<p>Gedung Aneka Tambang (ANTAM) di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Antam Harus Jadi Pemain Utama Industri Mobil Listrik

  • Indonesia tak boleh bergantung pada perusahaan asing mendorong pengembangan mobil listrik. ANTM mestinya menjadi penopang kebijakan mobil listrik
Korporasi
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA - Pengamat tambang Ferdy Hasiman mendorong PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) menjadi pemain utama industri mobil listrik nasional. Hal itu mengingat sekitar 70% industri masa depan ini masih didominasi perusahaan asing.

"Indonesia tak boleh bergantung pada perusahaan asing mendorong pengembangan mobil listrik. ANTM mestinya menjadi penopang kebijakan mobil listrik," katanya di Jakarta, Jumat, 17 September 2021.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo telah melakukan groundbreaking pabrik litium untuk bahan baku pengolahan nikel untuk mobil listrik di Karawang, Jawa Barat.

Pabrik mobil listrik itu akan dibangun perusahaan Korea Selatan, Hyndai dan LG, bekerjasama dengan Indonesia Baterai Corporatoion (IBC) yang adalah gabungan empat perusahaan BUMN: PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), MIND ID dan ANTM.

Ferdy mengatakan bahwa kebijakan mobil listrik penting mengingat Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar atau 27% berkontribusi untuk nikel dunia.

Indonesia menyumbang 72 juta ton cadangan nikel dari 139.419.000 nikel dunia. Australia hanya menyumbang 15%, Brasil hanya 8%, Rusia 5% dan lainnya 20%.

Menurut Ferdy, potensi nikel Indonesia sangat besar dan bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi jika diolah secara maksimal.

Indonesia juga harus memiliki posisi tawar tinggi dalam pembangunan mobil listrik, dan tidak boleh mengemis mendatangkan produsen mobil listrik dunia, seperti Tesla.

Dia menyarankan agar pemerintah harus mengoptimalkan ANTM dalam mengelola industri mobil listrik dari hulu ke hilir.

ANTM adalah perusahaan anggota holding MIND ID yang bukan hanya memiliki konsesi emas di Pongkor dan Cibaliung, Jawa Barat, tetapi memiliki konsesi nikel tersebar di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua.

Total cadangan nikel ANTM mencapai 1.362 miliar ton pada tahun 2019. Tahun 2021, produksi feronikel ANTM diprediksi mencapai 26,000 ton dan produksi bijih nikel mencapai  8,44 juta wet metric ton (wmt), naik 77% dari tahun 2020 sebesar 4,76 juta wmt.

"Ini menjanjikan di tengah kenaikan harga nikel global. Prospek IBC juga didukung kebijakan global-nasional," kata Ferdy.

Dia berharap pemerintah memberikan kesempatan lebih besar kepada ANTM untuk mengontrol beberapa konsensi tambang potensial yang diciutkan INCO di Blok Bahodopi Utara dan Matarape.

Dalam lelang blok Bahodopi dan Matarape, pemerintahan kelihatan lamban mengambil keputusan. Lelang dua blok itu sudah berjalan sejak tahun 2018, tetapi pemerintah belum juga mengambil keputusan.

"Dua tahun itu waktu cukup lama. ANTM membutuhkan kerja cepat dan produsen mobil listrik dunia bergerak kencang. Boleh jadi, tarik-menarik kepentingan dalam kementerian sangat tinggi antara memberikan blok nikel itu ke BUMN atau perusahaan swasta," ucap Ferdy.

Didominasi Asing

Peneliti pada Alpha Research Database Indonesia ini mengklaim bahwa industri nikel di Indonesia masih didominasi asing.

Data Kementerian ESDM (2020) menyebutkan, peta industri nikel nasional bergeser dengan cepat dalam waktu 4 tahun belakangan.

Pada tahun 2014, produksi nikel masih dikuasai INCO dari Brasil (25%), ANTM (19%) dan perusahaan lainnya (3%).

