Akses Layanan Keuangan Minim, Pelaku UMKM Sulit Tembus Pasar Ekspor
Rendahnya penetrasi ekspor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) membuat para pelaku usaha tersungkur sejak adanya pandemi COVID-19. Kondisi pelaku UMKM semakin pelik karena masih sulit mendapatkan layanan keuangan formal.
Industri
JAKARTA – Rendahnya penetrasi ekspor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) membuat para pelaku usaha tersungkur sejak adanya pandemi COVID-19. Kondisi pelaku UMKM semakin pelik karena masih sulit mendapatkan layanan keuangan formal.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut 85% pelaku UMKM masih belum bisa mengakses pasar global tahun ini.
“85% UMKM mainnya lokal jadi tidak bisa ekspor. Di dalam negeri apalagi daya beli nya melemah,” kata Eko dalam Webinar Urgensi Membangun Ekosistem Ultra Mikro, Senin 10 Mei 2021.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 84,20% Usaha Menengah Kecil (UMK) mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi COVID-19. BPS juga menyebut 69,02% pelaku UMK di Indonesia membutuhkan modal usaha untuk menopang operasionalnya.
Untuk diketahui, kontribusi UMKM terhadap ekspor Indonesia masih sangat minim, yakni 14% pada 2020. Angka itu tertinggal dibandingkan kontribusi UMKM terhadap ekspor di Jepang, Thailand, dan Korea Selatan masing-masing telah menembus 38%, 29%, dan 22%.
“UMKM kita bisa pulih terakhir, perlu upaya yang akseleratif,” terang Eko.
Dukungan Kredit Minim
Eko menyebut minimnya kredit layanan keuangan formal memicu pelaku UMKM Indonesia sulit mengembangkan bisnisnya. Menurut data Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), rasio kredit UMKM Indonesia baru mencapai 19,68%.
Indonesia selangkah di belakang Malaysia dan Thailand yang rasio kredit UMKM nya sudah mencapai 50,60% dan 50,47%.
“Berarti memang kalau UMKM nya mau keluar dari krisis ini perlu ditingkatkan, perlu didorong keuangannya agar bisa menembus pasar ekspor,” terang Eko.
Ekonom Universitas Indonesia mengatakan minimnya akses pelaku UMKM terhadap layanan keuangan formal membuat potensi terjerat utang di layanan keuangan non-formal makin tinggi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“UMKM kalau tidak bisa masuk ke perbankan, mereka dapatkan pinjaman kredit bunga tinggi,” kata Nina dalam kesempatan yang sama.
Lebih rinci, Nina menyebut 80% usaha mikro belum bisa mengakses pendanaan. Nina mengatakan akses layanan pendanaan perlu dipantik oleh dua entitas bank pelat merah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk.
“Level implementasi, biasanya pemerintah tidak masuk ke area yang spesifik. Maka perlu bridging, perlu pendekatan komprehensif ke usaha mikro dan ultra mikro agar gampang mendapatkan akses dana,” terang Nina.
Keuangan yang kuat menjadi fundamental utama bagi UMKM untuk ‘naik kelas’ dan merambah pasar ekspor.
Di sisi lain, pemerintah menaruh target tinggi bagi UMKM terhadap penerimaan negara. Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan sebanyak 61% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbangkan dari sektor UMKM. (RCS)