Ancaman Resesi AS, SKK Migas Sebut Exxonmobil Tak Tahan Investasi di RI
- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut pemerintah masih melihat dampak atau potensi perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) ExxonMobil menahan investasinya usai adanya risiko resesi di AS.
Energi
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut pemerintah masih melihat dampak atau potensi perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) ExxonMobil menahan investasinya usai adanya risiko resesi di AS.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro menyebut,hingga saat ini belum ada obrolan terkait penundaan investasi ExxonMobil di Indonesia.
"Kami masih melihat dan mengevaluasi terkait dampak tersebut karena hal ini arti terkoneksi dengan kondisi ekonomi global namun apakah dampaknya akan besar masih dilihat lebih lanjut," katanya di kantor SKK Migas pada Rabu, 7 Agustus 2024.
- Lambat Buyback, BEI Ultimatum 50 Emiten yang Telah Lama Disuspensi
- Sekuritas Ini Pangkas Target Laba Bersih ACES 2024, Apa Penyebabnya?
- Arah Saham EXCL Usai Laba Medio 2024 Tumbuh 57 Persen
Hudi menjelaskan bahwa ExxonMobil masih beroperasi normal dan saat ini tengah melakukan join study invetasi lain di Indonesia.
Sekadar informasi, ExxonMobil melalui ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) bertindak sebagai operator untuk blok Cepu di Jawa Timur. Dilansir melalui situs resmi, EMCL telah menghasilkan lebih dari 600 juta barel produksi kumulatif minyak mentah dari Blok Cepu.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hasil produksi ExxonMobil Cepu untuk status 30 Juni 2024 adalah 143.946 barel per hari atau barrel of oil per day (BOPD). Sementara, produksi pada 2023 adalah 155.444 BOPD.
Tak hanya itu, Pertamina bangun kerjasama strategis dengan Korea National Oil Corporation (KNOC) dan ExxonMobil untuk pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) lintas batas antara Indonesia dan Korea Selatan.
Kerjasama ketiga pihak tersebut ditandai dengan penandatanganan Framework Agreement yang dilaksanakan di ajang The 48th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition pada Rabu 15 Mei 2024.
Melalui kerjasama ini ketiga pihak akan melaksanakan cooperative framework untuk memperluas kolaborasi trans-boundary value chain CCS serta memetakan potensi kolaborasi, transfer teknologi, transport, dan lokasi storage CO2. Hal ini diharapkan dapat mendukung pengembangan proyek CCS baik di Indonesia maupun di Korea Selatan.
Sebelumnya berdasarkan catatan TrenAsia.com, Indonesia disebut perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan resesi ekonomi yang dialami Amerika Serikat (AS). Saat AS mengalami goncangan ekonomi, akan berdampak signifikan terhadap ekonomi domestik, dikarenakan keluarnya arus modal dari Indonesia (capital flight), yang berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyoroti tingkat suku bunga domestik Indonesia masih berada di atas laju inflasi. Saat ini, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga pada 6,25 persen. Presentase tersebut dianggap cukup tinggi dibandingkan dengan inflasi saat ini.
Pada tanggal 31 Juli 2024 kemarin, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 22 tahun terakhir, yakni antara 5,25% hingga 5,5%.
Keputusan ini mencerminkan sikap kehati-hatian The Fed dalam merespons kondisi ekonomi global. Indikasi penurunan suku bunga paling cepat mungkin akan terjadi pada bulan September, namun segala keputusan The Fed tetap tergantung pada perkembangan ekonomi selanjutnya.