<p>Warga mengikuti ujicoba Light Rail Transit (LRT) di Stasiun Boulevard Utara, Kelapa Gading, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Anggaran Bengkak Triliunan Rupiah, Bagaimana Masa Depan LRT Jabodebek?

  • Anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur LRT Jabodebek ini tercatat mengalami pembengkakan dari semula Rp22 triliun kemudian menjadi Rp23,3 triliun.
Nasional
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Pemerintah terus mengebut proyek infrastruktur, salah satunya pembangunan lintas raya terpadu (Light Rail Transit/LRT) Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (LRT Jabodebek) yang sudah dimulai sejak September 2015. 

Tujuan utama pembangunan ini tak lain untuk mengurangi kemacetan. Harapannya, masyarakat dapat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi massal, salah satunya LRT Jabodebek.

Menggandeng empat BUMN, yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Len Industri (Persero), PT INKA (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero), kereta ini ditargetkan bisa beroperasi pada Agustus 2022. Target tersebut tercatat mundur dari rencana awal yang bisa dioperasikan pada tahun ini.

Progres dan target okupansi

Nantinya, apabila sudah beroperasi secara penuh, LRT Jabodebek membidik okupansi mencapai kurang lebih 500.000 penumpang per hari. Pada tahun pertama, jumlah penumpang diharapkan bisa mencapai lebih dari 180.000 pengguna.

Adapun progres mutakhir yang dilaporkan oleh Adhi Karya, per September 2021 pembangunan prasarana LRT Jabodebek mencapai 87,54%. Rinciannya, lintas pelayanan I Cawang- Harjamukti sebesar 98,98%, lintas pelayanan II Cawang - Dukuh Atas sebesar 90,7%, dan lintas pelayanan III Cawang - Jatimulya sebesar 91,8%.

Di samping itu, progres akses stasiun tercatat sebesar 42,71%, konstruksi depo sebesar 51,39%, sarana sebesar 64,70%, dan integrasi sebesar 35,49%.

Dibangun di atas jalur sepanjang 44,43 km, LRT Jabodebek akan melintasi 18 stasiun, yakni Stasiun Dukuh Atas, Setiabudi, Rasuna Said, Kuningan, Pancoran, Cikoko, Ciliwung, dan Cawang.

Kemudian, ada Stasiun TMII, Kampung Rambutan, Ciracas, Harjamukti, Halim, Jatibening Baru, Cikunir I, Cikunir II, Bekasi Barat, dan Jatimulya.

Integrasi moda transportasi

Suasana pengerjaan pembangunan jembatan penyeberangan multiguna (JPM) Dukuh Atas, di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis, 14 Oktober 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Lintasan tersebut dinilai telah berada di jalur strategis, yakni di kawasan bisnis hingga perumahan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah mobilitas masyarakat dari atau menuju Ibu Kota.

Akses stasiun LRT Jabodebek juga akan diintegrasikan dengan moda transportasi umum lainnya. Stasiun Dukuh Atas, misalnya, berdekatan dengan Stasiun KRL Sudirman, Stasiun MRT Dukuh Atas BNI, dan Stasiun KA Bandara BNI City.

Sementara untuk integrasi dengan busway, lokasi stasiun juga berdekatan dengan halte Transjakarta. Berbagai angkutan umum daring pun bertebaran di kawasan tersebut.

Adapun dalam pembayarannya, masyarakat dapat menggunakan Kartu Uang Elektronik (KUE) maupun e-wallet lainnya untuk menggunakan LRT Jabodebek.

Anggaran investasi

Diketahui, duit yang digelontorkan untuk pembangunan ini tercatat mengalami pembengkakan. Semula Rp22 triliun kemudian menjadi Rp23,3 triliun.

