<p>Kantor BRI Syariah. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Industri

Ancang-ancang Aksi Korporasi Usai Merger BRIS-BSM-BNIS, Bank Syariah Kian Kompetitif

  • BRI Syariah (BRIS) saat ini masih mengkaji untuk melakukan aksi korporasi terkait pemenuhan free float pada kesempatan pertama.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Direktur Utama PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) Ngatari menegaskan merger bank syariah tidak akan menimbulkan risiko iklim yang kurang kompetitif di Indonesia.

Menurutnya, meskipun jumlah bank syariah di Indonesia berkurang dari semula berjumlah 14 menjadi 12, iklim bank syariah ke depan dinilai tetap sehat.

“Meskipun mengalami penurunan, perlu dipertimbangkan bahwa masih banyak bank-bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS),” katanya dalam keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 12 November 2020.

Secara perbankan, lanjutnya, bank syariah pun juga bersaing dengan bank umum konvensional sehingga merger tidak akan mengubah dampak yang signifikan.

Di samping itu, Ngatari juga memandang rendahnya literasi, inklusi, dan penetrasi keuangan syariah di Indonesia disebabkan karena belum ada bank yang mengakomodasi.

“Belum adanya suatu bank syariah yang memiliki kemampuan, baik dari sisi finansial maupun teknologi untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” ujarnya.

Ilustrasi logo bank-bank syariah BUMN yang bakal merger yakni PT BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT BNI Syariah / Repro
Aset Melejit

Maka, dengan adanya merger ia berharap bank syariah ini akan memiliki modal dan aset yang cukup. Diketahui, total aset dari bank hasil merger bakal mencapai Rp214,6 triliun, dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun.

Setelah penggabungan efektif, lanjut Ngatari, jumlah cabang bank tidak akan mengalami perubahan. Bank hasil merger, ujarnya, tidak memiliki rencana untuk mengurangi kantor. Meskipun demikian, beberapa cabang akan direlokasi untuk meningkatkan jangkauan layanan nasabah.

Sebelumnya, Direktur Hubungan Kelembagaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang juga anggota project management office (PMO) merger bank syariah Sis Apik Wijayanto memastikan, hingga saat ini operasional bank syariah pelat merah masih berjalan seperti biasanya.

“Pelayanan nasabah di masing-masing bank tetap berjalan seperti biasa,” ujarnya dalam konferensi virtual terkait merger bank syariah pelat merah, Selasa, 13 Oktober lalu.

Pelayanan tersebut tidak ada perubahan sampai menunggu persetujuan dari regulator terkait, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Bank Indonesia (BI).

PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT Bank BNI Syariah (BNIS) telah mempublikasikan Ringkasan Rancangan Penggabungan Usaha (merger) / Dok. Kementerian BUMN
Aksi Korporasi

Adapun terkait kepemilikan saham, Ngatari mengungkapkan bakal segera memenuhi ketentuan minimum saham publik (free float).

“Perseroan saat ini masih mengkaji untuk melakukan aksi korporasi terkait pemenuhan free float pada kesempatan pertama,” ungkapnya.

Namun, Ngatari menambahkan, apabila aksi korporasi tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat, pihaknya akan meningkatkan jumlah saham masyarakat paling lambat dalam jangka waktu dua tahun.

Seperti diketahui, BRI Syariah akan menjadi entitas penerima penggabungan usaha (surviving entity) dengan PT Bank Mandiri Syariah (BSM), dan PT Bank BNI Syariah (BNIS) pada Februari 2021.

Kepemilikan saham publik di BRI Syariah saat ini sebesar 16,47%. Adapun pascamerger, saham tersebut akan terdilusi hingga menjadi 4,4%.

Secara rinci, komposisi pemegang saham bank hasil merger akan dimiliki oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) 51,2%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) 25%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4%, DPLK BRI – Saham Syariah 2% dan publik 4,4%.

Struktur pemegang saham tersebut didasarkan atas perhitungan valuasi dari masing-masing bank peserta penggabungan.

Saat ini, dokumen ringkasan rencana merger telah disampaikan kepada seluruh regulator, baik regulator pasar modal maupun perbankan. Tahapan dan proses selanjutnya akan dilaksanakan sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku. (SKO)