Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2021, di Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Nasional

Airlangga Optimistis Neraca Dagang Indonesia 2022 Surplus Rp930 Triliun, Ini Sebabnya

  • Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis neraca perdagangan Indonesia tahun 2022 surplus US$60 miliar
Nasional
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan neraca perdagangan Indonesia tahun 2022 diperkirakan mengalami surplus US$60 miliar atau sekitar Rp930 triliun (kurs Rp15.500 per dolar Amerika Serikat).

"Angka itu lebih besar dari surplus neraca perdagangan selama ledakan harga komoditas terakhir pada 2010 dan 2011 yang sekitar US$22 miliar dan US$26 miliar," ujar Airlangga, dikutip dari Antara, Selasa, 25 Oktober 2022.

Adapun selama Januari hingga September 2022 neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus sebesar US$39,87 miliar.

Menurut Airlangga, kinerja sektor eksternal yang kuat berhasil menopang konsumsi dan investasi secara konsisten hingga mengungkit neraca perdagangan Indonesia.

Di sisi lain, dengan adanya perbaikan di seluruh sektor, pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5,2% secara tahunan pada akhir tahun ini.

Hingga triwulan II-2022, ekonomi Indonesia berjalan dengan sangat baik dan berhasil berbalik arah dari pandemi COVID-19 sehingga mampu tumbuh 5,44% secara tahunan.

Selain itu, ia menuturkan berbagai lembaga internasional pun memiliki perkiraan yang kurang lebih sama sama, salah satunya International Monetary Fund (IMF) yang tetap optimistis Indonesia akan tumbuh 5,3% tahun ini, meski ekonomi global hanya tumbuh 3,2%.

"Kemudian untuk tahun 2023, IMF memproyeksikan Indonesia mampu tumbuh di kisaran 5 persen dibandingkan dengan global yang hanya mampu tumbuh 2,7 persen," ucap Airlangga.

Kendati demikian ia mengingatkan saat ini dunia sedang dihantui oleh pembentukan awan gelap yang sedang mengumpulkan kecepatan untuk kemungkinan terjadinya badai yang sempurna alias perfect storms.

Awan tersebut berasal dari lima faktor yakni COVID-19, konflik di Ukraina, harga komoditas, biaya hidup, dan perubahan iklim.

Meski begitu, ia meyakini seluruh dunia, termasuk Indonesia, bisa menghadapi badai tersebut dengan keyakinan yang lebih kuat pada strategi kebijakan tentang prioritas untuk mengatasi tantangan ke depan.