tank.jpg
Dunia

Apa Hasil Perang Ukraina di 2023? Bagaimana dengan 2024?

  • Selama 2023 Rusia merebut 683 km persegi. Di sisi lain Ukraina merebut  395 km persegi.

Dunia

Amirudin Zuhri

KYIV- Perang Ukraina selama 2023 diwarnai dengan pertempuran posisi. Ini menjadikan kedua pihak merebut sekaligus kehilangan wilayah mereka. 

Deep State, sebuah saluran telegram Ukraina mengakui selama 2023 Rusia lebih banyak merebut wilayah baru. Berdasarkan data yang dia olah selama kurun waktu tersebut pasukan Rusia merebut 683 km persegi. Di sisi lain Ukraina merebut  395 km persegi. 

Menurut Deep State Ukraina berhasil merebut 11 desa dalam upaya serangan baliknya yang dimulai pada Juni 2023. Tidak ada satupun kota yang bisa diambil alih dari kekuasaan Rusia. Beberapa desa di antaranya adlaah Robotyno,  Pyatikhatky, Rivnopil,  Blagodatne, Makarivka,  Andriivka dan Klishchiivka.

Sementara Rusia selama 2023 mengambil alih 23 permukiman atau desa. Dan ada tiga kota yang mereka rebut yakni Maryinka, Bakhmut, dan Soledar. Meskipun Rusia menduduki lebih banyak, menurut Deep State,  luasnya masih jauh di bawah daerah yang mereka tinggalkan saat mundur dari Kherson dan Kharkiv.  

Memasuki 2024 Deep State mengakui situasinya akan sulit. Rusia disebut telah memperbaiki banyak kesalahan. Dan Ukraina masih tertinggal. “Dalam beberapa bulan mendatang, banyak hal yang akan ditentukan oleh drone FPV dan metode untuk memeranginya,” tulisnya Selasa 2 Januari 2024. 

Sejumlah pengamat militer juga menyebut Ukraina akan menghadapi masalah serius di 2024. Michael Kofman, pakar militer dan perang Rusia terkemuka di Barat mengatakan, setelah 674 hari pertempuran, perang di Ukraina dapat dikatakan menemui jalan buntu. Namun dampaknya mungkin akan menguntungkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mesin perangnya. “Rusia bertekad untuk merebut sebagian besar wilayah Ukraina,” kata Kofman dalam dalam analisis terbaru untuk Centre for Strategic and International Studies (CSIS) baru-baru ini.

Dia menyebut Tahun 2024 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Sampai batas tertentu, Rusia memiliki beberapa keuntungan material. 

Setelah tahun yang mengecewakan ketika gagal menembus pertahanan Rusia di wilayah yang diduduki Moskow, Ukraina kini bersikap defensive. Mereka juga mengalami penurunan aliran bantuan dari Barat dan memobilisasi pasukan ke garis depan. “Jika pilihan yang tepat tidak diambil baik di Kyiv atau para sekutunya,  Ukraina bisa mulai kalah perang. Dan  masyarakat harus menyadari hal itu,” katanya.

Kekurangan Amunisi

Di medan perang, Kofman mengatakan pasukan Ukraina tidak memiliki amunisi yang mereka butuhkan. Pada bulan Juli, saat puncak serangan baliknya , Ukraina memiliki keunggulan dua banding satu dalam hal artileri dibandingkan pasukan Rusia. Namun kini Rusia memiliki keunggulan tiga banding satu. Produksi amunisi belum cukup meningkat di Eropa. Meskipun Amerika telah mencapai kemajuan yang jauh lebih baik. 

Dalam beberapa pekan terakhir, Rusia melancarkan serangan dan pasukan Ukraina mundur di beberapa tempat. Tepat sebelum Natal, Kyiv kehilangan kota Marinka, dan pasukannya berjuang untuk mempertahankan Avdiivka. Kota strategis yang dikuasai  Ukraina sejak konflik pertama kali pecah pada tahun 2014. Marinka dan Avdiivka terletak di dekat Donetsk, kota di bagian timur Ukraina yang ada di bawah kendali Rusia.

Keberhasilan Kyiv terletak pada Kongres yang meloloskan paket bantuan penting senilai US$61,4 miliar. Tetapi bantuan itu terhenti. Kofman meyakini rrakyat Ukraina akan terus berjuang. Tetapi tanpa bantuan lebih besar dari barat, ini akan menjadi perjuangan yang semakin putus asa.

Secara geopolitik, pertaruhan dalam perang ini semakin besar. Ini  karena pertaruhan besar Moskow untuk berperang atas Ukraina tidak menjadi bumerang. Yang terjadi justru sebaliknya: Perang tampaknya justru memperkuat Rusia.

