Aplikasi Mobile di Indonesia Rugi hingga Setengah Triliun, Fintech Paling Berisiko Kena Fraud
- Aplikasi mobile di Indonesia mengalami kerugian hingga Rp500 miliar (setara US$34,1 juta) pada semester II 2021.
Fintech
JAKARTA - Perusahaan atribusi dan analitik pemasaran AppsFlyer mengemukakan bahwa aplikasi mobile di Indonesia mengalami kerugian hingga Rp500 miliar (setara US$34,1 juta) pada semester II 2021.
Kerugian tersebut disebabkan oleh penipuan (fraud). Dari data tersebut, aplikasi keuangan menjadi jenis yang paling terkena dampak paling serius dibandingkan yang lain.
AppsFlyer mendapati bahwa aplikasi fintech, terutama layanan keuangan, pinjaman online, dan perbankan, memiliki rata-rata tingkat fraud tertinggi dengan nilai risiko lebih dari Rp350 miliar.
Temuan AppsFlyer ini adalah hasil evaluasi lebih dari 2000 aplikasi mobile di seluruh vertikal seperti Fintech, Gaming, Belanja, F&B, dan Hiburan. Ini dilakukan untuk membantu pemasar aplikasi Indonesia memahami lebih baik tentang potensi risiko yang dapat mengancam aktivitas kampanye pemasaran dan periklanan mereka.
Adapun Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Vietnam dengan jumlah fraud iklan seluler (mobile ad fraud) tertinggi di Asia Tenggara pada semester II 2021.
Pemasar aplikasi fintech dihadapkan pada peluang dan tantangan secara bersamaan di saat transformasi digital yang cepat dari sektor industri keuangan dapat mendorong lebih banyak pelaku fraud untuk memanfaatkan celah.
- Harga Minyak Dunia Terus Melonjak, Pengamat Sarankan Hapus BBM Premium
- Dikirim ke Ukraina, Panzerfaust 3 akan Bertarung dengan Musuh Sejatinya
- Gudang Garam (GGRM) Tambah Modal Anak Usaha Rp2 Triliun untuk Bangun Bandara Kediri
Sementara aplikasi keuangan dihadapkan dengan risiko paling tinggi dibandingkan dengan aplikasi mobile yang lain. Aplikasi fintech juga memiliki peluang besar karena pertumbuhan bank digital.
Berbicara soal jenis ad fraud, AppsFlyer mencatat bahwa taktik yang paling banyak digunakan adalah distribusi bot dengan persentase lebih dari 41%.
Distribusi bot dilakukan untuk mensimulasikan klik iklan dan in-app engagement, serta menyamar sebagai pengguna sah untuk menguras sumber daya iklan tanpa memberikan nilai profit yang nyata.
Selain distribusi bot, flooding juga merupakan taktik yang cukup sering dilakukan dengan persentase 32%. Untuk diketahui, flooding adalah taktik yang dilakukan dengan mengirimkan sejumlah besar laporan klik palsu dengan tujuan mengambil keuntungan dari anggaran pemasaran aplikasi.
"Memasuki kuartal kedua tahun 2022, penting bagi marketer aplikasi untuk menyadari risiko fraud pada kampanye dan anggaran iklan mereka. Memahami risiko fraud ini tentu akan membantu mereka memahami lebih baik dalam mengetahui dan mengatasi masalah tersebut," tulis AppFlyer dalam keterangan resmi, Selasa, 8 Maret 2022.