Dunia

Apakah Meledakkan Bendungan Bisa Disebut Sebagai Kejahatan Perang?

  • Saling menyalahkan sedang berlangsung. Ukraina bersikeras  Rusia meledakkan bendungan Nova Kakhovka  di bagian selatan Ukraina.  Sebaliknya Rusia mengklaim bendungan itu menjadi korban sabotase oleh Ukraina.
Dunia
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA-Saling menyalahkan sedang berlangsung. Ukraina bersikeras  Rusia meledakkan bendungan Nova Kakhovka  di bagian selatan Ukraina.  Sebaliknya Rusia mengklaim bendungan itu menjadi korban sabotase oleh Ukraina.

Namun apa pun kebenarannya, satu hal harus sangat jelas,   di masa perang umat manusia memiliki sejarah yang mengerikan sehingga menimbulkan rasa sakit pada lawannya. Dan menghancurkan bangunan seperti bendungan telah menjadi praktik umum yang menyedihkan selama berabad-abad. Tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan yang berlebihan baik bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya. Terbukti saat ini banjir  kini melanda wilayah luas sekitar Nova Kakhovka, memaksa ribuan warga sipil dievakuasi. Ini  hanyalah contoh terbaru dari praktik sinis ini.

Penghancuran bendungan atau tanggul yang disengaja sebagai metode perang setidaknya sudah ada sejak abad ke-16. Dan  Perang 80 tahun antara tentara Spanyol dan pemberontak Belanda atas wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Belanda dan Belgia. Pihak yang berperang menemukan bahwa daerah banjir membuat musuh sangat sulit untuk maju. Sangat mengurangi mobilitas dan kecepatan pasukan lawan.

Praktik seperti menghancurkan bendungan atau menghanguskan bumi untuk menghambat kemajuan oposisi terus berlanjut hingga abad ke-20 selama masa peperangan.

Dalam perang dunia kedua, penghancuran bendungan mendapatkan ketenaran global dengan apa yang disebut penyerbuan Dambuster.  Inggris mengirimkan pesawat dalam misi rumit untuk menyerang tiga bendungan Jerman pada Mei 1943. 

Saat pasukan Nazi maju melawan tentara Rusia pada tahun 1941 melintasi Ukraina, polisi rahasia Stalin, NKVD jug diberi perintah sangat kejam. Mereka diminta meledakkan bendungan pembangkit listrik tenaga air Zaporizhzhia yang membelah kota industri eponym. Tempat  ini berada 200 kilometer  di hulu dari Nova Kakhovka saat ini.

Pada 18 Agustus, anak buah Stalin melaksanakan perintahnya. Jebolnya bendungan memang menghambat NAZI. Tetapi juga mengirimkan gelombang air ke hilir yang menewaskan tentara Soviet dan ribuan warga sipil. Tidak ada catatan resmi tentang sejarah ini. Dan sejarawan berbeda pendapat mengenai jumlah korban tewas antara 20.000 hingga 100.000 jiwa.

Selama Perang Korea, militer Amerika Serikat yang bekerja di bawah bendera PBB memimpin kampanye pengeboman terhadap fasilitas pembangkit listrik tenaga air Korea Utara.

Alexander Gillespie, seorang professor hukum international di University of Waikato, New Zealand dalam tulisannya di Al Jazeera Kamis 8 Juni 2023 menyebut, meski tujuan  dari serangan semacam itu selalu untuk mendapatkan keuntungan di medan perang dan melukai kemampuan industri musuh, langkah itu juga menyebabkan kerusakan yang luas pada penduduk sipil.

Pada saat Perang Vietnam, perang tumpul seperti itu tidak disukai. Dan pada tahun 1977, mayoritas masyarakat internasional telah siap untuk apa yang dikenal sebagai Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa. Dua aturan baru berusaha untuk menjaga agar tindakan peperangan tidak terlalu tidak manusiawi, tidak proporsional, dan/atau tidak pandang bulu.

Pertama, berkenaan dengan lingkungan. Diputuskan bahwa perhatian harus diberikan dalam peperangan untuk melindungi lingkungan alam dari kerusakan yang meluas, jangka panjang dan parah. Perlindungan ini mencakup larangan penggunaan cara-cara atau alat-alat perang yang dimaksudkan atau diperkirakan dapat menyebabkan kerusakan sedemikian rupa terhadap lingkungan alam. Dan dengan demikian merugikan kesehatan atau kelangsungan hidup penduduk.

