Angka Pernikahan Anjlok, Gen Z Makin Berhitung Soal Finansial
- Laporan Statistik Pemuda Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan peningkatan jumlah pemuda yang menunda menikah, dari yang tadinya 54,11% pada tahun 2014 menjadi 68,29% di tahun 2023.
Rumah & Keluarga
JAKARTA - Tren penurunan angka pernikahan di Indonesia menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan signifikan.
Pada tahun 2023, hanya tercatat 1.577.255 pernikahan, berkurang sekitar 128 ribu dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih mencolok lagi, angka tersebut mencerminkan penurunan sebesar 28,63% dalam satu dekade terakhir.
Laporan Statistik Pemuda Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan peningkatan jumlah pemuda yang menunda menikah, dari yang tadinya 54,11% pada tahun 2014 menjadi 68,29% di tahun 2023.
Tren ini tidak lepas dari sejumlah faktor, termasuk diberlakukannya UU Nomor 16 Tahun 2019 yang menaikkan usia minimal menikah menjadi 19 tahun. Faktor lain yang memengaruhi adalah semakin tingginya prioritas pemuda terhadap pendidikan, karier, dan pengembangan diri, serta berkurangnya tekanan sosial untuk segera menikah.
Tren menunda pernikahan lebih terlihat di kalangan pemuda perkotaan dibandingkan pedesaan. Pada tahun 2023, sebanyak 75,52% pemuda perkotaan menunda menikah, sementara di pedesaan angka tersebut hanya 61,97%.
Perbedaan ini mencerminkan pandangan hidup yang berbeda, di mana pemuda perkotaan cenderung memprioritaskan pencapaian individual sebelum memulai kehidupan berumah tangga.
- Ironi Hukum, Perusahaan Miliki Sertifikat Laut Meski Dilarang UU
- Amerika Keluar dari Perjanjian Paris, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?
- Resep Javier Milei Bikin Anggaran Argentina Surplus Setelah 14 Tahun Tekor
Pandangan Gen Z Terhadap Pernikahan
Mahasiswa generasi Z memiliki pandangan yang beragam mengenai pernikahan, mencerminkan prioritas dan nilai yang berbeda. Direktur Pendidikan dan Pelatihan, Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Cabang Solo, Rauhan Fikri Kusumah, menekankan pentingnya kesiapan mental dan finansial sebelum menikah.
Menurut Rauhan pernikahan merupakan momentum sakral yang idealnya hanya terjadi sekali dalam hidup. Karena itu, baginya pernikahan harus dipersiapkan dengan matang. Rauhan juga mengungkap, penghasilan tetap dan kemampuan mencukupi kebutuhan istri serta anak menjadi kunci utama langgengnya pernikahan.
“Sebelum menikah, selain kesiapan mental, kestabilan finansial juga menjadi faktor yang sangat penting. Pernikahan adalah momen besar yang idealnya terjadi sekali seumur hidup, sehingga perlu dipersiapkan dengan matang untuk memastikan kelangsungan kehidupan berkeluarga yang harmonis dan sejahtera,” papar Rauhan kepada TrenAsia di Solo, Kamis, 23 Januari 2024.
Ia menekankan pentingnya perencanaan masa depan yang mencakup pendidikan dan pengembangan keterampilan sebelum benar-benar memutuskan menikah. Dalam pandangannya, kesiapan finansial yang kurang dapat memicu tekanan mental dan menghambat pembangunan rumah tangga yang kokoh.
- Ironi Hukum, Perusahaan Miliki Sertifikat Laut Meski Dilarang UU
- Amerika Keluar dari Perjanjian Paris, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?
- Resep Javier Milei Bikin Anggaran Argentina Surplus Setelah 14 Tahun Tekor
“Sebaiknya mantapkan dulu kondisi finansial, usaha, dan gambaran masa depan yang jelas. Setelah semuanya siap, barulah mempertimbangkan untuk memiliki anak, agar kebutuhan pendidikan mereka, baik soft skills maupun hard skills, dapat tercukupi dengan baik,” pungkas Rauhan.
Pandangan hampir serupa datang dari Abiyoso Marzidan, Kepala Departemen Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Islam Fisip, Universitas Sebelas Maret (UNS). Dia menyoroti pentingnya pertimbangan matang sebelum menikah.
Bagi Abiyoso, pernikahan merupakan keputusan besar yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk emosi, pikiran, dan kondisi ekonomi. “Pernikahan tidak hanya tentang menjalin hubungan dengan pasangan, tetapi juga tentang membangun fondasi yang kuat untuk kehidupan bersama di masa depan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Abiyoso menekankan pentingnya mempersiapkan diri secara matang sebelum menikah, baik dari segi emosional, mental, maupun finansial. Menurut Abiyoso, kesiapan emosional melibatkan kemampuan untuk menghadapi konflik, berbagi tanggung jawab, dan mendukung pasangan dalam berbagai situasi.
Selain itu, kondisi ekonomi yang stabil menjadi aspek penting untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan mengurangi potensi stres akibat masalah keuangan. “Apakah kita memiliki kesiapan untuk menikah?, padahal menikah adalah hal yang paling penting untuk diperhatikan, apakah kita siap untuk menjalani perang panjang sampai akhir hayat, idealnya,” jelas Abiyoso.
Fenomena penurunan angka pernikahan di Indonesia mencerminkan perubahan pola pikir dan prioritas generasi muda. Generasi Z, khususnya, menilai pernikahan sebagai keputusan besar yang memerlukan kesiapan mental, finansial, dan perencanaan masa depan.
Meski pernikahan dini masih terjadi di beberapa kalangan, pandangan tentang pentingnya kesiapan secara menyeluruh semakin dominan, terutama di kalangan pemuda perkotaan.
Pergeseran ini membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang bagaimana masyarakat dan pemerintah dapat mendukung generasi muda dalam mencapai kesiapan tersebut, termasuk melalui edukasi tentang perencanaan keluarga dan penguatan ekonomi individu.