APNI Ingin Surveyor Bijih Nikel Terdiri dari Dua Arah
JAKARTA – Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, meminta pemerintah untuk adil agar surveyor penentu kadar bijih nikel tak hanya dari pihak smelter. Ia mengungkapkan, selama ini banyak bijih nikel dari pihak penambang yang direject surveyor karena dianggap berkadar rendah atau kurang dari 1,8 persen. “Bahkan, kalau pun hitungan kadar (bijih […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, meminta pemerintah untuk adil agar surveyor penentu kadar bijih nikel tak hanya dari pihak smelter.
Ia mengungkapkan, selama ini banyak bijih nikel dari pihak penambang yang direject surveyor karena dianggap berkadar rendah atau kurang dari 1,8 persen.
“Bahkan, kalau pun hitungan kadar (bijih nikel) dari penambang sebelumnya 1,9 persen, di pihak smelter nanti jadi berubah, tidak sampai 1,8 persen,” ungkapnya dalam acara diskusi Prospek Industri Nikel dalam Negeri, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2020.
Selama ini, lanjutnya, surveyor bijih nikel yang disediakan hanya dari pihak smelter saja. Para penambang pun menginginkan agar mereka juga diizinkan untuk menyediakan surveyor.
“Pemerintah harus adil, surveyor semestinya disediakan dari dua arah,” ujarnya.
Menurut pengakuan Meidy, apabila kadar bijih nikel yang dihitung kurang dari 1,8 persen, maka para penambang pun dikenai sanksi denda sebesar US$12 per metrik ton.
Untuk satu tongkang bijih nikel, biasanya bayaran yang diterima sebanyak US$2,4 miliar, tetapi apabila terdapat denda, bayaran tersebut dipotong US$1,4 miliar ke smelter.
Ia mengharapkan, smelter yang berdiri di Indonesia tidak merugikan pihak penambang sehingga penolakan surveyor tidak berbuntut pada penambangan ilegal.
“Kondisi saat ini, banyak penambang nikel yang jadi penambang ilegal karena harus mencari kadar bijih nikel yang tinggi. Hutan-hutan lindung dibabat dan lingkungan pun jadi rusak,” ujar Meidy yang juga merupakan salah satu pengusaha tambang nikel di Indonesia.