Sejumlah penumpang pesawat berjalan setibanya di Terminal 2 dan 3 Domestik Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. PT Angkasa Pura II mencatat pada Minggu 8 Mei 2022 pergerakan penumpang yang datang dan pergi melalui Bandara Soekarno Hatta yaitu sebanyak 150.473 penumpang. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Angkasa Pura II Tegaskan Komitmen ESG dengan Master Plan Eco-Airport

  • PT Angkasa Pura II patenkan rencana master plan eco-airport untuk mempertegas tindakan perusahaan terhadap environment, social, and governance (ESG).
Nasional
Feby Dwi Andrian

Feby Dwi Andrian

Author

JAKARTA - PT Angkasa Pura II patenkan rencana master plan eco-airport untuk mempertegas tindakan perusahaan terhadap environment, social, and governance (ESG).

Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin menyampaikan, semenjak COVID melanda Tanah Air perusahaan terus berbenah dan berinovasi, salah satunya dengan inisiatif master plan eco-airport.

"Inisiatif tersebut bertujuan untuk melindungi lingkungan dari pengaruh dampak penting pengoperasian dan pengembangan bandar udara," kata Awaluddin dalam laporan berkelanjutan, dikutip Sabtu, 1 Oktober 2022.

Ia menambahkan, perusahaan juga terus berupaya menerapkan konsep airport garden dengan memberikan daerah resapan air dan tata ruang bandara bernuansa taman.

Lebih lanjut, menurut Awaluddin upaya-upaya tersebut merupakan bentuk dedikasi Angkasa Pura II dalam melanjutkan kesinambungan bisnis perusahaan yang mampu bertumbuh di masa kini, juga di masa yang akan datang.

Selain itu, perusahaan juga mengembangkan desain bangunan ramah lingkungan antara lain dengan membuat atap bangunan bergaya modern dengan memanfaatkan sinar matahari dari luar untuk penerangan di siang hari sehingga menghemat penggunaan listrik.

Kemudian, Angkasa Pura II juga mengadopsi berbagai kebijakan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak, air, serta mengelola limbah dengan baik sesuai regulasi yang berlaku.

"Kebijakan efisiensi berhasl menurunkan penggunaan listrik dari 298.342.691 kWh atau setara 1.074.034 GigaJoule (GJ) pada tahun 2020 menjadi 247.284.044 kWh atau setara 890.223 GJ," tambah Awaluddin.

Awaluddin menambahkan penurunan tersebut sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca tidak langsung yang bersumber dari penggunaan listrik.

Sementara itu, dalam aspek sosial perusahaan telah menunaikan kewajiban untuk memenuhi tanggung jawab kepada pemangku kepentingan internal maupun eksternal.

Kepada karyawan dan manajemen sebagai pemangku kepentingan internal antara lain perusahaan memberikan upah yang layak, waktu kerja yang jelas, memperlakukan secara setara/non-diskriminatif, serta menyediakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Dalam upaya mendukung sepenuhnya komitmen pemerintah Indonesia dalam menangani pemanasan global dan perubahan iklim, Angkasa Pura II terus berupaya secara maksimal meningkatkan daya dukung lingkungan.

Selain itu, perusahaan juga menganalisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL), serta melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).

"Perusahaan turut serta mengawasi melalui AMDAL lalu UKL-UPL, kemudian memenuhi baku mutu lingkungan, serta mengedepankan operasionl Angkasa Pura II yang ramah lingkungan," kata Awaluddin.

Lebih lanjut, Awaluddin menambahkan bahwa Angkasa Pura II telah melakukan upaya untuk mengembangkan konsep bandar udara yang mendukung pelestarian alam dan ramah lingkungan seperti berikut.

1. Konsep Airport Garden dan Eco Airport

Pengembangan bandar udara yang dimiliki Angkasa Pura II telah menggunakan konsep airport garden dengan memberikan ruang/daerah resapan air dan tata ruang bandara bernuansa taman.

