Ancam Perekonomian Nasional, Ketua DPR RI Minta Komisi IX Tindaklanjuti Polemik PP 28/2024
- Agus Parmuji mengungkapkan, sejak terbitnya PP 28/2024, saat musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, sampai saat ini sudah separuh musim panen, industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.
Nasional
JAKARTA – Sikap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang memaksakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bagian XXI tentang Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463, dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan) mendapat sorotan dari sejumlah stakeholders.
Sebab, ruang lingkup pengaturan tersebut inkonstitusional dan mengancam kelangsungan perekonomian nasional.
Bahkan, polemik PP 28/2024 mendapat perhatian ketua DPR RI, Puan Maharani.
"Sehubungan dengan hal itu, kami sampaikan bahwa sesuai arahan Ketua DPR RI Dr. (H C.) Puan Maharani, surat tersebut (red: GAPPRI) akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia," bunyi kutipan surat yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Surat bernomor: B/0634PT.06/09/2024, tertanggal 25 September 2024, merupakan balasan surat yang dikirimkan oleh Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).
"Dengan hormat kami sampaikan bahwa surat Saudara nomor: D.0837/P.GAPPRI/IX/2024 tanggal 03 September 2024 Perihal: Penolakan terbitnya PP 28/2024 tentang Kesehatan sudah kami terima dengan baik. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih," demikian bunyi surat tersebut.
Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) KH Sarmidi Husna berpandangan, sikap Ketua DPR RI, ibu Puan Maharani merupakan wujud perhatian terkait polemik PP 28/2024 dan aturan turunan yang akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan usaha industri hasil tembakau nasional.
"Harapan kami, Pimpinan Komisi IX DPR RI menindaklanjuti arahan Ketua DPR RI untuk mereview polemik PP 28/2024 dengan melibatkan lintas stakeholders sehingga ada jalan tengah," kata KH Sarmidi Husna di Jakarta, Senin (20/01/2025).
Hasil kajian P3M menyatakan bahwa produk hukum PP 28/2024 terdapat banyak pasal yang bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi.
"PP 28/2024 sebagai produk hukum yang dalam proses penyusunannya tidak partisipatif karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan yang berpotensi terdampak pemberlakuan peraturan tersebut yang berpotensi mematikan ekosistem pertembakauan yang sudah berkontribusi terhadap perekonomian rakyat dan negara Indonesia," tegas KH Sarmidi Husna.
Sementara, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji mengaku pernah mengirimkan surat terbuka yang ditujukan untuk Menteri Kesehatan (Menkes) RI, bapak Ir. Budi Gunadi Sadikin, S,Si., CHFC., CLU. Surat tertanggal 02 September 2024, dengan nomor 026/DPN APTI/IX/2024, perihal penolakan PP No 28 Tahun 2024 dan produk turunannya.
Menurutnya, terbitnya PP 28/2024 dan menyusul produk turunan merupakan bentuk nyata kriminalisasi terhadap hak ekonomi petani tembakau.
"Kami sebagai bagian dari keanekaragaman Warga Negara Indonesia yang berkecimpung di sektor pertanian tembakau merasa dikriminalisasi hak ekonominya. Selama 5 tahun terakhir produk hukum yang dibuat mulai dari Undang Undang sampai Peraturan Daerah terus menerus menghimpit eksistensi pertembakauan yang dampaknya sangat terasa pada lemahnya perekonomian pertembakauan," kata Agus.
Saat ini, jutaan petani tembakau harus dihadapkan pada terbitnya PP 28/2024 yang disinyalir sebagai alat pemusnah pertanian tembakau di Indonesia.
Agus Parmuji mengungkapkan, sejak terbitnya PP 28/2024, saat musim panen yang seharusnya industri saling berkompetisi menyerap bahan baku hasil panen, sampai saat ini sudah separuh musim panen, industri sudah banyak yang mundur karena tidak melakukan pembelian atau penyerapan.
"Bagi kami para petani tembakau mengalami kebingungan karena serapan tembakau jauh dari harapan. Ini sinyal efek domino negatif pada ambruknya ekonomi di sentra pertembakauan," tegas Agus Parmuji.
Agus menegaskan, kalau Kemenkes terlalu bernafsu untuk mengimplementasikan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik, adalah arogansi kebijakan yang tujuannya untuk mengkriminalisasi atau mematikan petani tembakau. Pasalnya, produk hukum itu merupakan agenda besar global/asing dengan melibatkan kelompok anti tembakau yang sengaja akan membunuh hak ekonomi petani tembakau.
"DPN APTI menolak dengan tegas terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunan yang arahnya membunuh kelangsungan hak hidup jutaan petani tembakau. Kami akan terus melawan kedzaliman pemerintah yang merampas hak-hak petani tembakau!," pungkas Agus Parmuji.