Karyawan beraktifitas di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin, 13 Desember 2021 . Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
IKNB

Anggota AAJI yang Belum Memenuhi Ekuitas Minimum Tinggal Kurang dari 10 Perusahaan

  • Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyatakan bahwa peningkatan modal minimum ini dianggap sebagai langkah objektif yang baik untuk pelaku industri asuransi jiwa.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengumumkan bahwa beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia diharuskan meningkatkan ekuitas atau permodalannya menjadi minimal Rp 250 miliar sebelum 31 Desember 2026. 

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menyatakan bahwa peningkatan modal minimum ini dianggap sebagai langkah objektif yang baik untuk pelaku industri asuransi jiwa.

Budi menjelaskan bahwa peraturan baru, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 23/2023, yang mewajibkan peningkatan ekuitas ini, bukanlah suatu kejutan bagi industri tersebut, karena AAJI telah memberikan masukan terkait peraturan tersebut. 

Dalam acara Outlook Industri Asuransi Jiwa dan Ekonomi Tahun 2024 di Jakarta, Budi menyatakan bahwa sebagian masukan dari asosiasi telah terakomodir dalam POJK yang baru.

AAJI memiliki hampir 60 perusahaan anggota, dan menurut Budi, kurang dari 10 perusahaan di antaranya masih memiliki ekuitas di bawah Rp250 miliar yang harus dipenuhi sebelum batas waktu 31 Desember 2026. 

“Anggota AAJI hampir 60 perusahaan, dan yang mungkin (ekuitasnya) kurang di bawah 10 perusahaan,” kata Budi kepada wartawan pada acara Media Workshop AAJI, Kamis, 25 Januari 2024.

Budi menegaskan bahwa aturan tersebut memberikan waktu dua tahun bagi perusahaan dengan ekuitas di kisaran Rp100 miliar sampai Rp200 miliar untuk memenuhi persyaratan modal minimum sebesar Rp250 miliar.

Sebelum diterapkannya aturan ini, AAJI menginginkan agar kenaikan modal tidak terlalu besar, dan memberikan jangka waktu yang cukup panjang untuk pemenuhan persyaratan. 

Budi menyatakan bahwa hasilnya terbilang wajar, dengan perusahaan yang belum memenuhi persyaratan masih diberikan izin untuk beroperasi, meskipun dengan keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan yang telah memenuhi modal sebesar Rp1 triliun.

Budi juga menekankan bahwa perusahaan yang belum mencapai ekuitas minimum Rp250 miliar pada tahun 2026 perlu mencari solusi penambahan modal. 

Menurut Budi, perusahaan dengan ekuitas di bawah ketentuan minimum memang bisa menambah modal dari pemegang saham sebagai solusinya. 

Kendati demikian, penambahan modal melalui pemilik saham bukan pilihan yang populer karena industri asuransi sendiri sedang dihadapi sejumlah tantangan.

“Kalau kita lihat pendapatan premi tahun 2023 kan susut, yang esensinya datang dari unitlink, sementara kalau bisnis lagi susut kemudian perusahaan minta tambah modal kepada pemegang saham, tentu pemegang saham akan berfikir dua atau tiga kali,” kata Budi.