Aksi Mengawal UU Pilkada di depan Gedung DPR RI, Kamis, 22 Agustus 2024.
Nasional

Amarah, Tangis, dan Harapan di Tengah Bara Api yang Membakar Senja di Senayan

  • Jika amarah dapat diibaratkan bagaikan api yang berkobar, lanskap di sekitar Senayan sudah cukup untuk melukiskannya.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Sudah menjadi semacam rahasia umum bahwa selepas pukul lima petang adalah fase ketika sebuah aksi unjuk rasa berpotensi untuk semakin bergolak.

Aksi unjuk rasa dalam rangka mengawal upaya Revisi Undang-undang (UU) Pilkada pun tidak luput dari amarah yang semakin memuncak dan sukar untuk didinginkan karena tidak adanya sinyal yang meyakinkan bahwa revisi UU Pilkada yang diinisiasi DPR RI akan dibatalkan.

Ketika TrenAsia tiba di depan Gedung DPR RI pada hari Kamis, 22 Agustus 2023, sekitar pukul 17.30 WIB, sudah tidak terdengar lagi orasi-orasi yang biasa didengungkan melalui pengeras suara, dan yang tersisa hanyalah amarah-amarah nonverbal yang mencuat melalui coretan-coretan di dinding, perusakan fasilitas publik, hingga pelemparan batu ke komplek halaman gedung DPR. 

Dari coretan-coretan yang tergurat di dinding-dinding flyover Jalan Gatot Subroto, terlihat dengan jelas bahwa amarah terhadap kekuasaan sudah tidak terbendung lagi, dan seolah-olah segala luapan emosi yang berhamburan pada petang itu adalah batu ganjalan di hati yang sudah terajut sejak lama. 

Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya
Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya

Jilatan Api

Jika amarah dapat diibaratkan bagaikan api yang berkobar, lanskap di sekitar Senayan sudah cukup untuk melukiskannya.

Di berbagai penjuru, api menjilat-jilat udara, diiringi oleh letupan-letupan dari objek-objek yang dikoyak-koyak oleh si merah, seperti pembatas jalan, kayu umbul-umbul, hingga bendera. 

Bagian-bagian infrastruktur yang menghiasi di sekitar komplek gedung DPR RI ibarat memamerkan diri sebagai pengingat akan keberadaan tampuk kekuasaan sehingga akhirnya massa pun melampiaskan amarah dengan mengoyaknya bersama api.  

Apakah ada bagian dari massa yang berusaha mencegah? Tidak. Massa justru bersorak-sorai atas detruksi tersebut, seolah api dalam dada masing-masing sudah tersulut atas langkah-langkah yang ditempuh oleh lembaga pemerintahan dalam beberapa waktu ke belakang.

Udara disesaki oleh asap api yang tidak lekas padam, dibumbui pula dengan gas air mata yang sempat dilontarkan oleh aparat kepada massa ketika ada upaya untuk merobohkan (lagi) pagar beton yang membentengi komplek gedung DPR. 

Namun, tampaknya api tidak hanya terbentang sejauh mata menggapai, tapi menyala-nyala juga di dalam setiap ruh yang menjejali lokasi aksi. 

Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya

Tangis Seorang Ibu

Ada yang percaya bahwa kesedihan yang pada umumnya memicu tangis adalah kemarahan yang terselimut dan dilembutkan menjadi suatu rasa pedih yang mengiris-iris hingga air mata menitik.

Seorang Ibu, yang terlihat menginjak usia 60 tahunan, dibantu jalannya oleh tiga pemuda di tengah lautan manusia yang bergulung di depan gerbang gedung parlemen. 

Sang ibu, yang tampaknya adalah seorang pedagang yang berjualan di sekitar area aksi, tengah menguraikan air matanya. 

Sekilas terdengar dari mulut salah seorang pemuda di sampingnya, “Udah, nggak apa-apa Bu, mahasiswa-mahasiswanya udah nggak ditembaki gas air mata lagi. Udah kok, udah nggak ada.”

