Amerika dan Israel Bombardir Suriah
- Komando Sentral Amerika mengatakan sebanyak 75 target diserang. Serangan melibatkan pesawat pengebom B-52, pesawat tempur F-15, dan pesawat serang A-10.
Dunia
JAKARTA- Kurang dari 24 jam Israel dan Amerika Serikat melakukan serangan udara ke wilayah Suriah termasuk Ibukota Damaskus. Lantas apa yang diinginkan kedua negara ini?
Israel melancarkan tiga serangan udara di ibu kota Suriah pada Minggu 8 Desember 2024. Hanya beberapa jam setelah pasukan anti-pemerintah mendeklarasikan runtuhnya pemerntahan Bashar Al Assad.
Serangan menghantam sebuah kompleks keamanan dan sebuah pusat penelitian pemerintah. Fasilitas yang Israel di masa lalu digunakan oleh Iran untuk mengembangkan rudal. Serangan juga menyebabkan kerusakan parah pada kantor pusat bea cukai. elain itu juga bangunan-bangunan yang berdekatan dengan kantor intelijen militer di dalam kompleks keamanan yang terletak di Damaskus.
Salah satu sumber Israel kepada Reuters mengatakan serangan menghantam infrastruktur yang digunakan untuk menyimpan data militer sensitif, peralatan dan komponen peluru kendali.
- 17 Bank Bangkrut Sepanjang Tahun 2024, Begini Nasib Simpanan Nasabah
- Kategori dan Daftar Barang Mewah yang akan Kena PPN 12% pada 2025
- Proyeksi Saham AADI Usai Lompat 72 Persen dalam 3 Hari
Serangan lain juga terjadi di Pangkalan Mezeh Damaskus. Lokasi ini sudah berulang kali diserang Israel untuk menargetkan pasokan senjata Iran ke Hizbullah Lebanon.
Amerika di bagian lain juga melakukan serangan udara di Suriah. Serangan pada Senin dini hari dikatakan menargetkan pangkalan ISIS di Suriah.
Komando Sentral Amerika mengatakan sebanyak 75 target diserang. Serangan melibatkan pesawat pengebom B-52, pesawat tempur F-15, dan pesawat serang A-10. Komando sentral dalam pernyataannya mengatakan serangan ini untuk mencegah militan mengambil keuntungan dari situasi di negara itu.
Bagaimanapun serangan tersebut membawa pesan yang jelas. Israel tampaknya ingin menyampaikan pada penguasa baru bahwa mereka adalah kekuatan utama di kawasan tersebut. Apa yang terjadi di Suriah akan terus mendapat pengawasan ketat dari Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu mengatakan runtuhnya rezim Bashar al-Assad adalah hari bersejarah dalam sejarah Timur Tengah. “Namun Israel tetap menilai potensi bahaya dari penguasa baru,” katanya.
Dataran Tinggi Golan
Netanyahu kemudian memerintahkan militer untuk merebut zona penyangga yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dari wilayah lainnya di Suriah. Ini adalah pertama kalinya pasukan Israel ditempatkan di zona penyangga sejak perjanjian tahun 1974.
Zona yang menetapkan garis kendali antara Israel dan Suriah. Zona penyangga adalah wilayah demiliterisasi di Suriah. Wilayah ini dipatroli oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada tahun 1967 dan mencaploknya pada tahun 1981.
Para pemimpin Israel menyaksikan kejadian di seberang perbatasan di Suriah dengan perasaan campur aduk antara gentar dan gembira. Ini karena 50 tahun situasi berakhir dalam hitungan jam.
Boaz Shapira seorang peneliti di Alma Foundation menilai situasi yang biasa Israel lihat di Suriah selama 50 tahun di bawah rezim Assad telah berubah total. Alma Foundation adalah sebuah lembaga pemikir yang didedikasikan untuk isu-isu di Israel utara.
“Bashar al-Assad bukanlah sekutu, tetapi ada kesepahaman yang memungkinkan kedua negara untuk hidup berdampingan,” katanya.
Dia menambahkan meskipun Israel terkadang menawarkan perawatan bagi korban perang saudara Suriah, Israel tetap mempertahankan kenetralan resmi dalam konflik tersebut. Militer Israel juga telah bertahun-tahun menargetkan jalur pasokan Iran dan proksinya Hizbullah di Suriah dan membunuh komandan militer Iran di konsulat Iran di Damaskus. Tetapi secara umum Tel Aviv menghindari penargetan terhadap rezim Assad sendiri.
