Nasional

Antisipasi Tekanan Eksternal, BI Percepat Kenaikan GWM Rupiah

  • Pengetatatan GWM rupiah ini untuk mengantisipasi tingginya tekanan eksternal.
Nasional
Agnes Yohana Simamora

Agnes Yohana Simamora

Author

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas di perbankan melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap dimulai 1 Juni 2022.

Pengetatatan GWM rupiah ini untuk mengantisipasi tingginya tekanan eksternal terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan mulai 1 Juni 2022 kewajiban minimum GWM pada Bank Umum Konvensional (BUK) akan dinaikkan yang semula 5% menjadi 6%. Kemudian, Bank Indonesia akan menaikkan GWM kembali pada 1 Juli 2022 menjadi 7,% dan 1 September 2022 menjadi 9%.

"Kenaikan GWM tersebut tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Perry dalam Konferensi Pers virtual.

Selain itu, kenaikan normalisasi GWM rupiah juga dilakukan pada Bank Umum Syariah (BUS). Pada 1 Juni 2022 menjadi 4,5%, lalu 1 Juli 2022 menjadi 6%, dan 1 September menjadi 7,5%.

Meskipun GWM mengalami kenaikan, BI akan memberikan remunerasi sebesar 1,5% untuk pemenuhan kewajiban GWM setelah memperhitungkan insentif bagi bank-bank yang melakukan penyaluran kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas dan UMKM serta memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).

Kemudian, insentif yang diberikan berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM rupiah rata-rata menjadi maksimal 2%, melalui insentif atas pemberian kredit kepada sektor prioritas maksimal 1,5% dan insentif pencapian Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) maksimal 0,5%.

Adapun pemberian insentif ini diharapkan dapat meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan inklusif dan membantu pemulihan ekonomi nasional.

Seperti diketahui, GWM merupakan salah satu alat transisi normalisasi kebijakan BI. Saat BI menaikan GWM, likuiditas perbankan akan berkurang. Pasalnya, GWM seperti pajak yang harus disetorkan ke BI atas dana pihak ketiga yang dikumpulkan oleh bank. 

GWM yang dinaikan ini bisa berdampak pada meningkatnya biaya dana atau cost of fund. Searah, Cost of fund yang tinggi akan membuat kalangan perbankan mengerek suku bunga kredit mereka.

Transmisi kenaikan GWM dari BI rate ini tidak jauh berbeda. BI rate yang diketatkan akan berdampak bukan hanya pada suku bunga saja tetapi juga dipasar obligasi, yield, dan ekspektasi stock market sehingga juga mendorong pasar saham.