2. Desain Bangunan Ramah Lingkungan

Desain bangunan bandar udara dengan tema ramah lingkungan telah diterapkan di beberapa bandar udara antara lain Bandar Udara Kualanamu dan pengembangan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Spesifikasi yang diterapkan antara lain:

a. Atap bangunan bergaya modern dengan pemanfaatan sinar dari luar untuk penerangan siang hari, sehingga terdapat penghematan energi listrik.

b. Dinding kaca bangunan yang transparan sehingga memungkinkan cahaya masuk ke dalam bangunan.

3. Pengelolaan Limbah/Sampah Air (Cair)

Sistem water treatment sehingga air dapat dikembalikan ke alam dengan aman sebagai penyiraman tanaman dan taman bandara.

4. Pengelolaan Limbah/Sampah Padat

Pengelolaan limbah padat melalui proses pembakaran untuk menghilangkan endemi penyakit dari daerah lain, khususnya dari luar negeri.

Sementara itu, dalam hal pengelolaan energi Angkasa Pura II menyadari bahwa listrik dan BBM termasuk dalam energi tak terbarukan yang ketersediaannya semakin terbatas.

"Oleh karena itu, perusahaan berkomitmen untuk melakukan berbagai kebijakan efisiensi penggunaan listrik dan BBM, yang sekaligus merupakan langkah nyata untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kedua sumber energi tersebut," ungkap Awaluddin.

Ia melanjutkan, langkah nyata yang diambil untuk penghematan energi listrik antara lain adalah memasang taxiway light di Bandara Soekarno-Hatta dengan lampu jenis LED.

Adapun total penggunaan BBM, Awaluddin menyampaikan, berupa bensin dan solar selama tahun 2021 tercatat sebanyak 777.687,26 liter, atau setara dengan 26.597 GJ, naik dibanding tahun 2020 yang mencapai 763.026,45 liter atau setara dengan 26.096 GJ.

Sumber: Laporan Berkelanjutan Angkasa Pura II

Selain energi, air merupakan salah satu kebutuhan penting bagi Angkasa Pura II dalam memberikan layanan jasa kebandarudaraan.

Perusahaan menyadari bahwa persediaan air bersih semakin terbatas. Air baku untuk PDAM, sebagai contoh, kualitasnya semakin buruk akibat pencemaran sehingga proses pengolahannya membutuhkan upaya ekstra.

Di sisi lain, ketersediaan air tanah juga terus berkurang sejalan dengan semakin masifnya pengambilan air tanah untuk berbagai keperluan manusia.

Selain melakukan kampanye dan himbauan penghematan air, upaya penghematan air dilakukan dengan melakukan proses pengolahan limbah air (recycle) dari penggunaan air di bandara melalui sistem daur ulang water treatment.

Sistem water treatment bertujuan agar air dapat dikembalikan ke alam dengan aman, dan selanjutnya digunakan sebagai penyiraman tanaman dan taman bandara.

Sementara itu, dalam menjalankan operasional jasa kebandarundaraan, Angkasa Pura II menghasilkan gas rumah kaca (GRK) (cakupan pertama) yaitu GRK langsung yang bersumber dari penggunaan BBM untuk kendaraan operasional, genset dan lain-lain.

Adapun, emisi GRK (cakupan dua) tidak langsung yang bersumber dari penggunaan listrik. Selain itu, perusahaan juga berkontribusi terhadap emisi GRK tidak langsung lainnya (cakupan tiga) atas konsekuensi dari kegiatan perusahaan seperti perjalanan dinas dengan pesawat terbang. Baik emisi cakupan satu, dua, dan tiga unsur yang dominan adalah karbondioksida (CO2).

Pada tahun 2021, emisi cakupan satu tercatat sebesar 2.584 ton CO2eq, naik dibanding tahun sebelumnya dengan total emisi sebesar 2.196,90 ton CO2eq.