Namun, peta industri hilir sampai produk setengah jadi (intermediate product) telah berubah dalam empat tahun terakhir.

Pada 2021, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menguasai 505 produksi hilir nikel, INCO berkurang 22%, ANTM 7% dan Virtue Dragon (China) mengontrol 11%.

"Jadi, hampir 70 persen tambang nikel dikontrol asing. ANTM hanya memiliki smelter feronikel di Pomala dengan kapasitas produksi 27.000 ton per tahun," ungkap Ferdy.

IMIP adalah perusahaan patungan antara Tsangshan Steel Holding (Tiongkok) 66,25% dan Bintang 8 (domestik) 33,75%.

IMIP telah membangun smelter feronikel pertama melalui PT Sulawesi Mining Investment di Bahodopi (Sulawesi Tengah) dengan kapasitas 300.000 ton per tahun.

Smelter kedua dibangun PT Indonesia Guang Ching untuk memproduksi 600.000 ton feronikel per tahun. Ekpansi perusahaan di atas masuk akal mengingat China adalah salah satu negara yang gencar mendorong pembangunan mobil listrik.

China sendiri menargetkan 350.000 unit penjualan mobil listrik tahun 2025 lebih tinggi dari Eropa yang menargetkan 300.000 unit tahun 2030.

"Dominasi perusahaan asing di tambang nikel membuat kedaulatan negara di sektor SDA diuji. Pemerintah bisa saja tak berdaya berhadapan dengan dana besar yang dibawah investor asing dan lupa membuat perhitungan agar produksi nikel tak serampangan," tegas Ferdy.

Dia mengatakan, di level global, Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden akan menyediakan dana triliunan dolar untuk infrastruktur mobil listrik.

Sementara itu, Presiden Jokowi pun telah memembuat PP No.55 Tahun 2019, Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Penutupan ekspor nikel dan kewajiban membangun smelter juga adalah langkah strategis pemerintah mengamankan pasokan untuk pengembangan mobil listrik.

"Ini penting karena ke depan, produsen-produsen otomotif dipaksa beradaptasi dengan kebijakan baru ini," kata Ferdy.

"Banyak analis dunia memperkirakan pasar mobil listrik dunia akan tumbuh US$53 miliar tahun 2025. Ini menjadi berkah bagi ANTM dan Indonesia,"imbuhnya.

Menekan Impor BBM

Ferdy menegaskan bahwa prospek indusri mobil listrik nasional sangatlah cerah. Karena itu, pemerintah perlu terus mendorong pelaku usaha domestik untuk berekspansi.

Menurut dia, hal itu penting guna mengurangi ketergantungan impor minyak mengingat produksi minyak nasional hanya 750.000 barel per hari, sementara kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) domestik mencapai 1,4 juta barel per hari.

"Indonesia harus mengimpor sekitar 700,000 barel minyak dari pasar internasional yang membuat neraca perdagangan defisit dan APBN tekor," paparnya.

Dengan perlihan ke mobil listrik, Indonesia bisa selamat dari kelangkaan BBM, jurang defisit dan menciptakan energi bersih.

"Maka, saatnya pemerintah mengandalkan perusahaan negara, sekelas ANTM menopang kebijakan ini," tandasnya.

Dia pun meminta Presiden Jokowi mestinya menegur langsung Menteri ESDM dan Dirjen Minerba yang sangat lambat menyelesaikan proses tender wilayah kerja tambang nikel yang sudah diserahkan perusahaan asing kepada negara.

Selain itu, Jokowi perlu tertibkan para mafia tambang yang bermain di setiap tender-tender wilayah kerja tambang yang ingin memonopoli konsensi tambang nikel.

"Bila perlu beberapa konsensi nikel yang sedang dalam proses tender di Kementerian ESDM diberikan secara gratis kepada ANTM," ungkap Ferdy.*