Ilustrasi hutan gundul.
Nasional

Antara Pembukaan Hutan dan Omon-omon Swasembada Pangan

  • Rencana pemerintah membuka 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi dan air terus menjadi sorotan. Terkini, Greenpeace Indonesia menyoroti transparansi program yang diklaim bakal menciptakan swasembada pangan dan energi tersebut.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Rencana pemerintah membuka 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi dan air terus menjadi sorotan. Terkini, Greenpeace Indonesia menyoroti transparansi program yang diklaim bakal menciptakan swasembada pangan dan energi tersebut. 

Greenpeace menegaskan gagasan menyulap jutaan hektare hutan menjadi lahan pangan dan energi bakal menjadi ancaman nyata bagi komitmen iklim dan biodiversitas Indonesia. Apalagi, kebijakan tersebut dinilai kurang transparan. Hal itu seperti lokasi-lokasi pembukaan lahan yang belum dibeberkan hingga sekarang.  

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji, menilai Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, tidak transparan karena enggan membeberkan lokasi 20 juta hektare lahan yang akan dialihfungsikan. 

“Berdasarkan analisis kami, kebutuhan lahan seluas itu jelas berpotensi memicu deforestasi di hutan alam Indonesia. Pemerintah seharusnya menyetop deforestasi secara total. Kita tak punya pilihan lagi kalau memang ingin selamat dari bencana iklim,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 8 Januari 2025.

Sebagai informasi, saat ini lebih dari 33 juta hektare hutan telah dibebani izin untuk berbagai sektor kehutanan. Selain itu, 4,5 juta hektare lahan konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Adapun sekitar 7,3 juta hektare hutan telah dialihkan untuk perkebunan sawit

Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik, mengatakan rencana pembukaan 20 juta hektare hutan hanya akan semakin membebani lingkungan hidup, mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati serta merugikan masyarakat lokal yang selama ini bergantung dari alam. 

“Gagasan kedaulatan pangan dan energi yang diinginkan Prabowo (Subianto, Presiden RI) tak akan tercapai dan menjadi omon-omon saja jika dilakukan dengan alih fungsi lahan yang justru akan memperparah krisis iklim, sebab krisis iklim akan memicu krisis multidimensi,” tuturnya.  

Picu Kebakaran dan Kabut Asap

Dia mengatakan pembukaan lahan hutan akan meningkatkan emisi karbon, termasuk memicu kebakaran dan kabut asap jika alih fungsi lahan dilakukan di lahan gambut. “Ujungnya adalah kegagalan pemerintah memenuhi komitmen untuk mengatasi krisis iklim dan menjaga keanekaragaman hayati,” imbuh Iqbal. 

Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Internasional Keanekaragaman Hayati, Indonesia berjanji menghentikan kepunahan yang disebabkan manusia pada 2030, mengurangi risiko kepunahan, dan mempertahankan keanekaragaman genetik. 

Selain itu, dalam Nationally Determined Contribution (NDC) di bawah Perjanjian Iklim Paris, Indonesia menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca 31,89% pada 2030 dengan kemampuan sendiri, dan 43,2% dengan bantuan internasional. Komitmen NDC Indonesia juga bertumpu dari sektor forest and land use (FoLU), salah satunya dengan pengurangan deforestasi.

Ilustrasi kebakaran hutan. (Greenpeace Indonesia)

Namun, laporan tim ilmuwan Global Carbon Project dalam jurnal Earth System Science Data yang rilis pada akhir 2023 menyebut, emisi global karbon dioksida global pada 2023 terus mengalami kenaikan, bahkan menduduki tingkat tertinggi dalam sejarah. Indonesia juga menempati posisi kedua sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia dari sektor lahan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menuding proyek ambisius tersebut justru berpotensi menjadi legalisasi deforestasi yang tidak hanya akan merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat. Rencana ini dianggap dapat memicu bencana ekologis besar yang tidak dapat dihindari.

Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, mengatakan pembukaan 20 juta hektare hutan untuk proyek akan melepaskan emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar. 

Baca Juga: Ironi Reforestasi di Tengah Masifnya Pembukaan Lahan untuk Food Estate

Emisi ini berpotensi memperburuk dampak perubahan iklim, menyebabkan kekeringan yang meluas, kegagalan panen, dan peningkatan kasus zoonosis (penyakit yang berpindah dari hewan ke manusia). 

“Selain itu, rencana ini juga dapat mengakibatkan penggusuran besar-besaran terhadap masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan, serta menciptakan gelombang pengungsi iklim di wilayah pesisir yang terancam kehilangan tempat tinggal,” kata Uli.

Pihaknya menyoroti peran Kementerian Kehutanan, yang seharusnya bertindak sebagai penjaga dan pelindung hutan-hutan Indonesia, justru malah menjadi “tukang stempel” deforestasi. 

“Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa Presiden Prabowo dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni belum memahami dengan benar tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan.”

Sementara itu, Menhut, Raja Juli Antoni, menampik pemanfaatan hutan seluas 20 juta hektare sebagai kawasan cadangan pangan, energi, dan air merupakan deforestasi. Dia mengatakan langkah tersebut adaah salah satu upaya mendukung swasembada pangan dengan tetap menjaga keberlanjutan dan kelestarian hutan. 

Kementerian Kehutanan mengklaim telah mengidentifikasi sekitar 20 juta hektare hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan cadangan pangan, energi dan air. “Idenya bukan deforestasi, tetapi justru menjaga hutan, yang secara bersamaan swasembadanya berjalan,” kata Raja, dikutip dari Antara.