Ilustrasi Perdagangan Aset Kripto
Fintech

Aset Kripto BTC dan ETH Menghijau, Investor Terapkan HODL

  • Investor terindikasi mulai menahan aset mereka untuk jangka waktu yang lebih lama atau dikenal dengan istilah hold on for dear life (HODL).
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Seiring dengan kinerja kripto berkapitalisasi pasar terbesar seperti Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) yang membaik, investor terindikasi mulai menahan aset mereka untuk jangka waktu yang lebih lama atau dikenal dengan istilah hold on for dear life (HODL).

Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttagin, mengatakan peningkatan preferensi investor untuk HODL terhadap aset kripto mereka tidak hanya dipicu oleh tren harga yang positif, tetapi juga oleh meningkatnya nilai kelangkaan beberapa aset kripto, terutama Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH).

Fahmi menerangkan, saat ini, lebih dari 93% Bitcoin telah ditambang, dan jumlah Ethereum yang biasanya selalu naik, kini mengalami penurunan imbas transisi Ethereum ke sistem konsensus Proof of Stake (PoS).

Meningkatnya nilai kelangkaan pada BTC dan ETH membuat investor lebih memilih untuk menyimpan aset kripto yang mereka miliki.

Fenomena ini dikatakan Fahmi  mencerminkan optimisme dan kepercayaan diri para investor, yang dapat menjadi modal penting bagi pasar kripto untuk mengalami fase bullish berikutnya.

Pada jangka pendek, pasar kripto diperkirakan Fahmi akan mulai berspekulasi tentang keputusan terkait Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin Spot yang diajukan oleh perusahaan Franklin dan Hashdex.

Tenggat waktu pertama untuk keputusan ini dijadwalkan pada 17 November, yang akan datang pada akhir pekan depan. Selain itu, tanggal 21 November juga merupakan batas waktu kedua untuk ETF Bitcoin Spot yang diajukan oleh Global X, yang juga menjadi batas waktu terakhir untuk persetujuan ETF Bitcoin Spot di tahun 2023.

“Meskipun keputusan terhadap pengajuan ETF tersebut masih belum dapat dipastikan, optimisme yang sempat berkembang imbas kemenangan Grayscale GBTC dan terdaftarnya Blackrock iShare di depositori NASDAQ, memperbesar optimisme terhadap ETF yang dapat berpotensi menyebabkan pasar kripto terapresiasi,” kata Fahmi melalui riset yang diterima TrenAsia, Rabu, 8 November 2023.

Pajak Terlalu Besar, Transaksi Aset Kripto dalam Negeri Merosot

Transaksi aset kripto di dalam negeri mengalami kemerosotan karena pajak yang terlalu besar sehingga membuat para investor dan trader beralih ke exchange di luar Indonesia.

Menurut laporan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), data per-September 2023 menunjukkan bahwa nilai transaksi dalam dunia kripto mencapai Rp94,4 triliun.

Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan sebesar 69% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan transaksi mencapai Rp306,4 triliun.

Selain itu, jika merujuk pada tahun 2021, terdapat catatan yang menunjukkan tingkat transaksi yang jauh lebih tinggi, mencapai Rp859,4 triliun.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sempat membeberkan bahwa selain animo yang turun pascapandemi, pajak yang dikenakan pada transaksi aset kripto di dalam negeri pun rupanya direspon dengan kurang baik oleh para investor.

Chief Compliance Officer (CCO) Reku, Robby, yang menjabat juga juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo)-Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), mengungkapkan bahwa para pelaku usaha yang bergerak di perdagangan aset kripto sudah memproyeksikan penurunan akibat pajak ini.

Sebagai bagian dari bursa aset kripto, Reku dikatakan Robby telah menerima keluhan dari pengguna sejak setahun yang lalu terkait penerapan pajak.

Hal ini telah mendorong investor aset kripto untuk mencari platform di luar negeri. Masalah utamanya adalah bahwa platform bursa global yang menjadi tujuan investor aset kripto belum memiliki lisensi di Indonesia.

"Ini dapat berdampak negatif bukan hanya bagi pelaku usaha, namun juga investor dan
ekosistem kripto secara keseluruhan juga,” ungkap Robby kepada TrenAsia, dikutip Rabu, 8 November 2023.