Aliran ASABRI hingga Menara MUI (Serial 2): Patgulipat Duit Reksa Dana dan Sukuk Bodong
Serial laporan khusus investigasi yang bersambung dari bagian pertama ke bagian berikutnya berjudul “Aliran ASABRI hingga Menara MUI”. Semenjak peletakan batu pertama pada 26 Juli 2018, proyek pembangunan Menara Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak kunjung rampung hingga saat ini. Padahal proyek bernilai Rp1 triliun tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2020.
Korporasi
JAKARTA – Semenjak peletakan batu pertama pada 26 Juli 2018, proyek pembangunan Menara Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak kunjung rampung hingga saat ini. Padahal proyek bernilai Rp1 triliun tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2020.
Ditetapkannya pimpinan PT Prima Jaringan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi PT ASABRI (Persero) turut memperkeruh proses pembangunan Menara MUI bernama Safa Marwa Tower tersebut.
PT Prima Jaringan sendiri merupakan pengembang proyek Menara MUI, yang mana direktur utamanya yaitu Lukman Purnomosidi saat ini telah ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus ASABRI.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Baru-baru ini terkuak fakta bahwa Asabri telah mengalirkan dananya ke PT Prima Jaringan melalui penerbitan obligasi syariah alias sukuk dalam dua tahap dengan total Rp725 miliar.
Prima Jaringan menerbitkan surat utang bernama Sukuk Mudharabah I Prima Jaringan Tahap I pada 2017 sebesar Rp600 miliar. Pada tahun 2018, perusahaan kembali menerbitkan Sukuk Mudharabah I Prima Jaringan Tahap II senilai Rp125 miliar. Kedua sukuk ini diserap seluruhnya oleh Asabri.
Semula, dana itu akan dipakai oleh Prima Jaringan untuk mengakuisisi lahan di daerah Bambu Apus Jakarta Timur. Di lahan seluas 15 hektare inilah rencananya akan dibangun sejumlah proyek properti, termasuk Menara MUI. Namun kabarnya status kepemilikan tanah tersebut saat ini diambil alih oleh pihak Kodam Jaya.
Dana Pembangunan Menara MUI Mencurigakan
Untuk membiayai proyek ambisius tersebut, diterbitkanlah reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Reksa dana berbasis syariah ini diterbitkan oleh Manajer Investasi PT Asia Raya Kapital (ARK) dengan nama Reksa Dana Syariah Asia Raya Syariah Dana Kas Wakaf MUI.
Berdasarkan informasi yang diterima TrenAsia.com, rencananya dana kelolaan nasabah pada produk reksa dana itu akan diinvestasikan pada obligasi syariah yang diterbitkan oleh Prima Jaringan. Seperti diketahui sebelumnya, dana hasil penerbitan sukuk Prima Jaringan akan digunakan sebagai biaya pembebasan lahan.
Menariknya, reksa dana yang menargetkan dana Rp1 triliun itu bagai ‘jauh panggang dari api’. Ternyata produk reksa dana ini tidak laku di pasaran. Sejak dirilis pada Oktober 2019, total dana kelolaan Reksa Dana Syariah Asia Raya Syariah Dana Kas Wakaf MUI terus menyusut.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Melansir data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aktiva bersih (NAB) atau asset under management (AUM) RDPT Menara MUI hanya sebesar Rp96,99 juta per 31 Oktober 2019. Angka ini terus menciut menjadi Rp90,92 juta pada periode November 2019, lalu pada akhir tahun 2019 hanya menjadi Rp90,11 juta.
Parahnya lagi, AUM reksa dana syariah yang dikelola ARK itu ludes tak tersisa alias Rp0 per Desember 2020. Hingga saat ini, dana kelolaan Reksa Dana Syariah Asia Raya Syariah Dana Kas Wakaf MUI masih stagnan pada posisi terakhirnya.
Hal tersebut tentu mengundang pertanyaan, mengapa proyek ambisius yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo beserta Wakil Presiden Ma’ruf Amin tak mendapatkan respons baik dari para investor. Di sisi lain, sumber TrenAsia.com menyebutkan dana yang masuk ke reksa dana kelolaan ARK itu juga berasal dari Asabri.
Belakangan, diketahui Asia Raya Kapital merupakan perusahaan manajer investasi yang mayoritas sahamnya (89%) dimiliki oleh mantan Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir. Ia juga menjabat sebagai Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN).
Ia bersama saudaranya Kamaluddin Bachir memiliki sejumlah bisnis di bidang properti melalui bendera Ika Muda Group sebelum akhirnya ia merintis usaha surat kabar dan mendirikan perusahaan manajer investasi.
Nama lain yang mengempit saham ARK adalah pakar ekonomi syariah serta tokoh MUI, Syafii Antonio. Lahir dengan nama Nio Cwan Chung, pria ini menggenggam saham ARK sebanyak 10%. Sedangkan, sisanya 1% dimiliki oleh PT Berkah Makmur Nusantara 1%.
Untuk mengetahui lebih dalam terkait produk RDPT Menara MUI yang diterbitkan ARK, TrenAsia.com pun mencoba menghubungi Soetrisno dan Syafii. Namun, keduanya bungkam saat dikonfirmasi.
Likuidasi Produk Reksa Dana
Pertanyaan lain yang timbul adalah mengapa Reksa Dana Syariah Asia Raya Syariah Dana Kas Wakaf MUI tak kunjung dilikuidasi oleh pihak ARK. Padahal jelas jika produk tersebut tidak laku.
ARK justru membubarkan empat reksa dana saham yang dikelola perseroan dengan dana kelola sebesar Rp643,45 miliar. Hal itu diumumkan manajemen ARK melalui sebuah surat kabar pada 30 Desember 2019.
Keempat reksa dana yang dilikuidasi antara lain RD Syariah Asia Raya Syariah Saham Barokah, RD Syariah Asia Raya Saham Amanah Syariah, RD Syariah Asia Raya Saham Unggulan Syariah, dan RD Asia Raya Saham Berkembang. Tak ada nama Reksa Dana Syariah Asia Raya Syariah Dana Kas Wakaf MUI pada keterangan resmi itu.
“Atas dasar inisiatif manajer investasi guna melindungi seluruh kepentingan pemegang unit penyertaan, manajer investasi dan bank kustodian mencapai kesepakatan untuk membubarkan empat reksa dana Asia Raya,” tulis pengumuman tersebut.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Manajemen menyebut, ada beberapa kondisi yang menyebabkan pembubaran keempat produk tersebut. Salah satunya karena posisi kas dan setara kas dari masing-masing produk tidak cukup menalangi penjualan unit reksa dananya.
Pada akhir November 2019, dana kelolaan RD Syariah Asia Raya Syariah Saham Barokah dan RD Syariah Asia Raya Saham Amanah Syariah masing-masing Rp128,46 miliar dan Rp96,53 miliar. Namun, kas dan setara kas produk masing-masing hanya Rp3,7 miliar dan Rp2,16 miliar.
Sedangkan, dua reksa dana lain yakni RD Syariah Asia Raya Saham Unggulan Syariah dan RD Asia Raya Saham Berkembang memiliki dana kelolaan Rp70,12 miliar dan Rp348,32 miliar, tetapi masing-masing kas dan setara kas produk itu hanya Rp376,65 juta dan Rp802,25 juta. (SKO)
Artikel ini merupakan serial laporan khusus investigasi yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Aliran ASABRI hingga Menara MUI”