Arcandra Tahar Buka-Bukaan Soal Masa Depan Migas
JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengemukakan prediksinya akan masa depan minyak dan gas (migas) di tengah era kelistrikan saat ini. Memang, pamor kendaraan listrik saat ini tengah naik daun. Inilah yang mendorong pendiri dan CEO Tesla, Elon Musk menjadi orang terkaya di dunia versi Forbes. Selama 2020 harga […]
Industri
JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengemukakan prediksinya akan masa depan minyak dan gas (migas) di tengah era kelistrikan saat ini.
Memang, pamor kendaraan listrik saat ini tengah naik daun. Inilah yang mendorong pendiri dan CEO Tesla, Elon Musk menjadi orang terkaya di dunia versi Forbes. Selama 2020 harga saham saham Tesla naik hingga 720%.
Kendati demikian, Arcandra mengatakan, industri migas diprediksi masih akan terang jalannya. Hal ini lantaran Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) justru membuktikan bahwa kebutuhan migas masih sangat tinggi ke depan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
OPEC memperkirakan kebutuhan migas hingga 2045 bertambah sekitar 20 juta barel per hari bila dibandingkan 2020 sekitar 90,7 juta barel per hari.
“Meski era kendaraan listrik mulai bersemi, data yang ada justru menunjukkan bahwa kebutuhan migas di masa depan akan tetap tinggi,” kata Arcandra. Dia mengatakan hal itu dalam akun Instagram pribadi, dikutip Kamis, 21/01/2021.
Dari total kebutuhan tersebut, sektor transportasi masih akan menjadi konsumen migas terbesar. Pada 2020, transportasi menyerap 44% dari produksi minyak dunia. Lalu pada 2045, dengan penambahan konsumsi yang meningkat hampir 20 juta barel per hari, sektor transportasi bakal mengkonsumsi 43%.
“Secara prosentase angkanya turun, namun secara volume konsumsi migas dari sektor transportasi akan terus bertumbuh,” lanjutnya.
Adapun migrasi masyarakat dunia ke kendaraan listrik, imbuhnya, hanya akan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak sekitar 6 juta barel per hari pada tahun 2040. Angka ini menurut Arcandra tergolong kecil dibandingkan kenaikan konsumsi migas dunia.
Migas Prospektif
Faktor kedua yang membuat sektor migas akan tetap prospektif adalah kebutuhan gas bumi dalam bentuk LNG yang akan terus meningkat. Proyeksi Wood Mackenzie produksi LNG dunia pada tahun 2030 tidak akan mampu menutupi kebutuhan konsumen. Ada selisih sekitar 70 juta ton gas per tahun.
Faktor selanjutnya yang membuat sektor migas tetap strategis adalah tingginya kebutuhan industri, seperti Petrochemical. OPEC memperkirakan ada kenaikan sekitar 2% kebutuhan migas dari sektor Petrochemical sampai tahun 2045 nanti.
Saat ini, konsumsi migas dari Petrochemical sekitar 14 % dari produksi migas harian dunia.
Apalagi, Amerika Serikat sebagai salah satu konsumen dan produsen migas terbesar di dunia masih tetap fokus untuk menggunakan energi ini untuk menggerakkan ekonomi mereka hingga beberapa tahun ke depan.
Kebijakan ini berbeda dengan kebanyakan negara Eropa yang lebih fokus pada pengembangan energi terbarukan.
“Karena itu, kemampuan SDM-SDM lokal yang unggul dan bisa berkompetisi dengan ahli-ahli migas dunia. Hal itu sangat dibutuhkan untuk menjamin dan memastikan sumber daya migas di Indonesia dapat dikelola dan dikembangkan putra-putra terbaik negeri ini.”