Airlangga Minta BUMN Tidak Borong Dolar, di Tengah Dampak Konflik Iran-Israel
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai tidak bijaksana jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membeli dolar AS saat nilai tukar rupiah sedang melemah.
BUMN
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai tidak bijaksana jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membeli dolar AS saat nilai tukar rupiah sedang melemah.
Untuk itu, Airlangga meminta kementerian dan lembaga (K/L) untuk menahan impor konsumtif di tengah pelemahan rupiah. Adapun pernyataan ini menanggapi imbauan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Tentu kalau situasi dolar lagi menguat tentu tidak bijaksana untuk beli dolar di harga tinggi. Tentu kita perlu meredam kebutuhan terhadap dolar,"katanya dilansir Jumat, 19 April 2024.
- WSKT Suntik Modal Rp7,5 Miliar ke Waskita Sriwijaya Toll
- Saham MEDC dan ELSA Mendidih Kala Harga Minyak Melenting 3 Persen
- Iran-Israel Kian Panas, Erick Minta BUMN Antisipasi Dampak Ekonomi dan Geopolitik Global
Airlangga mengatakan pemerintah sejatinya memang memiliki instrumen untuk menekan volatilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya, aturan parkir Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang harus dibawa pulang ke dalam negeri.
Namun, instrumen itu tetap memerlukan dukungan. Ia karena itu meminta BUMN membantu pemerintah. Selain dengan tidak membeli dolar, ia juga meminta instansi pemerintah dan masyarakat agar mengurangi impor terutama yang bersifat konsumtif.
Seperti diketahui, Nilai tukar rupiah ambles ke Rp16,000 per dolar AS usai lebaran. Kejatuhan salah satunya dipicu oleh konflik antara Iran dan Israel yang memanas belakangan ini.
Konflik telah mendorong pasar atau investor mengalihkan investasi mereka dari aset berisiko seperti rupiah ke aset aman seperti emas dan dolar AS.
Sebelumnya, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.
Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," ujar Erick.
Tak hanya itu, BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti Pertambangan MIND ID, perkebunan PTPN bisa memanfaatkan tren kenaikan harga ini untuk memitigasi tergerusnya neraca perdagangan. Erick mengatakan BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.