Apindo: Kenaikkan UMP Sulit Bagi Kami
JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menjelaskan sejumlah pertimbangan tidak naiknya upah minimum provinsi (UMP) 2021. Pertama, ia mengakui kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan bagi pengusaha terdampak untuk membayar UMP yang lebih tinggi dari tahun ini. “Pandemi sangat memukul hampir semua sektor yang terdampak. Sehingga kami tidak punya kemampuan untuk […]
Nasional
JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menjelaskan sejumlah pertimbangan tidak naiknya upah minimum provinsi (UMP) 2021.
Pertama, ia mengakui kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan bagi pengusaha terdampak untuk membayar UMP yang lebih tinggi dari tahun ini.
“Pandemi sangat memukul hampir semua sektor yang terdampak. Sehingga kami tidak punya kemampuan untuk membayar seperti situasi normal,” kata Hariyadi dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin, 2 November 2020.
- Online Trends are Booming (Serial 1): Exploring the Drivers of Indonesia’s Digital Economy
- UGM Jadikan Wisma Kagama dan UC Hotel Sebagai Selter COVID-19
- Bangun Infrastruktur Baru, Google Perluas Layanan Cloud di India
- Bantu Start Up, Erick Refocusing Telkom dan Telkomsel
- Booming Tren Daring (Serial 5): SDM dan Infrastruktur Tertinggal, Perlindungan Data Tak Andal
Kedua, dari sisi formula yang digunakan yakni mengacu pada Peraturan Pemerintah 78/2015, UMP 2021 seharusnya turun. Pasalnya, perhitungan yang digunakan dalam PP tersebut adalah pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi.
Sedangkan kedua indikator ekonomi tersebut masih terkontraksi dalam, di mana pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 -5,32% dan inflasi sebesar 0,07% pada Oktober 2020. Hariyadi menegaskan tidak naiknya UMP tahun depan sudah merupakan titik tengah bagi pengusaha dan pekerja.
“Kan enggak mungkin UMP diturunkan, jadi jalan tengahnya adalah tidak naik saja,” tambah dia.
Ribut Tahunan
Lebih lanjut Haryadi menjelaskan bahwa polemik kenaikan UMP yang terjadi tiap tahun disebabkan oleh kesalahpahaman mengenai UMP itu sendiri. Selama ini, UMP diartikan sebagai upah rerata bagi pekerja atau dianggap upah efektif.
Adi Mahfudz, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional menjelaskan dalam pengertian aslinya, UMP adalah standar minimal yang berfungsi sebagai jaring pengaman hanya bagi pekerja baru dengan masa kerja kurang dari satu tahun dan berstatus lajang. Definisi ini yang menurutnya salah kaprah sehingga sering memicu polemik.
Artinya, pekerja di luar dua kriteria di atas berhak atas upah negosiasi, dengan kata lain besarannya disepakati bersama antara kedua belah pihak. Selain itu, UMP bukan satu-satunya hak upah yang harus dibayar oleh perusahaan, seperti misalnya upah lembur dan lain-lain.
Meskipun mengakui dunia usaha tengah lesu, Haryadi mendorong agar pelaku usaha yang tidak terdampak pandemi untuk membayar pekerja lebih tinggi dari tahun ini.
Menurut data Dewan Pengupahan Nasional, total pekerja di Indonesia berkisar 126,5 juta, dengan jumlah angkatan kerja sebanyak 136,5 juta. Sedangkan pekerja informal ada sebanyak 74,1 juta atau setara dengan 58,6% dan pekerja formal berjumlah 52,4 juta atau 41,4%.