<p>Warga membeli makanan untuk berbuka puasa di Pasar Takjil Benhil, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Anomali, BI Prediksi Saat Ramadan dan Lebaran Justru Deflasi 0,04%

  • Artinya, perkembangan harga-harga kebutuhan utama sebagian besar mengalami penurunan. Terjadinya deflasi saat Ramadan dan menjelang Lebaran ini merupakan sebuah anomali yang biasanya harga melonjak tajam dan mengakibatkan inflasi.

Industri

Aprilia Ciptaning

Bank Indonesia (BI) memprediksi terjadi deflasi 0,04% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Mei 2020 atau selama Ramadan menjelang Lebaran.

Artinya, perkembangan harga-harga kebutuhan utama sebagian besar mengalami penurunan. Terjadinya deflasi saat Ramadan dan menjelang Lebaran ini merupakan sebuah anomali yang biasanya harga melonjak tajam dan mengakibatkan inflasi.

“Pada bulan Mei 2020 diperkirakan deflasi 0,04% (mtm),” ujar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020.

Komoditas yang mengalami penurunan harga dan menjadi penyumbang utama deflasi, yakni telur ayam ras 0,09%, bawang putih 0,05%, cabai merah -0,04%, cabai rawit 0,03%, emas perhiasan 0,02%, serta kangkung dan bayam masing-masing 0,01%.

Selain itu, Onny menyebutkan bahwa inflasi secara tahun kalender sebesar 0,80% (year-to-date/ytd), sedangkan secara tahunan berada di angka 2,08% year-on-year (yoy).

Untuk komoditas penyumbang inflasi meliputi, daging ayam ras 0,05%, bawang merah 0,03%, angkutan udara 0,03%, dan sebesar 0,01% untuk udang basah, ikan tongkol, jeruk, dan air minum kemasan.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan inflasi bulan April sebesar 0,08% (mtm) atau 2,67% (yoy). Besaran tersebut ternyata lebih rendah dari perkiraan BI sebelumnya.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam media briefieng, Rabu, 6 Mei 2020, sempat mengatakan inflasi bulan April diprediksi sebesar 0,18% (mtm) atau 2,98% (yoy).

Menurutnya, jika permintaan barang dan jasa rendah, maka tekanan inflasinya berbanding lurus alias juga rendah.

“Ini indikator bahwa inflasinya lebih rendah dari yang kami perkirakan. Penanganan virus corona (COVID-19) mempengaruhi mobilitas manusia, termasuk permintaan barang dan jasa,” kata Perry.

Hal tersebut pula yang mendasari prediksi inflasi pada Ramadan kali ini akan lebih rendah dari rata-rata historisnya. Perry menyebutkan, angkanya bisa jauh lebih rendah karena faktor pembatasan sosial berskala besar (PSBB). (SKO)