TrenAsia sempat ingin mengkonfirmasi kepada sang Ibu mengenai penyebab dari perasaan sedih yang memecutnya. Namun, tampaknya situasinya kurang tepat pada saat itu. 

Akhirnya, sekuens yang sekilas itu pun menyisakan pertanyaan, “Apakah sang Ibu menangisi mahasiswa yang terkena gas air mata karena ia adalah seorang Ibu?”

Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya

Menyatukan Harapan

Amarah tetap memaksa sebagian besar massa untuk bertahan dan mereka bahu-membahu untuk menolong satu sama lain, entah itu berbagi air untuk mencuci muka atau membasahi tenggorokan, atau juga berbagi pasta gigi untuk dioleskan di sekitar pelupuk mata. 

Setiap bagian dari massa unjuk rasa bersatu-padu untuk menguatkan sesama. Mereka berteriak bersahut-sahutan memanggil bantuan medis ketika ada yang tumbang akibat kewalahan atau gas air mata. 

Di sana tidak perlu khawatir akan dahaga karena akan selalu ada uluran tangan yang menggenggam air botol kemasan. Dinding-dinding flyover pun bisa dengan mudah dilampaui karena selalu ada sambutan dari peserta unjuk rasa lainnya di sisi lain dinding. Ibadah-ibadah yang digelar di lokasi pun seakan menguatkan seluruh massa bahwa harapan akan selalu hadir walaupun ia tak kasat mata. 

Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya
Aksi Mengawal UU Pilkada, Kamis, 22 Agustus 2024. TrenAsia/Idham Nur Indrajaya

Lantunan Indonesia Pusaka

Menjelang datangnya waktu Maghrib untuk membelah siang dan malam, terdengar sorakan-sorakan dari arah Timur Laut.

Di bawah cahaya matahari yang hampir pudar seluruhnya, terlihat siswa-siswa yang masih berpakaian seragam sedang memanjati dinding flyover yang ada di sisi lain Jalan Gatot Subroto. 

Rupanya sorakan-sorakan tersebut ditumpahkan kepada para pelajar yang turut hadir. Entah apa yang mereka bicarakan ketika meminta izin kepada orang tuanya, yang jelas mereka mengadakan dirinya untuk demo darurat yang peringatannya sudah bergaung di layar-layar gawai sejak 24 jam sebelumnya. 

Ketika mereka sudah mulai mendesaki jalan utama, entah dari mana komandonya, tiba-tiba mereka melantunkan lagu Indonesia Pusaka dan diikuti oleh massa lainnya. Di bawah kegelapan yang lambat-laun mulai melunturkan cahaya langit, lantunan tembang ciptaan Ismail Marzuki itu menimbulkan nuansa mistis yang memberikan ketenangan sekaligus menggetarkan. 

Api pun dipanaskan kembali, massa kembali berdiri. Urusan belum selesai. Masih ada kepercayaan yang harus mereka tagih, masih ada yang diperjuangkan. 

Buyar

Menjelang waktu Isya, aparat mulai melakukan upaya pembubaran dengan mengeluarkan meriam air dan mulai memanfaatkan lagi gas air mata. 

Pada saat itu, TrenAsia sedang berada di arah Tenggara gedung parlemen, tepatnya di dekat belokan menuju Jalan Gerbang Pemuda. 

Aparat mengerahkan barakuda dan sebagian besar massa bergerak menuju Jalan Asia Afrika. Aparat yang memegang pengeras suara menyuarakan perintah-perintah untuk para anggota sekaligus sesekali berseru kepada massa agar membubarkan diri. 

Massa terus bergerak menyisiri Jalan Asia Afrika dan mulai memecah diri jadi kelompok-kelompok kecil. Ketika itu terjadi, sempat ada kepanikan dari para massa aksi ketika aparat mulai menaikkan tempo dan mulai memencarkan sepeda-sepeda motornya. 

Massa semakin terpecah dan bergerak untuk mundur dan membubarkan diri dengan membawa rasa lelah, dan dari kelompok-kelompok massa yang terurai, sesekali terdengar kata-kata, “Besok lanjut lagi”.