Ilustrasi pernikahan.
Nasional

Angka Pernikahan di Indonesia Sentuh Titik Terendah

  • Pernikahan tidak lagi menjadi prioritas. Hal ini dapat dilihat dari data yang disajikan dalam laporan BPS berjudul Statistik Indonesia 2024, yang menunjukkan angka pernikahan di Indonesia terus menurun dan mencapai titik terendah.
Nasional
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Pernikahan tidak lagi menjadi prioritas. Hal ini dapat dilihat dari data yang disajikan dalam laporan BPS berjudul Statistik Indonesia 2024, yang menunjukkan angka pernikahan di Indonesia terus menurun dan mencapai titik terendah.

Pada tahun 2023, jumlah pernikahan di Indonesia mencapai 1.577.255, turun sekitar 128.000 dari tahun sebelumnya. Namun, itu hanya perbandingan satu tahun terakhir. Jika kita melihat sepuluh tahun terakhir, data BPS menunjukkan penurunan signifikan sebesar 28,63%, atau sekitar 632.791.

Data pernikahan yang dipublikasikan BPS adalah data pernikahan untuk semua usia dalam agama Islam. Data ini dikumpulkan oleh BPS dari Dirjen Bimas Islam yang berasal dari pencatatan Kantor Urusan Agama (KUA).

Di DKI Jakarta, angka pernikahan turun hampir empat ribu kasus, dari 47 ribu menjadi 43 ribu. Sementara di wilayah Papua, tercatat sebagai yang memiliki angka pernikahan terendah, dengan penurunan dari sekitar 4 ribu kasus menjadi seribu kasus.

Jawa Barat juga melaporkan penurunan dalam angka pernikahan, meskipun tidak secara signifikan seperti wilayah lainnya. Meski begitu, Jawa Barat tetap menjadi wilayah dengan jumlah pernikahan tertinggi di Indonesia, dengan mencapai 300 ribu.

Sementara itu, angka perceraian dalam tiga tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Pada 2021, lebih dari 477 ribu kasus perceraian. Angka ini meningkat menjadi lebih dari 500 ribu kasus pada tahun 2022, dan kemudian kembali turun menjadi 463 ribu kasus pada tahun 2023.

Terdapat beberapa faktor atau pemicu yang menjadi latar belakang dari peningkatan angka perceraian. Yang paling umum adalah perselisihan terus menerus, dengan jumlah kasus mencapai 250 ribu, diikuti oleh masalah finansial yang melibatkan lebih dari 100 ribu kasus. Selain itu, terdapat faktor seperti salah satu pihak meninggalkan hubungan, serta kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Angka perceraian terbanyak terjadi di Jawa Barat, dengan laporan mencatat sebanyak 102.280 kasus.

data perceraian dalam tiga tahun terakhir menunjukkan pada tahun 2021 mencapai 447.743, di tahun 2022 sebesar 516.334 dan di tahun 2023 seberar 463.654.

Tunda Nikah Makin Banyak

Selain merilis laporan Statistik Indonesia 2024, BPS juga merilis Statistik Pemuda Indonesia 2023. Dari laporan tersebut, terlihat tren yang menunjukkan jumlah pemuda yang menunda pernikahan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Definisi pemuda yang digunakan BPS mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Menurut undang-undang tersebut, pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia antara 16 hingga 30 tahun.

Pada tahun 2023, jumlah pemuda yang belum menikah mencapai 68,29%, sedangkan pada tahun 2014, angka tersebut sebesar 54,11%.

BPS mencatat peningkatan persentase pemuda yang belum menikah salah satunya disebabkan oleh adanya kebijakan usia minimal perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

UU tersebut mengubah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal bagi perempuan untuk menikah. Sebelumnya, batas usia minimal bagi perempuan adalah 16 tahun, namun dengan perubahan ini, batas usia minimal untuk perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun.

Tidak hanya itu, BPS juga mencatat beberapa faktor lain, seperti keinginan untuk mengejar kesuksesan dalam pendidikan dan karier, pengembangan diri, serta penurunan tekanan dari lingkungan sosial.

Perbedaan tren penundaan pernikahan mayoritas terlihat antara kota dan desa. Pada tahun 2023, sekitar 36,75% pemuda di desa sudah menikah, sementara hanya sekitar 21,08% pemuda di kota yang sudah menikah.