Perebutan cepat Damaskus oleh oposisi berarti bahwa para pemimpin Israel harus mengevaluasi implikasinya terhadap keamanan mereka sendiri. “Iran kini telah kehilangan salah satu benteng pertahanan terpentingnya di kawasan tersebut. Hal itu akan menjadi alasan untuk merayakan di Israel yang telah memerangi pasukan yang didukung Iran di Gaza dan Lebanon,” katanya.
Mordechai Kedar yang mengkhususkan diri dalam urusan Suriah selama 25 tahun berkarir di intelijen militer Israel mengatakan, peristiwa di Suriah merupakan efek domino dari serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel. “Bukan hanya Israel seluruh Timur Tengah akan merayakannya,” katanya.
Runtuhnya rezim Assad merupakan pukulan telak bagi Iran. Hal itu disampaikan Amos Yadlin, mantan mayor jenderal di Pasukan Pertahanan Israe. “Membangun kembali Hizbullah tampaknya semakin sulit dengan hilangnya Suriah yang menjadi garis belakang belakang logistik dan senjata dari Assad, Iran, dan Rusia,” katanya.
Di sisi lain tidak ada seorang pun yang tahu termasuk di Israel siapa yang sekarang menguasai Suriah. Dan bagaimana mereka akan menjalankan kekuasaan . Serangan itu dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham yang sebelumnya merupakan afiliasi al Qaeda. Pemerintah Amerika masih menawarkan hadiah sebesar US$10 juta untuk kepala pemimpinnya Abu Mohammad al-Golani. Sosok yang memiliki nama asli Ahmed al-Sharaa.
Kedar mengatakan meskipun mereka memiliki akar radikal indikasi awal positif. Sejauh ini mereka cukup rasional. Misalnya mereka membiarkan pemerintahan lama untuk menjalankan negara.
“Golani tampaknya belajar dari kesalahan Amerika di Irak. Mereka tidak ingin menghancurkan negara. Sebaliknya oposisi ingin sistemnya berjalan tentu saja dengan aturan dan kepemimpinan yang berbeda. Ini adalah cara yang sangat rasional untuk menjalankan negara,” katanya.
Yadlin mengatakan Golani telah menunjukkan kecanggihan politik yang hebat dan menaklukkan Suriah hampir tanpa perlawanan. Dia menyebut dalam jangka pendek penguasa baru Suriah bukanlah ancaman bagi Israel.
Prioritas utama Israel adalah mengamankan perbatasannya dengan Suriah. IDF mengatakan pengerahan pasukan di zona penyangga Golan dilakukan untuk memastikan keselamatan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan warga Israel.
Boaz Shapira dari Alma Foundation meragukan Israel ingin memprovokasi para pemimpin baru di Damaskus dengan memasuki wilayah Golan yang dikuasai Suriah. Mengambil alih lebih banyak wilayah berarti Israel harus berurusan dengan pemain lain yang mungkin tidak begitu senang dengan hal itu. “Ada puluhan milisi yang berbeda dan Ini akan menjadi tantangan yang sangat besar bagi Israel,” katanya dikutip BBC.
Momen Berisiko dan Kesempatan Bersejarah
Di bagian lain Presiden Amerika Joe Biden menyebut kejatuhan rezim Assad di Suriah sebagai momen berisiko dan kesempatan bersejarah. Gedung Putih juga menawarkan cetak biru tentang bagaimana Amerika berencana untuk mendukung kawasan tersebut.
Berbicara di Gedung Putih Biden juga mengumumkan Amerika telah melakukan puluhan serangan udara di Suriah. Biden berdalih sernagan ini sebagai komitmen untuk mencegah kebangkitan ISIS. “Kami menyadari dengan jelas fakta ISIS mencoba memanfaatkan kekosongan apa pun untuk membangun kembali kemampuannya. Dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi,” katanya.
Biden berjanji untuk mendukung negara-negara tetangga Suriah selama masa transisi dan melindungi personel Amerika dalam misi mereka melawan ISIS. Biden juga mengatakan ia berencana untuk berbicara dengan rekan-rekannya di wilayah tersebut dalam beberapa hari mendatang.