Sedangkan emisi cakupan dua tahun 2021 terbilang sebesar 130.878,70 ton CO2eq, turun dibanding tahun 2020 yang mencapai 640.375,80 ton CO2eq.

Total emisi yang dihasilkan pada tahun 2021 adalah sebesar 133.463,10 ton CO2eq, turun dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 642.572,86 ton CO2eq.

Sumber: Laporan Berkelanjutan Angkasa Pura II

"Adapun penghitungan emisi GRK cakupan tiga tidak langsung lainnya dihitung dengan menggunakan kalkulator karbon ICAO (International Civil Aviation Organization/Asosiasi Penerbangan Sipil Internasional)," kata Awaluddin.

Awaluddin menambahkan bahwa penghitungan berdasarkan kelas kabin dan jarak antara bandara keberangkatan dengan bandara kedatangan.

Lalu, dalam laporan ini, menurut Awaluddin merujuk pada perjalanan dinas dengan pesawat terbang yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi.

Berdasarkan perhitungan tersebut, emisi GRK cakupan tiga tidak langsung lainnya pada tahun 2021 tercatat sebesar 9.939 kg CO2eq.

Lebih lanjut dalam hal pengelolaan limbah, Angkasa Pura II melakukan pengelolaan limbah padat/sampah serta limbah B3 secara terpadu dan terintegrasi dengan baik.

Dengan demikian, limbah tersebut tidak menimbulkan dampak negatif seperti bau, penyakit, kotor, dan dampak lainnya.

Salah satu komponen lingkungan yang menjadi perhatian dalam mewujudkan eco airport adalah pengelolaan limbah padat dan efluen, termasuk di dalamnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3).

Limbah padat/sampah merupakan salah satu dampak pengoperasian bandar udara. Sampah yang dihasilkan bandar udara dikategorikan sebagai sampah sejenis rumah tangga dalam kawasan khusus.

Adapun tahap-tahap pengelolaan limbah bandar udara yang dikelola oleh Angkasa Pura II adalah sebagai berikut:

- Tahap 1 - Pemilahan

Melakukan pemilahan paling sedikit terhadap lima jenis sampah antara lain: sampah mengandung B3 serta limbah B3, sampah mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya.

- Tahap 2 - Pengumpulan

Menyediakan TPS, TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), dan menyediakan alat pengumpul untuk sampah terpisah.

- Tahap 3 - Pengangkutan

Pengangkutan sampah dari TPS atau TPS 3R ke tempat pemrosesan akhir (TPA).

- Tahap 4 - Pengolahan

Pengolahan berupa: pemadatan sampah, pengomposan sampah, pendaurulangan materi sampah, mengubah sampah menjadi energi.

- Tahap 5 - Hasil Akhir

Limbah/sampah bandar udara dikelompokkan dalam empat kategori antra lain:

a. Limbah/sampah landside (terminal, kargo, perkantoran, landscape, parkir) 
b. Limbah/sampah airside (pesawat, landscape
c. Limbah/sampah B3 (limbah airside, limbah landside, kendaraan, genset) 
d. Limbah/sampah proyek pengembangan bandar udara.

Untuk menghitung limbah yang dihasilkan berupa sampah sejenis sampah rumah tangga (non B3) adn sampah industri (limbah B3) di bandara-bandara yang dikelola, perusahaan bekerja sama dengan pihak ketiga yang independen.

Per 31 Desember 2021, total sampah dan limbah yang dihasilkan tercatat sebesar 2.770.05 ton, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 86.618,96 ton.

Sumber: Laporan Berkelanjutan Angkasa Pura II 

Dengan pengelolaan limbah yang baik, selama tahun pelaporan, tidak tercatat adanya tumpahan limbah yang signifikan di area operasi perusahaan.

Selain itu, juga tidak ada laporan mengenai material tumpahan yang dampaknya signifikan bagi lingkungan, baik berupa tumpahan minyak, bahan bakar, zat/bahan kimia maupun zat-zat berbahaya lainnya.