<p>PT Kalbe Farma Tbk. tengah mengembangkan obat herbal sebagai produk imunomodulator herbal dalam penanganan pasien COVID-19. / Kalbe.co.id</p>

Apa Itu Terapi Konvalesen untuk COVID-19? Ini Penjelasan Pakar dari UGM

  • JAKARTA – Sejak pandemi COVID-19 merebak di seluruh dunia, hampir semua negara berlomba untuk menemukan obat atau vaksin dari virus ini. Termasuk mencoba terapi plasma darah (konvalesen) yang tengah banyak digunakan sejumlah negara sebagai alternatif pengobatan virus corona. Menanggapai hal ini, pakar penyakit dalam spesialis paru-paru dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sumardi mengatakan terapi ini […]

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Sejak pandemi COVID-19 merebak di seluruh dunia, hampir semua negara berlomba untuk menemukan obat atau vaksin dari virus ini. Termasuk mencoba terapi plasma darah (konvalesen) yang tengah banyak digunakan sejumlah negara sebagai alternatif pengobatan virus corona.

Menanggapai hal ini, pakar penyakit dalam spesialis paru-paru dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sumardi mengatakan terapi ini bukan hal baru dalam dunia kedokteran. Sebelumnya, terapi ini telah digunakan pada pandemi flu Spanyol, difteri, flu babi, ebola, SARS, MERS, dam flu burung.

“Pada kasus COVID-19, antibodi dalam plasma darah pasien positif COVID-19 yang sudah sembuh ditransfusikan ke pasien COVID-19 yang masih sakit,” kata Sumardi, melansir dari laman resmi UGM, Jumat, 3 Juli 2020.

Meski telah banyak digunakan pada penyakit lain sebelumnya, terapi plasma konvalesen saat ini masih sebatas uji klinis baik di Indonesia maupun luar negeri. Selain itu, tingkat keberhasilan terapi ini pun masih terbilang rendah.

Rekam Jejak

Terbukti dengan terapi plasma konvalesen yang dilakukan pada lima pasien COVID-19 di  rumah sakit Shenzhen, China, yang menggunakan alat bantu pernafasan (ventilator), dilaporkan dapat mempercepatan penyembuhan satu orang pasien. Sementara, tiga lainnya menunjukkan proses penyembuhan yang tergolong lambat dan satu orang meninggal dunia.

Untuk dapat menjalankan terapi ini, pasien sembuh COVID-19 harus memiliki antibodi yang cukup untuk dapat ditranfusikan ke pasien yang akan didonorkan. Setidaknya, dalam tranfusi dibutuhkan sekitar 400 milimeter plasma dengan menggunakan metode plasmapheresis.

“Metode plasmapheresis hanya mengambil plasma dari sel darah merah saja. Pemberian plasma darah ini sebanyak dua kali sehari pada pasien COVID-19,” jelas Sumardi.

Lebih lanjut dia menjelaskan pendonor plasma lebih diutamakan seorang laki-laki yang telah sembuh dari COVID-19. Sebab,  laki-laki tidak memiliki antigen HLA yang dapat menimbulkan reaksi atau masalah bagi penerima donor.

Hingga kini, terapi konvalesen hanya digunakan untuk pasien dengan gejalan berat atau dalam kondisi kritis dan akan digunakan sampai vaksin ditemukan.