Amerika Mulai Mundur dari Afghanistan, Perang Terpanjang Berakhir Tanpa Kejelasan
Pasukan Amerika di Afghanistan/Kementerian Pertahanan AS
Dunia
KABUL-Amerika memulai proses penarikan pasukan mereka dari Afghanistan meski secara resmi baru akan dimulai pada Sabtu 1 Mei 2020. Komandan pasukan Amerika di Afghanistan Jenderal Angkatan Darat Scott Miller mengatakan “Semua pasukan kami sekarang bersiap untuk mundur.”
Bagian dari transisi termasuk penyerahan peralatan dan pangkalan militer kepada pasukan Afghanistan. Namun ada sejumlah peralatan yang harus dibawa kembali ke Amerika. Miller mengatakan dia berharap meninggalkan pasukan keamanan Afghanistan dalam posisi keamanan terbaik sambil memastikan keamanan pasukan asing saat mereka keluar.
Menteri Pertahanan Lloyd Austin pada Jumat mengirim dua pembom strategis B-52 tambahan dan memperpanjang penempatan kapal induk USS Dwight D. Eisenhower ke wilayah tersebut untuk melindungi pasukan yang ada sesuai kebutuhan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Akan sangat bodoh dan tidak hati-hati untuk tidak berasumsi bahwa mungkin ada perlawanan dan oposisi terhadap penarikan mundur oleh Taliban,” katanya sebagaimana dilansir Reuters Rabu 28 April 2021.
Setelah penarikan, satu-satunya pasukan yang ditempatkan di Afghanistan adalah yang dibutuhkan untuk melindungi kedutaan Amerika di sana. Sekarang ada lebih dari 10.000 pasukan koalisi di Afghanistan dengan sekitar 2.500 di antaranya adalah orang Amerika.
Amerika Tarik Diplomat
Miller mengatakan jika ada pernyataan yang menyebut Minggu adalah hari di mana Afghanistan kembali ke kekerasan Taliban akan tidak masuk akal dan tragis. Dia menegaskan Amerika memiliki sarana militer untuk menanggapi secara paksa segala jenis serangan terhadap koalisi dan sarana militer untuk mendukung pasukan keamanan Afghanistan.
Namun tidak bisa ditutupi Pemerintah Amerika jelas sangat khawatir penarikan pasukan tersebut akan memunculkan kekacauan. Departemen Luar Negeri Amerika bahkan telah memerintahkan penarikan diplomat dari kedutaan besarnya di Kabul sehubungan dengan situasi keamanan yang memburuk di sana. Amerika juga meminta semua warga Amerika untuk segera keluar dari negara tersebut.
Pasukan internasional secara resmi akan mulai menarik diri dari Afghanistan pada 1 Mei sementara Presiden Amerika Joe Biden telah menetapkan batas waktu 11 September untuk penyelesaian penarikan itu.
Perang Terpanjang
Penarikan ini menjadi akhir dari perang terpanjang yang dijalani Amerika. Perang dimulai ketika koalisi pimpinan Amerika pada Oktober 2001 menggempur Afghanistan sebagai buntut serangan 11 September. Sejak itu perang terus berlarut-larut bahkan tanpa ada gambaran jelas bagaimana bentuk akhir dari perang itu sendiri.
Menurut analisis baru oleh Brown University perang Afghanistan telah menghabiskan sekitar US$2,26 triliun. Pengeluaran termasuk untuk Operasi Kontinjensi Luar Negeri Departemen Pertahanan hingga memperhitungkan biaya bunga pinjaman dana dan untuk perang, serta perawatan veteran perang Afghanistan.
Laporan itu juga mencatat korban meninggal akibat perang terdiri dari 2.442 tentara Amerika, enam warga sipil Departemen Pertahanan, 3.936 kontraktor Amerika, 1.144 tentara sekutu, 66.000 hingga 69.000 militer dan polisi Afghanistan serta 9.314 tentara dan polisi Pakistan. Selain itu perang juga merenggut nyawa 47.000 warga sipil di Afghanistan, 24.000 warga sipil di Pakistan, lebih dari 51.000 pejuang oposisi di Afghanistan, sekitar 33.000 pejuang oposisi di Pakistan, 136 wartawan dan pekerja media serta 549 pekerja kemanusiaan. Total sekitar 241.000 meninggal sebagai akibat langsung dari perang.
Sebelumnya, negara itu telah kehilangan setidaknya 1,5 juta orang sebagai akibat langsung dari konflik, dengan 2 juta lainnya cacat permanen setelah invasi Soviet tahun 1979 hingga 1989. Meskipun jumlah kematian berkurang setelah penarikan Uni Soviet pada tahun 1989, itu tidak berhenti.
