Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar aksi unjuk rasa nasional di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Selasa, 10 Oktober 2024. 

Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Apindo Tegas Tolak Aturan Restriktif Kemenkes, BGS Janji Akan Tampung Masukan Pengusaha

  • Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa pemerintah telah mengakomodasi masukan dari para pelaku usaha, termasuk Apindo, dalam merancang PP 28/2024 dan RPMK.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Para pelaku usaha mengungkapkan kekhawatiran mendalam terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan aturan turunannya, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan inisiatif dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Peraturan yang disoroti yakni zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau, kadar tar dan nikotin, serta kemasan rokok polos tanpa merek.

Sebelumnya, dalam konferensi pers di Jakarta beberapa waktu lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyuarakan keluhan lebih dari 20 asosiasi lintas sektor, yang mencakup tenaga kerja, pabrikan, ritel, pertanian, hingga industri kreatif. Keluhan tersebut ihwal dampak signifikan atas regulasi tersebut terhadap industri hasil tembakau dan sektor-sektor terkait. 

Salah satu poin utama kritik Apindo adalah penerapan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang dianggap berpotensi menurunkan daya saing produk tembakau lokal dan membuka ruang bagi peredaran rokok ilegal.

Wakil Ketua Umum Apindo, Franky Sibarani menyatakan bahwa regulasi ini tidak hanya akan merugikan produsen, tetapi juga mengancam ribuan pekerja di sektor tembakau. "Kebijakan ini dapat memicu peningkatan rokok ilegal yang tidak terkontrol dan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal," ujar Franky.

Apindo juga menolak pembatasan kadar tar dan nikotin. Mereka menilai bahwa penurunan batasan ini tidak akan efektif dalam mengurangi konsumsi rokok, justru malah menghantam industri secara keseluruhan, mulai dari petani tembakau hingga pekerja.

Franky mengingatkan bahwa kebijakan ini akan memperbesar ketergantungan terhadap impor tembakau dan melemahkan produksi dalam negeri, hingga menambah potensi kerugian yang sudah signifikan. "Apindo menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal," imbuhnya.

Apindo juga mengkritik kebijakan terkait zonasi penjualan rokok dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat bermain anak. Pembatasan ini dinilai akan mempersulit para pedagang kecil yang sudah menerapkan regulasi usia pembelian. Mereka khawatir aturan tersebut akan mematikan usaha kecil yang bergantung pada produk tembakau.

“Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait," beber dia.

Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP 28/2024 maupun RPMK lebih terbuka dan melibatkan pelaku usaha tembakau dan turunannya hingga petani tembakau yang terdampak kebijakan tersebut. Aspirasi ini guna mewujudkan kebijakan yang lebih ramah terhadap pelaku usaha terkait.

"Kami tidak menolak regulasi, tetapi regulasi ini harus disusun dan diterapkan secara adil dan berimbang. Mengingat perkembangan perekonomian terkini serta kompleksitas posisi industri hasil tembakau," tandasnya.

Pada kesempatan terpisah, Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) juga turut bersuara meminta Kemenkes melibatkan mereka dalam pembahasan regulasi. AVISI khawatir bahwa larangan penayangan konten produk tembakau dan rokok elektronik dalam Rancangan Permenkes tersebut akan merugikan berbagai sektor, termasuk industri kreatif, video streaming, dan film.

Potensi Kerugian Negara Signifikan

Di samping itu, kajian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari kebijakan ini bisa sangat besar. Studi tersebut memperkirakan kerugian ekonomi sebesar Rp460 triliun, yang mencakup potensi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp160,6 triliun dan dampak terhadap industri yang diproyeksikan mencapai Rp308 triliun.

Dengan kerugian tersebur, Apindo mendesak agar pemerintah mempertimbangkan kembali regulasi yang akan berdampak kepada industri hasil tembakau dan ekosistem di dalamnya, termasuk ribuan buruh dan pekerja, serta petani tembakau dan cengkeh.

Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa pemerintah telah mengakomodasi masukan dari para pelaku usaha, termasuk Apindo, dalam merancang PP 28/2024 dan RPMK.

Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia, terutama di kalangan remaja. Budi menekankan bahwa proses finalisasi regulasi ini masih berlangsung dan masukan dari pengusaha akan tetap dipertimbangkan.

"Kita sebenarnya melibatkan Apindo untuk diskusi ini. Tinggal sekarang sedang dalam proses finalisasi dengan mereka. Memang kita dengarkan kok. Karena masih proses memang," tutur dia.