Boikot Israel
Nasional

Aksi Boikot Produk Israel Berlanjut, Menteri dan Pengusaha Was-was

  • Aksi boikot itu dilakukan sebagai reaksi atas kebrutalan Israel mengebom wilayah Gaza, Palestina, yang merenggut lebih dari 10 ribu korban jiwa

Nasional

Rizky C. Septania

JAKARTA -  Aksi boikot produk Israel di sejumlah negara belum juga ada tanda-tanda berakhir. Aksi boikot itu dilakukan sebagai reaksi atas kebrutalan Israel mengebom wilayah Gaza, Palestina, yang merenggut lebih dari 10 ribu korban jiwa.

Dampaknya pun sudah terasa. Di Indonesia, sejumlah pihak khawatir aksi boikot produk Israel itu akan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Lebih-lebih beredar daftar 121 produk yang disebut-sebut berafiliasi dengan Israel.

Sejumlah produk yang termasuk dalam daftar itu di antaranya McDonalds, KFC, Pizza Hut, Burger King, Starbucks, Subway, dan produk dari Unilever seperti Rinso, Molto, Pepsodent, Close up, dan sebagainya.

Meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan rilis produk itu adalah hoaks tapi tidak berpengaruh apa pun terhadap seruan aksi boikot produk Israel.

"Aksi boikot yang belakangan marak terjadi, perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengarusutamakan perlindungan kepentingan nasional," kata Pelaksana Tugas Harian Ketua Umum Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan dalam keterangannya.

Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengeluhkan dampak dari aksi boikot produk Israel itu terhadap produk ekonomi kreatif karya anak bangsa. ”Dampak yang terjadi dan telah dilaporkan ke kami adalah produk-produk ekonomi kreatif yang dirasakan oleh pengusaha,” ujarnya.

Ketika di Indonesia harap-harap cemas aksi boikot produk Israel akan berdampak pada ekonomi, lain halnya dengan Yordania. Negara ini malah tidak menggubris aksi boikot Israel akan mengancam PHK.

Dengan lantang, warga Yordania tidak takut kena PHK. Bahkan, ada karyawannya justru memilih mengundurkan diri dari perusahaan yang dinilai mendukung Israel. Seperti dikutip dari The World, Souad al Dawood sudah tidak lagi mampir ke Starbucks dan memilih kafe lokal.

Kencangnya gerakan aksi boikot membuat Souad al Dawood sangat selektif berbelanja. "Saat ke pasar, saya melihat produknya sendiri dan membaca, terkadang saya membuka Google dan memeriksa produk apa yang ada di negara ini, perusahaannya, dari negara mana," ujarnya seraya langsung membatalkan membeli produk itu jika kemasannya tercantum Bahasa Inggris.