Perang dimulai ketika Amerika dan Inggris meluncurkan Operation Enduring Freedom pada Oktober 2001 sebagai buntut dari serangan teroris 11 September. Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO kemudian ikut bergabung dalam serangan tersebut.
Mengulang Sejarah
Afghanistan, negara multietnis terkurung daratan yang terletak di jantung Asia tengah-selatan. Terletak di sepanjang rute perdagangan penting yang menghubungkan Asia selatan dan timur ke Eropa dan Timur Tengah, Afghanistan telah lama menjadi wilayah yang diperebutkan oleh para kekaisaran. Selama ribuan tahun pasukan besar telah berusaha untuk menaklukkannya, meninggalkan jejak upaya mereka di monumen-monumen besar yang telah hancur.
Lanskap gurun dan pegunungan negara pada akhirnya telah membuat ambisi kekaisaran untuk menguasai Afghanistan hancur di tengah jalan. Rakyatnya melawan dengan sangat kuat. Mereka juga sangat merdeka. Begitu merdekanya sehingga negara itu bahkan gagal menyatukannya menjadi sebuah bangsa. Rakyat Afghanistan sendiri telah telah lama bertahan dalam konflik etnis yang tidak ada ujungnya.
Perbatasan modern Afghanistan ditetapkan pada akhir abad ke-19 dalam konteks persaingan antara kekaisaran Inggris dan tsar Rusia . Afghanistan modern kemudian menjadi pion dalam perebutan ideologi politik dan pengaruh komersial. Pada seperempat terakhir abad ke-20, Afghanistan menderita dampak yang menghancurkan dari perang saudara yang diperburuk oleh invasi dan pendudukan militer oleh Uni Soviet tahun 1979–1989.
Dalam perjuangan bersenjata berikutnya, rezim komunis Afghanistan melawan kelompok Islam tahun 1989–1992, sebelum kemudian kelompok mujahidin berkuasa. Tetapi segera dia dilawan Taliban yang mendirikan rezim teokratis (1996–2001). Kelompok ini di bawah pengaruh kuat Al Qaeda yang dipimpin Osama bin Laden. Rezim Taliban runtuh pada bulan Desember 2001 setelah kampanye militer yang didominasi Amerika. Dan kini setelah 20 tahun, Amerika berencana untuk mundur dari negara tersebut. Dengan semua kenyataan tersebut hingga awal abad ke-21, seluruh generasi Afghanistan menjadi dewasa tanpa mengetahui apa pun selain perang.
Keputusan terbaru Amerika untuk menarik pasukan dari negara tersebut seperti memiliki kesamaan dengan peristiwa sebelumnya yakni kembalinya Dost Mohammad sebagai raja pada tahun 1842, Persetujuan Jenewa 1988, negosiasi dengan Taliban pada tahun 1998, dan akhirnya perjanjian Doha di 2020.
Pengumuman penarikan Presiden Amerika Joe Biden tanpa adanya struktur pemerintahan yang kredibel di Kabul memiliki kemiripan yang mencolok dengan Kesepakatan Jenewa yang membuka jalan bagi penarikan pasukan Soviet dan mengakhiri pendudukan selama sembilan tahun. Tapi itu segera membuat Afghanistan menjadi kacau karena tidak adanya pemerintahan yang disepakati bersama. Pendudukan telah memakan korban 15.000 tentara Soviet, 1.600 tank, serta 1.000 pesawat. Sementara 35.000 tentara lainnya terluka. Itu menurut angka resmi Soviet.
Para diplomat Pakistan yang terlibat dalam negosiasi sebelum Kesepakatan Jenewa menyatakan Uni Soviet terburu-buru pergi tanpa memenuhi syarat untuk membentuk pemerintahan konsensus. Amerika di sisi lain mendukung Soviet karena lebih tertarik pada penarikan pasukan daripada membentuk pemerintahan yang stabil di Kabul.
Khawatir bahwa Presiden Pakistan Jenderal Muhammad Ziaulhaq dapat menjadikan Afghanistan sebagai basis bagi kelompok Islam yang kemudian dapat memperluas ke Asia Tengah, Amerika menentang langkah untuk menggulingkan pemerintah komunis Mohammad Najeebullah. Untuk memaksa Islamabad menandatangani pakta tanpa syarat, Amerika bahkan memberlakukan larangan 120 hari atas bantuan ke Pakistan.
Segera setelah pasukan Soviet menyelesaikan penarikan pada 15 Februari 1989, perang saudara pecah antara pemerintah komunis dan Mujahidin. Perang berlangsung hingga tahun 1992. Darah terus mengalir bahkan di antara faksi-faksi Mujahidin meski setelah mereka mengambil alih Kabul dengan menggulingkan rezim komunis.
