<p>Ilustrasi baterai listrik kendaraan mobil / Pixabay</p>
Industri

Ambisi Holding BUMN Ingin Jadi Pemain Utama Baterai Listrik Dunia

  • Keempat BUMN itu yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam Indonesia Battery Holding (IBH) menargetkan bisa menjadi pemain global industri baterai kendaraan listrik pada 2025.

Keempat BUMN itu yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

“BUMN memiliki ambisi besar untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik pada 2025 menjadi, pertama, pemain global material produk hulu atau nikel sulfat,” kata Ketua Tim Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery Agus Tjahajana dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, dilansir Antara, Senin, 1 Februari 2021.

Untuk bisa menjadi pemain global produk nikel sulfat, target produksi olahan mineral itu dipatok sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton per tahun guna memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Kedua, BUMN itu ingin menjadi pemain global untuk produk antara (katoda) baterai dengan target produksi prekursor sampai dengan katoda sebesar 120.000 hingga 240.000 ton per tahun. Produksi produk tersebut akan digunakan utamanya untuk industri dalam negeri dan ekspor.

“Ketiga, menjadi pemain hilir regional dan domestik di EV battery sehingga bisa menggerakkan jadi pusat manufacturing kendaraan berbasis EV di Asia Tenggara,” kata Agus yang juga merupakan Komisaris Utama MIND ID.

Agus menjelaskan potensi jika Indonesia menjadi pemain global baterai kendaraan listrik yang bisa menghasilkan US$26 miliar setara Rp364 triliun pada 2030.

Selain itu, diproyeksi ada penyerapan sekitar 23.500 tenaga kerja Indonesia dari pengembangan industri baterai kendaraan listrik dari hulu sampai hilir. Ia juga mencatat ada peningkatan neraca perdagangan hingga sekitar US$9 miliar dengan pengembangan industri tersebut.

“Potensi dampak dari ekosistem baterai EV bila Indonesia jadi pemain global akan menghasilkan sekitar US$26 miliar pada 2030 dengan asumsi kapasitas produksi 140 GWh. Tenaga kerja juga bisa dibangkitkan sekitar 23.500 orang dengan peningkatan neraca perdagangan sekitar US$9 miliar,” kata Agus.

Gedung Aneka Tambang (ANTAM) di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Investasi Industri

Sementara itu, investasi pembangunan ekosistem industri baterai kendaraan listrik secara terintegrasi dari hulu hingga hilir diproyeksikan mencapai US$13 miliar hingga US$17 miliar setara Rp182 triliun hingga Rp238 triliun.

“Dari berbagai sumber informasi dan benchmark, diketahui nilai investasi EV battery dari hulu hingga hilir terendah sampai tertinggi untuk kapasitas hingga 140 GWh berkisar antara US$13,4 miliar hingga US$17,4 miliar,” Agus.

Pengembangan ekosistem industri baterai kendaraan listrik itu meliputi industri baterai dari hulu sampai hilir termasuk infrastruktur stasiun pengisian daya (charging station) hingga daur ulang baterai.

Agus yang juga Komisaris Utama MIND ID mengungkapkan investasi yang besar itu sejalan dengan risiko teknologi yang tinggi, pasar dalam negeri yang belum besar, serta pasar yang bergantung pada original equipment manufacturer (OEM).

“Teknologi baterai yang dipakai masih tergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai off taker. Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik,” imbuhnya.

Agus menuturkan Indonesia punya potensi paling besar di antara negara ASEAN untuk bisa membangun ekosistem industri kendaraan listrik.

Selain memiliki cadangan mineral sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, pasar otomotif Indonesia juga jadi yang terbesar di kawasan.

“Bila industri baterai terbangun ditambah dengan pasar otomotif domestik yang terbesar di kawasan, maka Indonesia mempunyai potensi terbesar di antara negara ASEAN untuk membangun ekosistem industri EV,” katanya. (SKO)