<p>Ketua umum PHRI Hariyadi Sukamdani dalam video conference via Zoom pada Kamis, 16 April 2020. / Dok. TrenAsia</p>
Industri

Akibat COVID-19, Hotel di Indonesia Kehilangan Rp90 Triliun

  • Haryadi menyebutkan per 13 April 2020 ada 1.642 hotel serta 353 restoran atau tempat hiburan telah berhenti beroperasi.

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengajukan sepuluh rekomendasi kebijakan yang dapat ditempuh pemerintah untuk selamatkan industri pariwisata termasuk perhotelan yang tengah memikul beban berat selama pandemi COVID-19.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan akibat pandemi ini, industri pariwisata telah kehilangan potensi pendapatan dari wisatawan asing mencapai Rp60 triliun sejak Januari hingga April 2020.

“Sedangkan, dari pasar domestik sektor hotel kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp30 triliun,” kata Haryadi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.

Haryadi menyebutkan per 13 April 2020 ada 1.642 hotel serta 353 restoran atau tempat hiburan telah berhenti beroperasi.

Rekomendasi yang di usulkan PHRI di antaranya meminta relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan PPh pasal 25 dalam jangka waktu 12 bulan atau hingga kondisi sektor perhotelan dan restoran pulih kembali.

Kemudian, Hariyadi mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada gubernur seluruh Indonesia untuk memberikan kebijakan pembebasan pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, serta pajak air tanah.

PHRI juga meminta penundaan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang jatuh tempo Agustus sampai September agar dapat ditunda pembayarannya.

“Berdasarkan laporan dari anggota kami, mereka menyebutkan sebagian besar tidak memiliki dana untuk pembayaran tunjangan hari raya (THR). Kalau pun ada mereka menyesuaikan dari uang tunai yang mereka miliki saja,” ujar Haryadi.

Untuk itu, PHRI mengusulkan kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) agar pembayaran THR dapat ditunda atau pembayarannya dilakukan dengan cara dicicil.

Rekomendasi selanjutnya terkait iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan, PHRI meminta agar dapat dibebaskan hingga akhir 2020. Kendati demikian, asosiasi itu berharap manfaat dari BPJS tersebut tidak hilang terutama BPJS kesehatan.

Sementara, untuk jaminan hari tua (JHT), Haryadi mengusulkan kepada Menaker agar itu dapat dicairkan tanpa pekerja tersebut harus memiliki status pensiun atau sudah berhenti bekerja. Namun dapat dicairkan dengan syarat batas minimal 10 tahun bekerja.

Kemudian untuk Kartu Prakerja terdiri dari insentif tunai Rp600.000, insentif untuk pelatihan Rp1 juta, dan biaya pelaporan Rp50.000. PHRI meminta agar insentif pelatihan tersebut dapat diberikan secara tunai, sebab saat ini perusahaan sedang memangkas biaya tenaga kerja sehingga lebih baik diprioritaskan untuk para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Untuk tagihan listrik dan gas, kami berharap dihilangkan ketentuan minimum penggunaan listrik atau minimum pembayarannya. Sehingga yang dibayarkan hanya digunakan saja, karena banyak hotel yang tutup tapi harus bayar minimum payment itu,” keluh Haryadi.

Terakhir, PHRI juga meminta kepada pemerintah agar tarif listrik bisa diturunkan, sebab saat ini harga minyak dan gas dunia pun sudah turun. (SKO)