Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi APINDO
Makroekonomi

Analis Apindo: Tax Amnesty Kebijakan Kurang Ideal, Tapi Dibutuhkan

  • Seiring masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2025, kebijakan tax amnesty jilid III kembali disorot khalayak luas. Meskipun sering mendapat kritik, kebijakan ini dipandang sebagai langkah penting untuk memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Seiring masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2025, kebijakan tax amnesty jilid III kembali disorot khalayak luas. Meskipun sering mendapat kritik, kebijakan ini dipandang sebagai langkah penting untuk memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia. 

Analis kebijakan ekonomi di Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani memiliki pandangan tersendiri mengenai pro-kontra kebijakan tax amnesty tersebut. “Kebijakan tax amnesty akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh,” terang Ajib kepada TrenAsia lewat keterangan resminya, Rabu, 20 November 2024.

Tax amnesty jilid III merupakan kelanjutan setelah dua jilid sebelumnya yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 dan 2022. Ajib menjelaskan kebijakan ini walaupun dianggap tidak sempurna, tetapi tetap diperlukan. 

Menurut Ajib tax amnesty memang kebijakan yang kurang ideal, tapi diperlukan untuk memperbaiki kesadaran dan kepatuhan pajak masyarakat Indonesia. “Masyarakat Indonesia secara umum, memang masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Kalaupun masyarakat golongan yang sudah faham tentang perpajakan, budaya taat pajaknya juga masih rendah,” papar Ajib.

Saat ini Indonesia dinilai masih memiliki tax ratio yang sangat rendah sekitar 10%. Tax amnesty diklaim sebagai instrumen untuk meningkatkan kepatuhan pajak. 

Apakah Tax Amnesty Berhasil?

Pada saat pelaksanaan tax amnesty jilid I, pemerintah berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp130 triliun, dengan deklarasi harta mencapai Rp4.813,4 triliun dan repatriasi senilai Rp146 triliun. Menurut Ajib angka tersebut tergolong besar walaupun masih terdapat kritik tentang dampak langsungnya terhadap perekonomian.

Namun, saat pelaksaan tax amnesty jilid II yang dilaksanakan pada tahun 2022 tidak seberhasil jilid I. Meskipun menghasilkan setoran PPh Rp61,01 triliun dan harta bersih Rp594,82 triliun, pelaksanaan tahap II tersebut dianggap kurang efektif. 

Penyebabnya, menurut Ajib, adalah pembatasan peserta dan tarif yang tidak cukup menarik. “Tax amnesty jilid II memang tidak sesukses jilid I, diantaranya karena pembatasan peserta dan juga tarif yang cenderung kurang menarik,” kata Ajib.

Meski terdapat kekurangan, Ajib mengakui tax amnesty memiliki manfaat yang cukup besar, terutama dalam meningkatkan pemasukan negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Ajib tax amnesty berhasil memasukkan harta yang selama ini berada di underground economy ke dalam sistem keuangan yang lebih terbuka dan transparan.

Selain itu, uang yang sudah diakui dan dideklarasikan melalui tax amnesty diharapkan dapat dibelanjakan, yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan ekonomi. “Harta bersih yang dilaporkan oleh wajib pajak, akan muncul yang sebelumnya menjadi bagian underground economy, bisa masuk ke sistem keuangan Indonesia yang lebih terbuka, dan selanjutnya menjadi aset yang lebih produktif masuk dalam putaran perekonomian nasional,” jelas Ajib.

Fungsi Pajak dan Manfaat Tax Amnesty

Dalam perspektif yang lebih luas, Ajib menjelaskan bahwa tax amnesty mendukung dua fungsi utama pajak, yaitu sebagai budgeter (pendapatan negara) dan regulerend (mengatur ekonomi).  

Ajib berharap pemerintah bisa lebih bijaksana dalam merancang kebijakan tax amnesty jilid III. Pemerintah harus mampu menyusun kebijakan yang memberikan insentif cukup menarik, namun tetap memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan wajib pajak yang sudah patuh. “(Manfaat tax amnesty) kebutuhan budgeter, yaitu untuk menambah pemasukan buat APBN,” tutur Ajib.

Selain itu, dia juga berharap adanya reformasi lebih lanjut dalam sistem perpajakan Indonesia sehingga pajak bisa membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Pajak yang adil dan efisien dinilai akan memperbaiki ekonomi Indonesia secara keseluruhan. 

“Bisa membantu memberikan daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi 8%, karena tidak ada kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program tax amnesty tersebut,” pungkas Ajib.

Ajib menekankan  pemerintah hendaknya tidak hanya mengandalkan tax amnesty untuk memperbaiki kesadaran pajak, tapi juga harus melakukan upaya sistemik guna memperbaiki administrasi dan transparansi perpajakan.