Ilustrasi ladang tenaga angin lepas pantai
Energi

Asia Tenggara Kian Serius Transformasi Energi Terbarukan

  • Diproyeksikan, investasi pada energi terbarukan tersebut dari 2023 hingga dua tahun mendatang akan melebihi US$76 miliar atau setara dengan Rp1,16 kuadriliun (kurs Rp15.000).

Energi

Bintang Surya Laksana

JAKARTA - Negara-negara di Asia Tenggara makin serius untuk mewujudkan net zero carbon dengan makin banyaknya perusahaan minyak dan gas (migas) milik negara-negara Asia Tenggara yang meningkatkan investasinya pada inisiatif transformasi ke energi terbarukan. 

Perusahaan riset energi internasional, Rystad Energy, dalam situsnya menyebutkan, perusahaan migas di Asia Tenggara semakin fokus pada inisiatif energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Analisis Rystad Energy menyebutkan para pemain migas tersebut terlihat memiliki komitmen yang konsisten terhadap inisiatif-inisiatif tersebut di tahun-tahun mendatang dicerminkan dengan investasi besar para perusahaan pada energi terbarukan.  

Diproyeksikan, investasi pada energi terbarukan tersebut dari 2023 hingga 2025 mendatang akan melebihi US$76 miliar atau setara dengan Rp1,16 kuadriliun (kurs Rp15.000). Tren peningkatan tersebut diproyeksikan akan terus berlanjut dengan proyeksi total investasi pada akhir 2027 akan sebesar US$119 miliar (Rp1,82 kuadriliun). Investasi sebesar itu disebut akan berfokus pada proyek pembangkit listrik tenaga angin, tenaga surya, dan panas bumi. 

Perusahaan migas Indonesia, Pertamina, disebutkan sedang melakukan ekspansi ke pasar panas bumi. Sedangkan perusahaan migas milik Malaysia, Petronas, sedang mencoba berekspansi ke pasar  penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCUS). 

Petronas merencanakan pembangunan fasilitas CCUS terbesar di dunia pada tahun 2025, dengan melibatkan kemitraan internasional untuk mewujudkan potensi proyek tersebut. Nantinya fasilitas tersebut dapat menangkap  3,3 juta  ton per tahun karbon dioksida atau tonnes per annum (MTPA) of carbon dioxide (CO2). Nantinya CO2 akan disimpan di reservoir Sarawak selama 25 tahun. Rystad Energy memperkirakan proyek ini akan menelan biaya hingga US$260 juta (Rp3,9 triliun).

Rystad Energy menyebutkan, Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai salah satu anak perusahaan Pertamina, menjadi pelopor dalam investasi berkarbon rendah di Asia Tenggara. PGE disebutkan berkomitmen meningkatkan kapasitas energi panas bumi dengan membangun proyek geothermal senilai US$1,6 miliar (Rp24 triliun) dari tahun 2023 hingga 2026. 

Sementara itu, Petronas menjalin kemitraan dengan Eni dan Euglena untuk dekarbonisasi bersama proyek Kasawari CCUS. Disebutkan dalam kurun waktu 2023 hingga 2026 Petronas mengalokasikan US$450 juta (Rp6,75 triliun) untuk proyek CCUS dan US$330 juta (Rp4,95 triliun) untuk pengembangan hidrogen. 

Di Vietnam, PetroVietnam berkolaborasi dengan Orsted dan T&T Group dalam proyek angin lepas pantai, yang diperkirakan total investasinya senilai US$11,9 miliar (Rp178,50 triliun) hingga US$13,6 miliar (Rp204 triliun). Total investasi yang besar tersebut menjadi cermin dari kuatnya komitmen negara pada investasi energi keberlanjutan.

Afiqah Mohd Ali, senior supply chain analyst Rystad Energy, menyebutkan, “Asia Tenggara saat ini membuat langkah signifikan dalam memprioritaskan peralihan menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan, didukung oleh fokus baru perusahaan migas negara. Pendekatan strategis ini akan sangat penting dalam mendorong transisi kawasan ini menuju energi berkelanjutan.”