ASEAN Cemas Terimbas Tarif Impor Tinggi Trump
- Trump dikenal dengan kebijakan proteksionisme yang melindungi industri domestik AS dari persaingan luar negeri. Akibatnya, impor dari negara-negara yang memiliki surplus dagang dikenakan tarif tinggi.
Dunia
JAKARTA- Kebijakan tarif impor tinggi Amerika Serikat (AS) seusai kemenangan Donald Trump diprediksi juga bakal turut menyasar wilayah ASEAN. Situasi yang harus diwaspadai.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu 13 November 2024.
"Tidak hanya China, negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan lainnya mungkin juga akan dijadikan fokus terhadap pengenaan tarif impor ini," kata Sri Mulyani.
Kekhawatiran mengenai tingginya tarif impor mempertimbangkan kebijakan Trump pada periode pertama jabatannya sebagai Presiden AS.
Trump dikenal dengan kebijakan proteksionisme yang melindungi industri domestik AS dari persaingan luar negeri. Akibatnya, impor dari negara-negara yang memiliki surplus dagang dikenakan tarif tinggi.
- IHSG Hari Ini 13 November 2024 Kembali Melemah ke 7.308,67
- MMBA Pimpin Top Gainer, LQ45 Hari Ini 13 November 2024 Ditutup Naik Tipis
- Tiga Sektor Utama Penyerap Dana Pendidikan Rp463,1 Triliun
"Sama seperti waktu Presiden Trump bagian pertama dulu, kebijakan mungkin akan berdampak pada seluruh mitra dagang yang memiliki surplus," ujarnya.
Sementara itu, kebijakan fiskal di bawah Presiden Trump diperkirakan akan cukup ekspansif. Imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan, mencerminkan ekspektasi bahwa APBN Amerika Serikat mungkin akan tetap ekspansif.
Dolar Amerika juga menguat yang didorong oleh berbagai kebijakan Presiden Trump yang baru, terutama terkait penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja untuk sektor-sektor strategis, serta kebijakan tarif impor.
Dari segi kebijakan perubahan iklim, Trump diperkirakan tidak akan seagresif Joe Biden dan Partai Demokrat. Hal ini akan berdampak pada komitmen global terhadap perubahan iklim, seperti peningkatan produksi bahan bakar fosil, harga minyak, serta perkembangan kendaraan listrik dan seluruh rantai pasoknya.
Kecemasan itu juga telah diungkapkan Sri Mulyani sebelumnya. Dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, pekan lalu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan di bawah pemerintahan Trump di periode sebelumnya cenderung kurang mendukung penurunan emisi karbon di sektor energi, yang menjadi perhatian penting dalam isu perubahan iklim.
Sebelumnya, Trump mengusulkan peningkatan produksi minyak domestik guna menurunkan harga minyak internasional. Kondisi itu dikhawatirkan berpotensi memberikan dampak signifikan pada harga minyak dunia.