Ladang minyak Daqing di provinsi Heilongjiang, China (Reuters/Stringer)
Energi

Asal Muasal Penurunan Target Lifting Era Pemerintahan Prabowo

  • Masalah Safety Stand Down yang terjadi di seluruh wilayah Pertamina selama sekitar empat bulan yang mengakibatkan kegiatan pengeboran tertunda dan dimulai lagi di bulan April 2023

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan lifting minyak pada 2025 berada di kisaran 580.000 barel per hari (bph) sampai 601.000 bph. Adapun asumsi lifting migas itu turun signifikan dari postur anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) tahun ini.

Sedangkan lifting gas berada di rentang 1.003 juta barel setara minyak per hari (bsmph) sampai dengan 1.047 juta bsmph. Hal itu tertuang pada kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) untuk tahun anggaran 2025.

Lalu apa sebab lifting migas turun di 2025?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, penurunan ini disebabkan oleh belum adanya kinerja sumur-sumur baru yang memberikan tambahan produksi baru untuk minyak mentah (ICP) Indonesia.

Menteri ESDM ini mendorong seluruh sektor ESDM mengoptimalkan program pemberdayakan sumur-sumur tersebut di kuartal I-2024 telah ada dan segera dieksekusi.

"2023 ini kita hanya bisa menahan produksi kita 605,5 ribu barel memang ini tren penurunan yang memang terjadi, " kata Arifin.

Sedangkan dari sisi Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan ragam kendala yang dihadapi kontraktor kerja sama (KKSK) Migas.

Pertama, karena adanya masalah Safety Stand Down yang terjadi di seluruh wilayah Pertamina selama sekitar empat bulan yang mengakibatkan kegiatan pengeboran tertunda dan dimulai lagi di bulan April 2023.

Hal kedua yang menjadi kendala adalah terkait pengadaan lahan perizinan dan finansial. Di mana SKK Migas menemukan salah satunya kendala pembebasan lahan di wilayah PPKH misalnya di PHR, perijinan, kendala finansial dan lain-lain di PT ITA, MOSL dan lain-lain.

Lebih lanjut hal yang paling membebani kinerja Migas ialah ketersediaan rig, banyak rig yang on hired atau berada dalam kondisi cold stack terutama rig-rig onshore. Selain itu, proses internal di KKKS Gross Split juga menyebabkan proses pengadaan terhambat.

"Safety stand down yang tentunya diharapkan ini tidak terjadi lagi dengan melaksanakan audit dan pengendalian HSE oleh para KKKS yang lebih baik," ujarnya.

Dwi menyebut kendala selanjutnya yang tak bisa di prediksi ialah kondisi cuaca yang ekstrim sehingga mengakibatkan lokasi-lokasi pengeboran sumur dan fasilitas produksi di Sumbagut terdampak banjir. Mengakibatkan terhambatnya mobilisasi rig ke lokasi dan aktifitas produksi.

Terakhir integrated infrastruktur gas di mana pembangunan pipa gas Sei Mangkei-Dumai dan Cirebon-Semarang. Over supply gas di Jatim tidak bisa disalurkan ke daerah lain.

Adapun, pada APBN 2024, lifting minyak ditetapkan sebesar 635.000 bph, serta lifting gas sebesar 1.033 juta bsmph. Seperti diketahui, WP&B 2024 untuk lifting minyak ditetapkan di level 596 MBOPD atau lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN di level 635 MBOPD.

Sementara itu, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menyepakati target salur gas untuk 2024 dalam WP&B di level 5.544 MMscfd. Target itu lebih rendah dari batas minimal yang diamanatkan APBN di level 5.6785 MMscfd.

Melansir data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi lifting minyak hingga akhir 2023 berada di level 605,5 MBOPD atau 92% dari target APBN yang saat itu ditetapan di rentang 660 MBOPD. Sementara itu, realisasi salur gas hingga akhir 2023 berada di level 5.378 MMscfd atau 87% dari target APBN tahun lalu sebesar 6.160 MMscfd.