Amerika Serikat Sanksi Sudan Terkait Konflik RSF
- Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan, satu berbasis di Rusia, dan satu orang yang dituduh memperburuk ketidakstabilan di Sudan. Hal itu menyusul pertempuran telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan warga sipil mengungsi.
Dunia
JAKARTA - Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan, satu berbasis di Rusia, dan satu orang yang dituduh memperburuk ketidakstabilan di Sudan. Hal itu menyusul pertempuran telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan warga sipil mengungsi.
Dilansir dari Reuters, Jumat, 29 September 2023, tindakan tersebut merupakan sanksi terkini yang dijatuhkan Washington setelah perang antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter (RSF) pecah pada bulan April.
Sebelumnya, muncul rencana transisi politik dan integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata, empat tahun setelah penguasa lama Omar al-Bashir digulingkan dalam pemberontakan rakyat.
“Tindakan hari ini meminta pertanggungjawaban mereka yang telah melemahkan upaya untuk menemukan solusi damai dan demokratis di Sudan,” kata Wakil Sekretaris Departemen Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan AS Brian Nelson dalam sebuah pernyataan.
- Rekomendasi Lagu Bertema Cinta Karya The Beatles
- Meski Lagi Tren, 7 Makanan Ini Ternyata Tidak Boleh Dimasak dengan Air Fryer
- Penting Dipahami, Inilah Manfaat Kolagen untuk Kesehatan
“Kami akan terus mengincar pihak-pihak yang memperpanjang konflik ini demi keuntungan pribadi.” Departemen Keuangan menyatakan mereka menargetkan Ali Karti, mantan Menteri Luar Negeri di bawah pemerintahan Bashir, yang kemudian menjadi pemimpin Gerakan Islam Sudan setelah Bashir digulingkan pada tahun 2019.
Dia adalah tokoh terkemuka di antara para pendukung setia dan veteran rezim Islam Bashir yang berusaha melindungi kepentingan mereka dan mendapatkan kembali sebagian pengaruh setelah kudeta militer dan RSF pada tahun 2021.
Kelompok Islamis telah mendukung tentara dalam perjuangannya melawan RSF, dengan beberapa, termasuk mantan agen intelijen, bergabung dengan barisan tentara.
“Ali Karti dan para Islamis Sudan yang keras kepala lainnya secara aktif menghalangi upaya untuk mencapai gencatan senjata demi mengakhiri perang saat ini antara SAF dan RSF, serta menentang upaya-upaya warga Sudan untuk mengembalikan transisi demokratis Sudan,” kata Departemen Keuangan.
- Sarapan Oatmeal Banyak Manfaatnya, Ini Lima di Antaranya
- Harta Kekayaan Siti Choiriana, Eks Direktur Pos yang Rugikan Negara Rp232 M
- Sebelum Izin e-Commerce Diputuskan untuk Dicabut, Inilah Klarifikasi dari TikTok!
GSK Advance, sebuah perusahaan berbasis di Sudan juga mendapatkan sanksi. Departemen Keuangan menilai telah digunakan sebagai saluran pengadaan untuk RSF. GSK bekerja sama dengan perusahaan pasokan militer berbasis Rusia bernama Aviatrade.
Aviatrade juga menjadi target karena turut mengatur pengadaan suku cadang dan perlengkapan, serta pelatihan, untuk drone yang sebelumnya dibeli oleh RSF. RSF telah lama menjalin hubungan luar negeri terdekatnya dengan Uni Emirat Arab dan Rusia.
Seorang penasihat RSF Mostafa Mohamed Ibrahim mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pasukan tersebut tidak memiliki hubungan dengan dua perusahaan yang terkena sanksi. Gerakan Islam Sudan yang dipimpin Ali Karti mengeluarkan pernyataan yang menyatakan mereka mencari stabilitas bagi Sudan.
Sanksi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dinilai merupakan “lambang kehormatan.” Karti berada di Sudan ketika perang pecah, tetapi keberadaannya saat ini tidak jelas. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington telah mengambil langkah-langkah untuk memberlakukan pembatasan visa pada orang-orang yang diyakini sebagai bagian dari upaya untuk merongrong transisi demokrasi Sudan.
Itu termasuk para Islamis dan mantan pejabat Sudan, serta pihak lain yang menekan hak asasi manusia dan terlibat dalam tindakan lain. Sanksi yang diberlakukan pada hari Kamis 28 September 2023 mengikuti tindakan yang diambil terhadap wakil pemimpin RSF awal bulan ini serta sanksi yang diberlakukan AS pada bulan Juni terhadap perusahaan-perusahaan yang dituduh memicu konflik.