Aktivitas Masyarakat Meningkat, Transaksi Uang Tunai Menggeliat
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebut kelancaran sistem pembayaran, baik tunai maupun nontunai tetap terjaga. Pada Juli 2020, posisi Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh dari 2,34% (yoy) pada Juni 2020, menjadi 6,17% (yoy) dengan nilai sebesar Rp762,8 trilun. Direktur Eksekutif BI Onny Widjanarko mengungkapkan, pertumbuhan tersebut terjadi seiring mulai meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat di […]
Industri
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyebut kelancaran sistem pembayaran, baik tunai maupun nontunai tetap terjaga.
Pada Juli 2020, posisi Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh dari 2,34% (yoy) pada Juni 2020, menjadi 6,17% (yoy) dengan nilai sebesar Rp762,8 trilun.
Direktur Eksekutif BI Onny Widjanarko mengungkapkan, pertumbuhan tersebut terjadi seiring mulai meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat di masa pandemi COVID-19.
Berlawanan dengan penggunaan uang tunai, lanjutnya, pertumbuhan nilai transaksi nontunai menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM), kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik (UE) masih tercatat kontraksi 12,80% (yoy).
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Meskipun demikian, angka tersebut sudah membaik dibanding pertumbuhan Mei 2020 yang terkontraksi 24,46% (yoy). Secara rinci, Onny memaparkan nilai transaksi UE pada Juni 2020 tumbuh meningkat dari 17,31% pada Mei 2020 menjadi 25,94% (yoy).
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat berbagai perkembangan positif pada aktivitas ekonomi digital, termasuk peningkatan akseptasi masyarakat, sejalan berbagai inovasi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi digital,” ungkapnya.
Dukungan kebijakan sistem pembayaran tersebut, katanya, akan diarahkan untuk mendorong efisiensi industri dan mempercepat berbagai deliverables implementasi blueprint sistem pembayaran Indonesia (BPSI) 2025.
Penyusunan BPSI 2025 bertujuan mengoptimalisasi peluang yang diciptakan digitalisasi aktivitas ekonomi, dengan tetap mengantisipasi dan memitigasi risiko yang muncul.
Terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Sugeng pun menjelaskan, regulator memiliki peran untuk mengoptimalisasi peluang yang diciptakan oleh digitalisasi aktivitas ekonomi. Ia memaparkan lima visi dan misi ke depan penggunaan BPSI.
Pertama, mendukung integrasi ekonomi dengan keuangan digital nasional sehingga menjamin semua fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, termasuk mendorong inklusi keuangan.
Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital, melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Teknologi Digital
Ketiga, menjamin interlink antara financial technology (fintech) dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow-banking. Hal ini dilakukan melalui pengaturan teknologi digital seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), kerja sama bisnis maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat. Kewajiban keterbukaan data atau informasi bisnis publik dan penerapan regtech dan suptech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.
Terakhir, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada transaksi daring, pihaknya juga mendorong penggunaan quick response indonesian standard (QRIS) dengan metode transaksi tanpa tatap muka sebagai kanal pembayaran dalam e-commerce.