Nasional

APPNINDO: Produk HPTL Berbeda dengan Rokok

  • Ketua Umum Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) Roy Lefrans menyebut, produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.

Nasional

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) Roy Lefrans menyebut, produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.

Hal ini disebabkan oleh tidak adanya proses pembakaran dalam produk HPTL. Pada rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, misalnya, keduanya terbukti secara kajian ilmiah memiliki profil risiko yang lebih rendah hingga 90%-95% dibandingkan dengan rokok konvensional.

Salah satu riset yang dilakukan oleh Badan Eksekutif dari Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, Public Health England yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Product 2018”, profil risiko produk HPTL dinyatakan 95% lebih rendah dari rokok.

Laporan independen ketujuh yang diterbitkan pada Februari tahun ini merangkum bukti terbaru tentang rokok elektrik. Pada 2020, sebanyak 27,2% orang lebih memilih menggunakan rokok elektrik sebagai bantuan untuk berhenti merokok.

Hasilnya, dapat terbukti 12 bulan lebih cepat dibandingkan dengan 15,5% orang yang menggunakan terapi pengganti nikotin dan 4,4% yang menggunakan obat varenicline.

Oleh karena itu, produk yang merupakan hasil dari pengembangan inovasi dan teknologi ini telah digunakan di sejumlah negara untuk menurunkan prevalensi merokok.

“Pada rokok (konvensional) kan harus dibakar, itulah mengapa produk HPTL tidak mengandung TAR karena pembakaran itulah yang menghasilkan zat-zat berbahaya,” kata Roy saat dihubungi TrenAsia.com, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, produk HPTL dapat dijadikan sebagai strategi alternatif untuk membantu perokok beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko.

“Kalau di Eropa lebih seru lagi, produk HPTL justru jadi resep dari dokter untuk pasien yang mau berhenti merokok. Di Selandia Baru, mereka punya program Bebas Asap Rokok 2025. Untuk mendukung program itu, produk HPTL menjadi salah satu solusi yang dipakai,” jelasnya.

Namun, Roy mengungkapkan masih banyak perokok dewasa yang belum mengetahui informasi tersebut. Oleh karena itu, lanjutnya, perlu edukasi dari berbagai pemangku kepentingan terkait sosialisasi produk ini.

“Peran pemerintah dan media itu penting untuk mengedukasi, agar masyarakat mendapat informasi yang akurat mengenai produk HPTL. Inilah peran asosiasi untuk bekerja sama dengan terus mensosialisasikan fakta yang ada,” katanya.

Selama ini, lanjut dia, perokok dewasa mendapatkan informasi yang keliru mengenai produk HPTL. Bahaya produk ini masih dianggap sama dengan rokok konvensional.

“Kendala kami dalam melakukan sosialisasi adalah hoaks dan kampanye hitam. Masyarakat pun mendapatkan dua informasi berbeda, yang salah dan benar. Makanya harus ada kolaborasi antara asosiasi, pemerintah, dan media,” tutup Roy. (SKO)