OJK
IKNB

Alasan OJK Cabut Izin Usaha Hewlett-Packard Finance Indonesia

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Hewlett-Packard Finance Indonesia (PT HPFI).

IKNB

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mencabut izin usaha PT Hewlett-Packard Finance Indonesia (PT HPFI). Hal ini termaktub dalam Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP30/D.06/2023 yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2023.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa menjelaskan langkah ini diambil karena PT HPFI telah dikenai tindakan penegakan kepatuhan, yakni tidak mengikuti rekomendasi hasil pemeriksaan dan tidak mematuhi standar kualitas piutang pembiayaan.

“Sebelumnya, OJK telah mengenakan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) terkait rekomendasi hasil pemeriksaan langsung dan karena PT HPFI tidak dapat memenuhi ketentuan,” tulis Aman dalam keterangan resmi OJK pada Rabu, 20 Desember 2023. 

Aman menyatakan perseron diharuskan mempertahankan rasio saldo piutang pembiayaan (Outstanding Principal) terhadap piutang bermasalah Non-Performing Financing (NPF) setelah dikurangi cadangan penyisihan penghapusan piutang pembiayaan yang telah dibentuk oleh perusahaan

“Piutang pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet dibandingkan dengan total outstanding principal, paling tinggi sebesar 5%,” ungkapnya.

Aman menyebut, OJK telah memberikan batas waktu yang memadai kepada PT HPFI untuk memenuhi rekomendasi dan ketentuan NPF. Namun, hingga saat ini, belum terdapat penyelesaian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan langsung dan pemenuhan ketentuan NPF.

Lebih lanjut, Aman menambahkan bahwa dengan dicabutnya izin usaha ini, PT HPFI tidak diizinkan melanjutkan kegiatan usaha dan diwajibkan menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Hal tersebut mencakup, pertama, penyelesaian hak dan kewajiban debitur, kreditur, dan pemberi dana yang berkepentingan. Kedua, memberikan informasi yang jelas kepada debitur, kreditur, dan pemberi dana yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban. 

Ketiga, menyediakan Pusat Informasi dan Pengaduan Nasabah di Internal Perusahaan. “Selain itu Perusahaan dilarang untuk menggunakan kata finance, pembiayaan, dan/atau kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan, dalam nama Perusahaan,” pungkasnya.