Sebuah kesepakatan yang ditandatangani antara berbagai faksi di kota suci Mekkah di dalam Masjidil Haram saat makan sahur di bulan suci Ramadhan pada Maret 1993. Namun itu tidak dapat menghentikan pertumpahan darah. Pertikaian ini pada akhirnya menyebabkan munculnya gerakan Taliban pada bulan Agustus 1994 yang kemudian digulingkan oleh kampanye militer pimpinan Amerika pada tahun 2001.
Ironisnya, setelah sekitar 19 tahun kemudian, Amerika menandatangani perjanjian damai dengan Taliban di ibu kota Qatar, Doha pada 29 Februari 2020. Sejarah kembali terulang. Jauh pada 17 April 1998, utusan Amerika untuk PBB Bill Richardson telah merundingkan perjanjian serupa dengan Taliban. Menurut buku Roy Gutman, How We Missed the Story: Osama bin Laden, the Taliban, and the Hijacking of Afghanistan, Taliban telah menyetujui gencatan senjata dan bergabung dalam pembicaraan dengan rival United Front atau Northern Alliance.
Berdasarkan perjanjian, yang dicapai di hadapan Richardson dan duta besar Pakistan Aziz Ahmed Khan, Taliban mengizinkan pendidikan tinggi bagi wanita serta mengizinkan petugas kesehatan dan dokter untuk merawat wanita. Mereka juga berjanji melarang semua penanaman opium di Afghanistan. Perjanjian tersebut dihidupkan kembali di Doha pada tahun 2020. Namun itu dilakukan setelah perang panjang yang memakan ratusan ribu jiwa.
Peristiwa yang terjadi di Afghanistan ini juga seperti mengulang sejarah sejak perang Inggris-Afghanistan. Ketika Inggris melancarkan kampanye militer untuk mengambil alih Kabul pada tahun 1839. Inggris bertujuan untuk menyingkirkan Dost Mohammad yang bermusuhan dan mengangkat Shah Shuja sebagai raja. Tapi segera Afghanistan membalas dan membunuh sebagian besar tentara Inggris. Menurut sejarawan dan penulis Skotlandia William Dalrymple, mundurnya dari Kabul adalah bencana militer terburuk yang pernah diderita Inggris.
Aksi balas dendam dikirim yang benar-benar melenyapkan kota Kabul dan segala sesuatu yang mereka temui. Dalrymple dalam bukunya, Return of a King: The Battle for Afghanistan menulis pasukan memperkosa wanita dan membunuh anak-anak. Itu adalah contoh mengerikan dari kejahatan yang membiakkan kejahatan, dan tidak mengherankan beberapa perwira Inggris yang disambut sebagai pahlawan saat kembali di India begitu muak dengan rasa malu.
Setelah semua kehancuran itu, Inggris terpaksa kembali ke Dost Mohammad dan memintanya untuk mengambil alih kendali Kabul pada tahun 1842 karena Shah Shuja telah dibunuh. Setelah negosiasi panjang, dia kembali sebagai raja, tetapi itu setelah invasi Inggris yang telah menyebabkan 20.000 tentaranya dan puluhan ribu warga sipil tewas dalam tiga tahun.
Menariknya, sekutu Inggris Shah Shuja dan sekutu Amerika Hamid Karzai yang diangkat sebagai presiden Afghanistan segera setelah kampanye militer Amerika pada 2001 sama-sama dari suku Pashtun. Tidak itu saja Dost Mohammad dan Mullah Mohammad Omar pendiri gerakan Taliban juga bersal dari suku yang sama yakni suku Ghilzai. Suku tersebut saat ini merupakan bagian terbesar dari pasukan Taliban.
Pertanyaan besar yang membayang sekarang adalah siapa yang akan mengambil alih kendali Kabul setelah penarikan Amerika? Akankah negara jatuh ke dalam kekacauan atau raja akan kembali lagi setelah pelajaran sulit didapat? Pertanyaan itu menunggu jawaban di negara yang penuh ketidakpastian yang telah menjadi jantung sakit Asia.
Seabad yang lalu penyair dan filsuf terkenal Sir Muhammad Iqbal dalam puisi Persia yang terkenal menulis:
Asia adalah badan air dan tanah liat,
Di mana bangsa Afghanistan menjadi hatinya.
Seluruh Asia korup,
Jika hati rusak,
Penurunannya adalah kemunduran Asia;
Kebangkitannya adalah kebangkitan Asia,
Tubuh bebas hanya selama hati bebas,
Hati mati dengan kebencian tapi hidup dengan iman.
Diolah dari berbagai sumber