Bahkan, terbaru pemerintah pun kembali menggelontorkan Rp6,9 triliun untuk KAI. Dari anggaran tersebut, Rp2,6 triliun di antaranya untuk proyek LRT Jabodebek. Sementara sisanya sebesar Rp4,3 triliun untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Suntikan dana tersebut dilatarbelakangi oleh situasi pandemi yang secara langsung maupun tidak langsung, dinilai berdampak pada keuangan KAI. Pasalnya, ekuitas perusahaan menyusut sehingga proyek-proyek yang sedang dikerjakan mengalami hambatan.

Pada semester I-2021, ekuitas KAI turun menjadi Rp16,54 triliun dari semula Rp17,04 triliun dengan liabilitas Rp37,51 triliun. Pada periode yang sama, KAI mencatat kerugian Rp454,47 miliar. Jumlah kerugian ini sudah lebih mending ketimbang tahun lalu yang mencapai Rp1,33 triliun.

Terkait Keamanan

Penampakan uji coba LRT Jabodebek yang bertabrakan. / Istimewa

Dengan anggaran investasi yang terbilang jumbo, pembangunan proyek LRT Jabodebek tentunya tak main-main. Kendati demikian, bagaimana dengan keamanan kereta ini? Pasalnya, pada saat uji coba LRT Jabodebek 26 Oktober 2021, sempat terjadi insiden kecelakaan.

Direktur Utama PT INKA (Persero) Budi Noviantoro menjelaskan, peristiwa terjadi lantaran ada satu kereta yang langsir menabrak rangkaian lain di salah satu rel. Langsir yang dimaksud merupakan istilah perpindahan rangkaian kereta di jalur rel. 

“Peristiwa tersebut terjadi di jalur layang antara Stasiun Harjamukti-Stasiun Ciracas, Jakarta Timur,” mengutip konferensi pers Budi secara daring beberapa waktu lalu.

Saat uji coba, tidak ada penumpang di dalam kereta. Budi bilang, semua masih dalam tahap pengujian, baik prosedur maupun sarana dan prasarana.

Meskipun demikian, kerusakan dapat dipastikan mencakup kabin kereta. Rangkaian kereta yang mengalami kecelakaan pun akan dikirimkan kembali ke pabrik produksi di Madiun, Jawa Timur.

Di sisi lain, ia juga mengaku ada indikasi human error. Menurutnya, saat mengemudikan kereta, masinis menjalankan dengan kecepatan lebih. Akhirnya, masinis mengalami luka ringan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. 

Saat ini, INKA masih melakukan investigasi atas kejadian tersebut. Enam kereta atau satu trainset LRT Jabodebek yang mengalami kerusakan, telah dievakuasi untuk dibongkar. 

Perbaikan kereta pun akan dilakukan di dua tempat, yakni di Jakarta apabila kerusakannya tidak terlalu parah, dan Madiun jika kerusakannya parah.

“Kami akan lakukan percepatan supaya target operasi tetap bisa berjalan sesuai rencana pada tahun depan,” ujar Senior Manajer PKBL, CSR, dan Stakeholder Relationship INKA Bambang Ramadhiarto dikutip Antara. 

Menanggapi hal ini, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jakarta Tory Damantoro mengaku, ia ikut prihatin. “Meskipun tidak diharapkan terjadi kecelakaan, tetapi untungnya kejadian itu terjadi saat uji coba, sebelum operasional penuh,” ujarnya ketika dihubungi TrenAsia, Rabu, 10 November 2021.

Kecelakaan itu pun diharapkan bisa menjadi suatu pembelajaran penting bagi INKA maupun perusahaan yang menyediakan persinyalan.

Sebab, pengemudian LRT Jabodebek sebenarnya lebih didominasi oleh sinyal. Dengan kata lain, sudah semi otomatis. “Jadi sebetulnya masinis itu sifatnya hanya menjaga bukan pengemudi utama,” katanya.

Teknologi LRT Jabodebek diketahui menggunakan CBTC-Moving Block yang menjadikannya sebagai LRT tanpa masinis atau driverless ke-3 di Indonesia setelah Skytrain Bandara Soekarno Hatta dan MRT Jakarta (semi driverless).