Hal itu disampaikan Michael Kimmage, pakar Rusia dan sejarawan di Catholic University of America. Berbicara dalam analisis yang sama di CSIS dia mengatakan ada banyak tahapan kemenangan yang telah dilalui Putin.

“Kremlin benar-benar telah memberitakan di media Rusia bahwa negara-negara Barat sedang runtuh. Ukraina berada pada tahap terakhirnya,  dan Rusia hampir meraih kemenangan,” katanya.

Rusia memang menderita kekalahan memalukan di awal perang. Dan mendapat hukuman berat serta sanksi dari lembaga-lembaga Barat dan global. Tetapi Rusia mampu bertahan dengan sangat baik.

Ekonomi Perang

Bagi para pemimpin Barat dan Ukraina, salah satu perkembangan yang paling tidak menyenangkan adalah keberhasilan transformasi Rusia menuju ekonomi perang. Kini tampaknya negara tersebut memenangkan perlombaan senjata. Belanja pertahanan Rusia meningkat hampir dua kali lipat dan menyumbang sekitar 6% dari produk domestik bruto. Kremlin melaporkan peningkatan 26% dalam produksi kendaraan tempur, pesawat terbang, dan kapal laut.

Tank, kendaraan lapis baja ringan, peluru artileri, rudal, drone, dan peluncur roket ganda meluncur dari jalur perakitan Rusia dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum perang.

Produksi senjata yang pesat ini dipicu oleh keuntungan yang terus diperoleh Rusia. Meskipun kehilangan hampir semua perdagangan yang menguntungkan dengan Uni Eropa terutama  dari ekspor minyak, gas alam, dan batu bara.  Tetapi banyak negara non-Barat  seperti China, India, Afrika Selatan, Brasil, dan negara-negara lain  dengan bersemangat menggantikan pembeli barang-barang Rusia. Mereka juga menolak untuk menyetujui sanksi terhadap Moskow.

Dalam kemunduran terbesar bagi Ukraina dan para pendukung NATO, pertahanan Rusia bertahan melawan serangan besar pasukan Ukraina selama musim panas dan musim gugur. Serangkaian serangan tersebut membuat Ukraina hampir tidak mendapatkan keuntungan teritorial dan kerugian besar.

Setelah serangan Ukraina yang gagal dan gangguan yang disebabkan oleh pecahnya perang di Timur Tengah, kepanikan terhadap Ukraina mulai muncul di Barat. Serangkaian laporan berita di media Barat dari garis depan menggambarkan kerugian besar dan kenyataan yang mengerikan bagi Ukraina.

Di ibu kota, perdebatan mengenai kebijakan sedang berlangsung mengenai strategi apa yang harus diambil. Menuru Kimmage ini adalah momen yang aneh ketika kita bisa merasakan betapa besarnya pertaruhan yang ada.

Suasana hati di Kyiv semakin putus asa dengan arus ketidakpuasan, intrik, dan pertikaian yang meracuni politik di ibu kota Ukraina. Kritik internal semakin ditujukan terhadap Presiden Volodymyr Zelenskyy. Dan perpecahan dilaporkan terjadi antara dia dan panglima militer Ukraina  Jenderal Valeriy Zaluzhnyi.

Meski begitu, Rusia masih menghadapi tantangan besar dalam perang ini. Seperti menambah jumlah pasukannya yang sudah habis, dan akan sulit mencapai kemajuan teritorial yang besar. Menurut Kimmage jika Rusia tidak mencapai kemajuan berarti di Ukraina kemenangan yang diambil Putin akan terlihat semakin tidak kredibel. Dan Kimmage melihat  itu merupakan hasil yang paling masuk akal saat ini .

Komitmen Amerika

Phillips O'Brien, profesor studi strategis di Universitas St. Andrews di Skotlandia juga menyampaikan hal senada. Dalam tulisannya The Wall Street Journal dia mempertanyakan tentang penolakan Amerika memberikan senjata yang dibutuhkan Ukraina untuk mencapai sasaran Rusia. Dia  juga mempertanyakan apakah Presiden Joe Biden benar-benar ingin Ukraina menang.

O'Brien mengatakan bahwa meskipun Biden mungkin mengatakan Amerika akan membantu Ukraina selama diperlukan, pemerintahannya tidak pernah membuat komitmen yang jelas untuk kemenangan Ukraina.  O’Brien mengatakan mungkin alasan keengganan ini jelas. Yakni pemerintahan Biden tidak ingin Ukraina menang. Biden ingin memaksakan kesepakatan kotor di Kyiv yang menyerahkan wilayahnya kepada Putin. 

Menanggapi klaim tersebut, Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan kepada Newsweek  mereka ingin melihat Ukraina memenangkan perang ini. Dan Amerika adalah alasan kenapa Putin belum sepenuhnya menguasai Ukraina dan melangkah lebih jauh dari itu.