Kedua, dalam hal pekerjaan atau instalasi yang mengandung kekuatan berbahaya, yaitu bendungan, tanggul dan stasiun pembangkit listrik tenaga nuklir. Daerah-daerah tersebut tidak boleh dijadikan objek penyerangan. Sekalipun obyek-obyek tersebut adalah sasaran militer, jika serangan tersebut dapat menyebabkan pelepasan bahan berbahaya dan akibatnya kerugian besar di antara penduduk sipil.

Satu-satunya saat perlindungan khusus terhadap  bendungan dan tanggul ini tidak berlaku adalah jika instalasi digunakan secara efektif untuk mendukung operasi militer. Dan  jika menyerang, itu adalah satu-satunya cara untuk menghentikan dukungan tersebut. :Tidak ada bukti bahwa bendungan Nova Kakhovka digunakan untuk mendukung aksi militer,” tulis Gillespie.

Terlepas dari nilai kemanusiaan yang jelas dari aturan ini, Amerika tidak pernah meratifikasi Protokol Tambahan I. Dan  meskipun Rusia awalnya meratifikasinya, Presiden Vladimir Putin menghapus tanda tangan Moskow dari kewajiban ini pada tahun 2019. Ukraina tetap menjadi penandatangan.

Karena Rusia tidak lagi menjadi penandatangan, dapat dikatakan bahwa aturan ini tidak berlaku untuk mereka.  Argumen balasannya adalah apakah negara mendaftar atau tidak, kewajiban ini sangat umum sekarang. Ini  karena dianggap kebiasaan dan mengikat semua negara. 

Sejauh ini tidak seorang pun pernah diadili karena menyerang bendungan. Dan beberapa negara terus menargetkan bangunan semacam itu. Ini  ketika Amerika berperang   melawan ISIS dilaporkan membom Bendungan Tabqa Suriah pada tahun 2017. Meskipun ada peringatan  serangan tersebut dapat menyebabkan puluhan ribu kematian.

Pengadilan Kriminal Internasional

Kemungkinan ada kejelasan yang lebih besar adalah dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Badan  yang didirikan pada akhir abad ke-20 ini dengan  jelas menyebutkan bahwa kejahatan perang termasuk sengaja melancarkan serangan dengan pengetahuan, bahwa serangan tersebut akan menyebabkan hilangnya nyawa, atau cedera warga sipil, atau kerusakan objek sipil dan kerusakan parah terhadap lingkungan alam yang  berlebihan.

Amerika, Rusia, dan Ukraina bukan pihak yang menandatangani ICC. Tetapi  Kyiv telah dua kali menggunakan hak prerogatifnya untuk menerima yurisdiksi pengadilan atas dugaan kejahatan yang terjadi di wilayahnya.

ICC telah menerima yurisdiksi ini. Dan  telah mengeluarkan surat perintah penangkapan pertamanya, termasuk untuk Putin. Presiden Rusia ini dinyatakan melakukan kejahatan perang berupa deportasi anak-anak secara tidak sah dan pemindahan anak-anak secara tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Rusia. Ini mungkin akan menjadi langkah sangat kecil bagi ICC untuk mulai menyelidiki penghancuran bendungan sebagai potensi kejahatan perang lainnya.

Meskipun ada argumen kuat untuk menetapkan preseden baru guna menghukum praktik brutal penyerangan bendungan ini, tantangan yang lebih besar adalah apakah pertanggungjawaban akan pernah dicapai untuk kejahatan semacam itu. Dan apakah ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan akan pernah diberikan.

Ketika akhirnya perang ini berhenti, pertanyaan tentang pertanggungjawaban dan restitusi atas kejahatan yang dilakukan ini akan menjadi inti dari setiap kesepakatan damai yang akhirnya tercapai.

Sampai hal itu diputuskan, yang kita saksikan adalah erosi terus-menerus dari norma-norma yang dimaksudkan untuk mengekang peperangan. Implikasi dari hal ini jauh lebih besar dari sekedar hilangnya bendungan. Atau bahkan perdebatan tentang kejahatan perang.

Siapa pun yang bertanggung jawab atas penghancuran bendungan, dia sesungguhnya sedang mencoba untuk memaksa prinsip-prinsip kemanusiaan mundur ke titik di mana tindakan terhadap warga sipil dapat diterima.  Bahkan  yang menyebabkan kerusakan tanpa pandang bulu dan tidak proporsional.

“Dan di mana satu kejahatan semacam itu terjadi, yang lain dapat dengan mudah mengikuti. Karena dunia menjadi tidak peka terhadap kebiadaban semacam itu.”