen, dan yen Jepang sebesar 8,83 persen.

Tak hanya itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia juga menunjukkan performa yang solid, masih unggul dibandingkan dengan indeks saham Hong Kong dan Thailand. 

"Walaupun turun sedikit ke 7.072, namun lebih baik dari Hong Kong dan Thailand. Hong Kong minus 3,14, Thailand minus 4,78," tambah Airlangga

Peningkatan yang signifikan juga terlihat pada obligasi Indonesia yang naik dari 645% menjadi 702%.

Data perdagangan juga memberikan sinyal positif, dengan neraca perdagangan mencatat surplus sebesar Rp4,47 miliar per Maret 2024. 

Sementara itu, inflasi pada bulan yang sama berada pada angka 3,05% year-on-year, masih berada dalam kisaran yang dapat diterima yaitu 2,5% plus minus 1.

Lembaga pemeringkat asal Amerika Serikat, Moody's mempertahankan Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil.

Selain itu, sektor penjualan eceran juga menunjukkan pertumbuhan yang sehat sebesar 3,5% year-on-year.

Dengan demikian, meskipun rupiah mengalami depresiasi, fundamental perekonomian Indonesia masih tetap tergolong baik jika dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya. 

Faktor-faktor seperti kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang stabil, pertumbuhan obligasi yang cukup kuat, serta neraca perdagangan yang masih mencatat surplus, menjadi pilar-pilar utama yang menegaskan ketahanan ekonomi Indonesia. 

Selain itu, inflasi yang terkendali menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang tepat telah diterapkan, memberikan stabilitas harga dan kepercayaan kepada pelaku pasar. 

Lebih lanjut, rating kredit yang baik dari lembaga internasional juga memberikan dorongan positif terhadap kepercayaan investor dan kemampuan Indonesia dalam mengelola utang luar negeri. 

Semua faktor ini bersama-sama menciptakan landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah-tengah gejolak ekonomi global, menunjukkan ketahanan dan kestabilan yang kuat dalam menghadapi tantangan yang ada.