Halo Berita

Angka Perokok Anak Diprediksi akan Terus Meningkat

  • Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang perlindungan anak yakni Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia memprediksi jumlah perokok usia muda (10-18 tahun) di tanah air akan terus meningkat. Direktur Eksekutif Alit Indonesia Yuliati Umrah menyatakan saat ini jumlah perokok anak ada sebanyak 7,8 juta orang. Angka ini dinilai akan terus bertambah menjadi 15,8 juta anak […]

Halo Berita
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

Lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang perlindungan anak yakni Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia memprediksi jumlah perokok usia muda (10-18 tahun) di tanah air akan terus meningkat.

Direktur Eksekutif Alit Indonesia Yuliati Umrah menyatakan saat ini jumlah perokok anak ada sebanyak 7,8 juta orang. Angka ini dinilai akan terus bertambah menjadi 15,8 juta anak atau 15,91% pada 2030.

“Meski Pemerintah telah menyiapkan regulasi yang mengatur larangan untuk pedagang menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun, namun aturan tersebut belum cukup ampuh mengatasi persoalan rokok dan anak. Faktanya, jumlah perokok anak tiap tahunnya terus mengalami peningkatan,” katanya, Sabtu, 30 Mei 2020.

Menurutnya ada satu hal yang juga menjadi faktor pendorong anak dan remaja untuk merokok adalah fenomena mengenai rokok murah, sehingga anak-anak dapat menjangkau rokok dengan mudah.

Yuliati menyebutkan pemerintah menaikkan cukai supaya rokok semakin mahal serta menetapkan harga minimum. Harga ini bahkan tercantum di pita cukai yang menempel pada bungkus rokok. Namun ironisnya, di lapangan banyak rokok yang didiskon serta dijual jauh di bawah harga pita cukai.

“Selain kenaikan harga cukai sebagai pengendalian konsumsi rokok, diperlukan pemahaman yang tepat tentang dampak mengenai rokok ini pada anak-anak yang belum bisa memberikan keputusan untuk dirinya sendiri, apalagi berkaitan dengan tumbuh kembang anak,” jelasnya.

Yuli memaparkan, terdapat tiga hal yang harus segera dilakukan agar anak-anak tidak terpapar penyalahgunaan konsumsi rokok. Pertama, konsistensi pelaksanaan regulasi dan kaidah distribusi. Kedua, pengaturan harga rokok dan mekanisme penjualan yang aman dari jangkauan anak-anak.

Dikatakannya, penegakan aturan perlu menjadi perhatian agar anak tidak menjadi korban substance abuse. Penggunaan rokok pada anak sebenarnya sama kadar penyalahgunaannya pada anak yang menggunakan alkohol dan obat obatan.

“Maka pelarangan yang seharusnya diberlakukan sama pada anak yang membeli dan menggunakan bahan-bahan berbahaya atau substantif yaitu alkohol, obat obatan/medicine termasuk jamu dan rokok tanpa pengawasan dokter,” terang Yulianti.

Hal tersebut, tambahnya, merujuk pada pasal 33 konvensi hak-hak anak dimana indonesia telah meratifikasi pada tahun 1989 dan telah mengadopsinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pada tahun 2002.

Kemudian, upaya yang ketiga yakni edukasi manfaat dan bahaya produk turunan tembakau. Menurutnya, hal ini tidak kalah penting dari sekadar penertiban aturan konsumsi, distribusi, dan harga karena anak-anak harus tahu apa sesungguhnya manfaat dan bahaya produk tembakau, khususnya rokok.

“Dengan demikian, anak-anak akan mampu mengukur risiko yang ditimbulkan dari konsumsi rokok. Pemerintah juga harus serius dalam penegakkan peraturan, utamanya terkait pengawasan penjualan serta mengawasi harga rokok di pasar” kata dia.