Teknologi Baterai Listrik Shanghai Electric
Energi

Antam Gandeng Hong Kong CBL Garap Proyek Baterai EV Senilai Rp6,4 Triliun

  • Investasi ini dilakukan lewat divestasi anak usaha Antam kepada HKCBL dengan nilai US$416,5 juta atau sekitar Rp6,4 triliun.

Energi

Laila Ramdhini

JAKARTA - PT Aneka Tambang Tbk (Antam) bersama Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL) dari China, melalui anak perusahaannya Hong Kong CBL Limited (HKCBL), menjalin kerja sama untuk membangun proyek baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). 

Investasi ini dilakukan lewat divestasi anak usaha Antam kepada HKCBL dengan nilai US$416,5 juta atau sekitar Rp6,4 triliun.

Sekretaris Perusahaan Antam Syarif Faisal Alkadirie mengungkapkan HKCBL berhasil menyelesaikan serangkaian transaksi terkait hilirisasi mineral nikel terintegrasi di Indonesia.  

"Rangkaian transaksi antara ANTAM dan CBL di atas merupakan wujud pengembangan usaha Antam melalui hilirisasi mineral nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Transaksi tersebut akan menjadi landasan penting bagi pengembangan ekosistem EV Battery di Indonesia," ujar Syarif dalam keterangan resmi, Jumat, 29 Desember 2023.

Syarif mengungkapkan transaksi antara kedua perusahaan, pertama mencakup  transaksi jual-beli saham pada anak perusahaan Antam, yaitu PT Sumberdaya Arindo (SDA) serta transaksi jual-beli saham pada anak perusahaan Antam, yaitu PT Feni Haltim (FHT).

Kedua, pendirian perusahaan untuk proyek hidrometalurgi (HPAL JVCO) berdasarkan perjanjian perusahaan patungan HPAL JVCO antara Antam dan HKCBL pada 22 Desember 2023.

Dalam transaksi itu, Antam melakukan penjualan atas 49% saham di PT Sumberdaya Arindo (SDA) kepada Hong Kong CBL Limited (HKCBL). Selain itu, Antam juga melepas 10% saham di FHT kepada HKCBL. Kemudian, PT Internatonal Mineral Capital (IMC), anak usaha ANTM, menjual 50% saham di FHT kepada HKCBL.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kerja sama ini merupakan yang pertama di dunia yang mencakup tahapan dari tambang nikel hingga giga factory baterai cell dan pack, serta daur ulang.

"Hal ini menjawab pertanyaan mengenai hilirisasi, di mana masih banyak yang dapat dilakukan di sini," kata Luhut.

Ia menekankan pentingnya efisiensi dan kecepatan pengerjaan proyek mengingat persaingan global yang semakin ketat.

Luhut juga menyatakan bahwa eksekusi proyek harus tetap mematuhi standar lingkungan dan ketenagakerjaan yang tinggi.

"Kita harus transparan dengan digitalisasi, dan eksekusi proyek ini harus menjadi contoh standard untuk proyek serupa di masa depan," tambahnya.

Luhut membuka diri terhadap kritik mengenai isu lingkungan dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan, termasuk meningkatkan mekanisme dan standar operasional prosedur (SOP). Dia juga menekankan pelatihan pegawai lokal untuk mengikuti teknologi tinggi.

"Kita harus memperhatikan standard lingkungan dan ketenagakerjaan yang berkualitas tinggi secara bertahap. Mari bangun kesepakatan bahwa pejabat yang terlibat harus transparan, sehingga Indonesia dapat menjadi contoh negara maju dan transparan," tegas Luhut.