flexing.jpg
Nasional

Alasan Ilmiah Keluarga Pejabat Suka Pamer Harta

  • Kowalchyk, ahli psikologi klinis dari New York University mengatakan bahwa narsisme menjadi sebauh adaptasi yang digunakan untuk menutupi ketidakmampuannya

Nasional

Rizky C. Septania

JAKARTA - Belakangan ini, sejumlah pejabat diciduk lantaran suka pamer harta kekayaan. Namun hal tersebut bukan dilakukan oleh pejabat terkait, melainkan keluarganya.

Alhasil, hal tersebut membuat sang pejabat mendapat ganjaran dari instansi terkait. Mulai dari pencopotan jabatan hingga diberhentikan dengan tak hormat.

Menanggapi fenomena tersebut, rupanya ada beberapa alasan yang membuat orang atau khususnya keluarga pejabat memamerkan hartanya. Perilaku pamer menurut pendekatan psikologi merupakan salah satu bentuk dari narsisme. 

Mengutip Psychology today Selasa, 21 Maret 2023, Kowalchyk, ahli psikologi klinis dari New York University mengatakan bahwa narsisme menjadi sebauh adaptasi yang digunakan untuk menutupi ketidakmampuannya. Intinya, orang yang melakukan pamer atau flexing ini biasanya tergolong sebagai pribadi yang insecure.

“Perilaku pamer membuat orang lain kurang menyukai mereka dalam jangka panjang, ini membuat pelaku flexing semakin memperparah rasa insecure mereka sehingga ini menjadi lingkaran setan perilaku tersebut,” kata Kowalchyk.

Meski demikian Kowalchyk menambahkan bahwa sebetulnya perilaku manusia senang memamerkan pencapaiannya di depan orang lain in merupakan hal yang alami dan naluriah.

Sama halnya dengan Kowalchyk, laman Psych Mechanics mengatakan ada beberapa alasan mengapa banyak orang suka pamer. Pertama, orang tersebut merasa tak aman. Lantaran pamer disebut sebagai perilaku yang naluriah, ada kalanya pamer dilakukan ketika mereka memerlukannya.

Salah satu alasan yang diangkap sebagai keperluan adalah bahwa mereka menganggap  orang lain tidak menganggap mereka penting. Karenanya, agar lebih dilihat dan diperhatikan orang lain, perlu ada pembuktian bahwa mereka adalah orang penting. Salah satunya dengan pamer.

Alasan Pamer kedua adalah manipulasi diri untuk membantu melewati masa sulit. Seseorang yang pamer bisa dikatakan normal ketika dilakukan hanya sesekali. Namun, jika pamer dilakukan terus menerus, bisa jadi Ia tengah ada masalah.

Sebagai contoh, jika seseorang pamer tentang kemegahan hidupnya dan bisnis yang ia jalankan. Orang tersebut ingin percaya bahwa bisnis berjalan dengan baik, meskipun kemungkinan fakta menunjukkan sebaliknya.

Inilah yang disebut sebagai upaya menipu diri. Tujuannya untuk melewati masa-masa sulit. Jika seseorang terpaksa membual tentang keberhasilannya, bisa jadi itu dilakukan untuk membuktikan pada dirinya sendiri dan orang lain bahwa yang dilakukannya berjalan dengan baik.

Alasan ketiga adalah trauma masa kecil. Seperti yang banyak dibahas oleh ilmu psikologi klinik, pengalaman masa kecil membentuk perilaku dewasa.

Walau pada dasarnya setiap perjalanan hidup adalah proses, memilah dan mengevaluasi penting untuk bernegosiasi dengan pengalaman buruk masa kecil sehingga menemukan hal-hal baik dalam hidup.

Jika seorang anak dihujani banyak perhatian dari orang tuanya, maka ia mungkin mencoba mempertahankan tingkat perhatian itu sebagai orang dewasa. Inilah yang bisa menjadi hulu dari sikap suka pamer. Dengan kata lain, mereka mencari perhatian dengan agar diterima secara sosial.

Keempat, sikap suka pamer berkaitan dengan obsesi. Seseorang yang terobsesi ingin mendapatkan apapun termasuk perhatian publik dengan memamerkan gaya hidup kelas atas.

Kelima, sikap suka pamer sering dikaikan dengan pengakuan akan aktualisasi diri. Ketika seseorang telah merasa penuh dan cukup kebutuhan dasar dan psikologisnya, maka ia tak bergantung pada pengakuan orang lain.

Tetapi jika sebaliknya, seseorang dengan aktualisasi diri rendah akan merasa diterima oleh orang lain setelah mendapatkan pengakuan.