Ajay Banga: Ancaman Ekonomi Dunia Tak Hanya Konflik Timur Tengah
- Presiden Bank Dunia Ajay Banga menyebut ketegangan geopolitik yang meningkat akibat konflik di Timur Tengah menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian dunia saat ini, Namun risiko lain juga berperan seperti kenaikan treasury AS.
Dunia
JAKARTA - Presiden Bank Dunia Ajay Banga menyebut ketegangan geopolitik yang meningkat akibat konflik di Timur Tengah menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian dunia saat ini, Namun risiko lain juga berperan seperti kenaikan treasury AS.
“Treasury (yield) Amerika Serikat berjangka 10 tahun baru saja naik di atas 5% kemarin, ini adalah hal-hal yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Jadi ya, itu benar-benar bersembunyi di balik bayang-bayang,” kata Banga, merujuk pada kenaikan patokan biaya pinjaman di seluruh dunia yang berpotensi mendorong perlambatan ekonomi.
“Lalu, berapa lama lagi sebelum pandemi berikutnya?” kata Banga dalam sebuah acara di Future Investment Initiative (FII) tahunan di Riyadh, yang dilansir dari Reuters, Selasa, 24 Oktober 2023.
- Emiten Milik Raja Batu Bara Low Tuck Kwong (BYAN) Setor Rp11,86 Triliun ke Kas Negara
- Pemilu Argentina: Kemenangan Massa Redakan Kekhawatiran Devaluasi Peso
- Google Search Kini Tambah Fitur Baru, Mudahkan Anda Berlatih Bahasa Asing
“Ada begitu banyak hal yang terjadi di dunia dan geopolitik dalam perang yang Anda lihat serta apa yang baru saja terjadi baru-baru ini di Israel dan Gaza. Pada akhirnya, ketika Anda menggabungkan semua ini, saya pikir dampaknya terhadap pembangunan ekonomi bahkan lebih serius,” katanya.
“Risiko cenderung bergerak,” katanya. “Jadi, saya akan sangat berhati-hati untuk terlalu fokus pada satu risiko sambil mengabaikan risiko lainnya saat ini.” Banga mengatakan segalanya di dunia maju terlihat lebih baik dari yang diharapkan beberapa waktu yang lalu, “ Namun saya pikir kita berada pada persimpangan yang sangat berbahaya.”
Ia menyatakan investasi sektor swasta diperlukan di negara-negara berkembang. Namun risiko politik di beberapa negara tersebut masih menjadi hambatan. “Diperlukan satu triliun dolar hanya untuk energi terbarukan di pasar negara berkembang," ujarnya,
“Tidak cukup uang di kas pemerintah atau bahkan di bank pembangunan multilateral, kita perlu melibatkan sektor swasta dengan modal mereka. Itulah tugas terbesar yang ada di depan kita,” ujar Banga.