<p>CEO Ajaib Group Anderson Sumarli. &#8211; Istimewa</p>
Fintech

Ajaib Jadi Bahan Olokan, CEO Bongkar ‘Pertolongan’ OJK dan BEI

  • Banyak orang menertawakan nama ‘Ajaib’ itu sendiri. Singkatnya, enam bulan pertama mencari 100 nasabah pertama adalah titik terberat Ajaib.

Fintech

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Menjadi CEO dari perusahaan rintisan (start up) berstatus unicorn memang terkesan sangat prestise. Tapi tak banyak yang tahu suka duka merintis start up, apalagi, sang komandan adalah anak muda.

CEO dan Founder PT Ajaib Sekuritas Asia (Ajaib), Anderson Sumarli membagikan kisahnya merintis karir dan membangun perusahaan sekuritas. Diakuinya, Ajaib juga mengalami kesulitan mendapatkan kepercayaan dari para investor.

Berbagai faktor melatarbelakangi sulitnya ia mengantongi kepercayaan dari banyak pihak. Pertama, pemuda kelahiran 1994 ini bukanlah seorang profesional yang sudah malang melintang di dunia pasar modal. 

“Awal-awal itu susah banget, nggak ada yang ngenalin. Saya nggak kenal siapa-siapa di pasar modal,” kata Anderson dalam webinar akhir pekan lalu.

Tanpa latar belakang profesional di pasar modal, ia juga terganjal pengembangan tim. Sebab, banyak orang yang tidak percaya untuk menjadi karyawan di perusahaan sekuritas yang baru merintis. 

Tak hanya kesulitan mencari investor dan karyawan, menjaring nasabah tak kalah menantang bagi Ajaib. Dengan pengalaman dan latar belakang minim Anderson, banyak nasabah yang enggan berinvestasi melalui Ajaib.

“Nasabah enggak percaya, siapa yang mau taruh uangnya di perusahaan yang baru dirintis. CEO-nya anak muda lagi, enggak kenal siapa-siapa di pasar modal,” tambah dia.

Ditambah lagi, banyak orang menertawakan nama ‘Ajaib’ itu sendiri. Singkatnya, enam bulan pertama mencari 100 nasabah pertama adalah titik terberat Ajaib. Pada masa itulah, Anderson sempat ingin menyerah karena sulitnya membangun kepercayaan banyak orang.

Ajaibnya, di tengah ketidakpercayaan investor, tak ada relasi di pasar modal, dan usianya yang masih belia, Anderson justru mendapatkan ‘pertolongan’ dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut dia, OJK justru melihat Anderson sebagai sosok yang sangat passionate di pasar modal.

Dengan begitu, regulator akhirnya memberikan dukungan penuh pada perjalanan karier Ajaib. “Saya enggak ngerti tuh gimana ceritanya OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa percaya dan ngasih lisensi ke Ajaib. Kami sangat bersyukur dan berterimakasih,” kenang Anderson.

Dengan pencapaian yang sudah ditorehkan, Anderson berharap ini tak hanya jadi prestasi untuk Ajaib melainkan pasar modal Indonesia. Sebab, ia melihat status unicorn Ajaib menjadi sinyal bagi dunia bahwa pasar modal Indonesia memiliki potensi sangat besar.

Ajaib, Unicorn Indonesia ke-7

Mulai pertengahan 2021 ini, Pevita Pearce dan Iqbaal Ramadhan menjadi brand ambassador platform investasi Indonesia, Ajaib. (Foto: Ajaib Group)

Berkat kerja kerasnya selama ini, Anderson bersama dengan tim Ajaib Group berhasil menggalang dana Seri B senilai US$153 juta dari DST Global. Hal ini menjadikan Ajaib sebagai fintech unicorn investasi pertama di Asia Tenggara. 

Pencapaian ini diperoleh Ajaib dalam dua setengah tahun pertama, menjadikan Ajaib sebagai start up tercepat yang meraih status unicorn dalam sejarah Asia Tenggara. Pendanaan kali ini pun membawa jumlah total yang dikumpulkan oleh Ajaib menjadi US$243 juta pada tahun 2021 saja.

Pendanaan Seri B ini dipimpin oleh DST Global, bersama dengan investor terdahulu Ajaib, yaitu Alpha JWC, Ribbit Capital, Horizons Ventures, Insignia Ventures, dan SoftBank Ventures Asia. 

DST Global dan Ribbit Capital juga merupakan investor besar dalam Robinhood, fintech investasi saham di Amerika Serikat yang sering disandingkan dengan Ajaib. Disandingkannya Ajaib dengan Robinhood membuktikan bahwa kemajuan kapabilitas teknologi dan pasar modal di Indonesia mampu bersaing dengan pasar global.

Ajaib baru-baru ini juga mengklaim memiliki 1 juta investor ritel saham. Ini merupakan pencapaian luar biasa karena mengambil 37% dari total investor ritel di negara yang hanya memiliki 2,7 juta investor saham. Padahal pertumbuhan jumlah investor ritel saham di Indonesia belum pernah secepat ini dalam sejarah Indonesia.