Asosiasi Konsumen Rokok Elektronik: Kemasan Polos Hambat Hak Konsumen
- Asosiasi konsumen rokok elektronik meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkaji ulang kebijakan penyeragaman kemasan polos tanpa identitas merek yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Nasional
JAKARTA—Asosiasi konsumen rokok elektronik meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkaji ulang kebijakan penyeragaman kemasan polos tanpa identitas merek yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Produk turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan 17/2023 itu dinilai melanggar hak-hak konsumen rokok elektronik.
Padahal, rokok elektronik merupakan produk alternatif yang memiliki profil risiko lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Hal ini dibuktikan oleh berbagai studi ilmiah. Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI), Wiratna Eko Indra Putra, menjelaskan pihaknya sangat keberatan dengan kebijakan standardisasi kemasan polos tanpa merek.
Sebab, mengacu UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah sudah menjamin hak masyarakat dalam aspek keamanan dan informasi yang jelas terhadap barang yang dikonsumsinya.
Berdasarkan acuan tersebut, pelaku usaha diminta untuk memasang label yang memuat, antara lain, nama barang, ukuran, berat bersih (netto), tanggal pembuatan, serta keterangan lainnya. “Jadi bukan hanya memuat mengenai peringatan kesehatan saja. Peninjauan ulang sangat dibutuhkan dan sebisa mungkin melibatkan seluruh pihak terkait,” ujar Wiratna.
Libatkan Kalangan Lebih Luas
Pihaknya meminta pemerintah jangan hanya melibatkan kalangan yang dianggap akan sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan hingga merugikan pihak lain yang juga berhubungan dengan peraturan tersebut.
Wiratna mengatakan, rokok elektronik telah terbukti berdasarkan kajian ilmiah di dalam dan luar negeri memiliki profil risiko yang lebih rendah sehingga dapat menjadi alternatif bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya.
Dengan dipaksakannya kebijakan kemasan polos tanpa merek, Kemenkes justru dinilai seperti menyamakan rokok elektronik dengan rokok sehingga menerapkan strategi yang bertolak belakang dalam upaya menurunkan prevalensi merokok di Indonesia. Kondisi ini bisa menyebabkan konsumen beralih ke produk ilegal maupun kembali mengonsumsi rokok.
“Pemerintah sudah berupaya cukup keras untuk menekan angka perokok di Indonesia. Hanya saja, mungkin, lebih baik langkah yang diambil jangan terlalu terburu-buru hingga terkesan dipaksakan, yang dapat berdampak merugikan kepada pihak lainnya,” tegas Wiratna.
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), Paido Siahaan, juga mengkritik kebijakan kemasan polos tanpa merek. Kemenkes seharusnya mempertimbangkan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas terhadap produk yang mereka pakai.
Baca Juga: KADIN Jakarta Serukan Rancangan Kemasan Rokok Polos Perlu Dikaji Ulang
Menghilangkan elemen merek (brand) dan informasi pada kemasan mengurangi kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi produk sehingga dapat memutuskan produk yang tepat. Dengan demikian, rancangan aturan ini melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang akurat.
"Jika dilihat dari perspektif konsumen dan pengurangan bahaya, penerapan aturan kemasan polos tanpa pembedaan antara rokok elektronik dan rokok bisa dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi perokok dewasa untuk mengakses produk yang lebih rendah risiko," tambahnya.
Arie Kusuma (44 tahun), karyawan swasta, mengatakan kebijakan penyeragaman kemasan polos untuk rokok elektronik akan membingungkan konsumen, termasuk dirinya yang sudah setahun terakhir menggunakan rokok elektronik untuk mengurangi kebiasaan merokok.
Sebab, dia tidak akan mengetahui apakah produk yang digunakannya legal sehingga aman untuk dipakai. Untuk saat ini, menurut dia, kemasan dari rokok elektronik cair sudah memberikan informasi akurat bagi konsumen, seperti aspek peringatan tentang nikotin, batas waktu pemakaian (kadaluarsa), hingga produsen.
“Sebagai konsumen, kami perlu mengetahui keamanan dan informasi dari produk yang akan digunakan. Jangan sampai menciptakan kebingungan bagi konsumen, termasuk saya, yang menggunakan rokok elektronik untuk berhenti dari kebiasan merokok yang sebelumnya berjalan lebih dari 20 tahun,” kata Arie.