
Amerika vs Eropa: Dulu Sekutu Kuat, Kini Adu Otot
- Perang dagang AS-Uni Eropa kian memanas akibat kebijakan proteksionis Trump. UE berencana membatasi impor kedelai AS, sementara AS mempertahankan tarif tinggi pada baja, aluminium, dan produk lainnya. Akankah dialog meredakan ketegangan?
Dunia
JAKARTA - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) semakin memanas, menandai dimulainya babak baru hubungan ekonomi kedua kekuatan global tersebut.
Dulu dikenal sebagai sekutu kuat, AS dan UE kini terlibat dalam adu otot melalui kebijakan tarif dan pembatasan impor yang saling memengaruhi. Langkah-langkah ini dipicu oleh kebijakan proteksionis AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, yang direspons tegas oleh Uni Eropa.
AS memulai ketegangan dengan menerapkan tarif impor sebesar 25% pada baja dan aluminium mulai 12 Maret 2025. Tidak berhenti di situ, AS juga memberlakukan tarif tambahan pada sejumlah produk impor dari UE, termasuk mobil, farmasi, dan semikonduktor.
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk sekutu tradisional AS di Eropa, yang merasa dirugikan oleh langkah tersebut.
Uni Eropa, yang selama ini dikenal sebagai mitra dagang utama AS, tidak tinggal diam. Mereka merespons dengan rencana pembatasan impor produk-produk pertanian AS, seperti kedelai dan produk pangan lainnya yang tidak memenuhi standar keamanan dan lingkungan UE.
- Kebijakan Seimbang Industri Tembakau: Pilar Penting dalam Capat Target Ekonomi 8 Persen
- Pelemahan Harga Batu Bara, Bagaimana Arah Saham BUMI, ADRO, dan PTBA?
- Harga Sembako di Jakarta: Kacang Kedelai Naik, Beras IR. II (IR 64) Ramos Turun
Dialog AS-UE Berlanjut di Tengah Ketegangan
Meski ketegangan terus memanas, kedua pihak masih membuka ruang dialog. Komisioner Perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, dijadwalkan bertemu dengan pejabat AS pada 19 Februari di Washington.
Pertemuan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dan mencari solusi bersama. Selain itu, Sefcovic juga akan berpidato di American Enterprise Institute pada tanggal 21 Februari 2025, yang kemungkinan besar akan membahas langkah-langkah UE dalam menghadapi kebijakan proteksionis AS.
Presiden Trump, di sisi lain, menanggapi rencana UE dengan santai. Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif timbal balik akan tetap berjalan dan menyatakan bahwa langkah UE justru akan merugikan mereka sendiri.
"Saya tidak keberatan. Biarkan saja mereka lakukan. Itu hanya akan merugikan mereka sendiri," kata Trump, dilansir The Economist, Senin 17 Februari 2025.
Trump juga menekankan komitmen AS untuk terus memperjuangkan perdagangan adil dan melindungi kepentingan petani AS.
- Kebijakan Seimbang Industri Tembakau: Pilar Penting dalam Capat Target Ekonomi 8 Persen
- Pelemahan Harga Batu Bara, Bagaimana Arah Saham BUMI, ADRO, dan PTBA?
- Harga Sembako di Jakarta: Kacang Kedelai Naik, Beras IR. II (IR 64) Ramos Turun
AS Pertahankan Kebijakan Perdagangan Timbal Balik
Trump tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengubah kebijakan proteksionisnya. Ia menegaskan bahwa AS akan terus mempertahankan kebijakan perdagangan timbal balik untuk melindungi industri dan petani dalam negeri.
“Tidak Masalah (pembatasan produk pertanian oleh Eropa), kami akan menjual produk - produk berkualitas tinggi dari Amerika ke pasar global," tegas Trump.
Kebijakan ini dianggap sebagai upaya untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan Uni Eropa, yang selama ini menjadi salah satu isu utama dalam hubungan ekonomi kedua pihak.
Hubungan AS dan UE yang dulunya dikenal sebagai sekutu kuat dalam menghadapi berbagai tantangan global, kini berubah menjadi medan pertempuran dagang.
Kedua pihak saling berlomba melindungi kepentingan domestik mereka, meski hal ini berpotensi merusak hubungan ekonomi jangka panjang.
Perang dagang ini tidak hanya berdampak pada AS dan UE, tetapi juga pada stabilitas ekonomi global yang sudah rapuh akibat pandemi dan ketidakpastian geopolitik.