Arah Berbeda Saham Migas Pasca-Harga Minyak Mentah Anjlok
- Saham migas macam MEDC, ELSA, dan ENRG bergerak beda arah setelah harga minyak mentah acuan anjlok 3,7%, yang diakibatkan perpanjang pemangkasan produksi oleh OPEC+.
Bursa Saham
JAKARTA – Nilai emiten minyak dan gas (migas) yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) bergerak variatif setelah harga minyak mentah acuan anjlok 3,7% pada perdagangan Senin, 3 Juni 2024. Pelemahan harga minyak ini merespons OPEC+ yang memperpanjang pemangkasan produksi hingga tahun depan.
Diketahui harga minyak brent turun sebesar 3,7% ke level US$78,15 per barel pada perdagangan kemarin, menandai level terendah sejak awal Februari 2024. Investment Analyst Stockbit Sekuritas Hendriko Gani mengatakan pelemahan harga minyah bakal memberikan sentimen negatif jangka pendek bagi emiten produsen dan penunjang migas.
“Penurunan harga minyak berpotensi memberikan sentimen negatif jangka pendek bagi emiten produsen migas dan penunjang migas seperti MEDC, ENRG, WINS, ELSA, dan LEAD,” katanya dalam riset pada Selasa, 4 Juni 2024.
- Jadi Mediator Andal, Qatar Dikontak Israel untuk Gencatan Senjata
- Perbedaan MLT BPJS Ketenagakerjaan dan Tapera
- Saham TPIA, BBNI, dan ASII jadi Incaran Asing di Awal Juni
Berdasarkan data RTI Business, hari ini pukul 10:10 WIB, saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menjadi saham migas yang terpukul paling dalam dengan pelemahan 4,38% ke le level Rp1.310 per saham.
Pada perdagangan berjalan, saham MEDC yang bergerak di bidang produsen migas ini telah ditransaksikan sebanyak 34 juta lembar saham dengan nilai transaksi Rp46 miliar. Meski melemah, secara year-to-date/ytd, nilai emiten Grup Salim ini masih melesat 13,42%.
PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) yang merupakan perusahaan pelayaran migas dilepas pantai itu mengalami pelemahan 1,23% ke level Rp480 per saham. Namun, pada periode berjalan tahun ini, saham WINS masih terpantau kuat di level 20,00%.
Selanjutnya, PT Elnusa Tbk (ELSA) yang bergerak di bidang penunjang migas seperti pengeboran, terpantau melemah tipis 0,47% ke level Rp420 per saham. Serupa dengan MEDC dan WINS, nilai emiten anak usaha PT Pertamina (Persero) itu masih melenting 8,76%, sepanjang tahun ini.
Beda Arah Saham Migas
Sama dengan MEDC yang bergerak pada produsen migas, nilai emiten PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) malah menguat 2,82% ke level Rp182 per saham. Dari sisi variasi harga, saham ini bergerak di kisaran Rp177-182 per saham.
Sementara itu, volume saham ENRG yang masih bagian dari Grup Bakrie telah diperdagangkan sebanyak 28,20 juta lembar dengan nilai transaksi Rp5,09 miliar. Namun, pada periode berjalan tahun ini, nilai emiten malah tertekan 17,73%.
Berbeda dengan dua penunjang migas lainnya, saham PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) terpantau menguat 4,05 % ke level Rp77 per saham. Namun, nilai emiten pelayaran khusus migas itu masih kuat 22,22%, sepanjang tahun ini.
Berkaitan dengan variasi harga saham, LEAD bergerak di zona hijau Rp75-79 per saham. Sementara itu, saham ini telah diperdagangkan 2,2 juta lembar dengan nilai transaksi mencapai Rp173,98 juta.
Alasan Perpanjang Pangkas Produksi
Sebelumnya, aliansi OPEC+, yang terdiri dari kartel minyak OPEC yang dipimpin Arab Saudi dan sekutunya serta Rusia, memperpanjang pemangkasan produksi dalam tiga tahap berbeda, dengan total 5,8 juta barel per hari. Perpanjangan ini berlangsung hingga 2025 mendatang.
Harga minyak mentah Brent, yang menjadi acuan global, berkisar antara US$81-$83 (sekitar Rp 1,3 juta) per barel selama sebulan terakhir. Meskipun ada perang Gaza dan serangan pemberontak Houthi dari Yaman terhadap kapal kontainer di Laut Merah, harga minyak belum naik menuju level US$100 (sekitar Rp 1,6 juta) per barel, yang terakhir kali terjadi pada September 2022.
Faktor-faktor yang menahan kenaikan harga antara lain suku bunga yang lebih tinggi, kekhawatiran permintaan akibat pertumbuhan ekonomi di Eropa dan China yang lebih lambat dari perkiraan, serta meningkatnya pasokan minyak dari negara-negara non-OPEC, termasuk produsen minyak serpih AS.
Namun, Arab Saudi menginginkan harga minyak yang lebih tinggi untuk mendanai rencana ambisius Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam mendiversifikasi ekonomi negara dari ketergantungan pada ekspor bahan bakar fosil.
Di samping itu, harga minyak yang lebih tinggi juga akan membantu Rusia mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas, mengingat biaya besar yang dikeluarkan negara tersebut untuk perang melawan Ukraina.
Para analis menilai pemangkasan tersebut dapat mendorong harga minyak lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang, namun itu sangat tergantung permintaan minyak ke depannya. Lonjakan permintaan biasanya terjadi pada musim panas selama kuartal Juli-September, tetapi ketidakpastian permintaan muncul kembali setelahnya.